Siang itu, Kota Dumai sangat terik. Suhu mencapai 34° C, namun terasa seperti 39° C. Uswa merasa bosan, karena macet yang cukup lama, yang disebabkan oleh jembatan yang rusak. Sekitar satu jam terkena macet, Hanz pun berhasil mengarahkan mobil menuju pusat kota.
"Mau makan atau salat dulu?" tanya Hanz, yang terus menatap fokus ke jalanan.
"Salat aja, Mas. Sebentar lagi azan," jawab Uswa, sembari menatap layar ponsel yang menunjukkan pukul 12.10.
"Kamu mau salat di mana?" tanya Hanz lagi.
"Di masjid Taqwa, Mas." ucap Uswa, memberitahukan masjid yang sering ia singgahi.
"Tidak mau di Dumai Islamic Center?" tutur Hanz, ia bertanya alasan kenapa Uswa lebih memilih untuk salat di masjid Taqwa, daripada masjid Agung Kota Dumai.
"Tidak, Mas. Saya kalau lagi di kota, kalau zuhur sering di masjid Taqwa." jawab Uswa, singkat.
"Di mana masjid Taqwa itu?" tanya Hanz lagi, yang tetap fokus pada jalanan. Ia memang belum terlalu paham wilayah Kota Dumai.
"Di seberangnya Polres. Nanti, sampai bundaran bank Kepri, kita terus aja. Di bundaran Polres, baru kita belok kiri."
Uswa menjelaskan pada Hanz arah menuju masjid Taqwa. Tanpa pikir panjang, Hanz pun menambah kecepatan mobil. Mereka langsung meluncur, menuju masjid Taqwa.
Sesampainya di masjid, azan yang berkumandang pun selesai. Hanz dan Uswa langsung menuju ke tempat wudu masing-masing. Mereka melaksanakan salat zuhur berjemaah.
Setelah jemaah masjid Taqwa selesai melaksanakan salat zuhur, suasana tenang dan khusyuk masih terasa di dalam masjid. Doa yang dipimpin oleh imam telah selesai, dan satu per satu jemaah meninggalkan sajadah, ada juga yang melaksanakan salat ba'diyah.
Sedangkan Hanz, ia baru keluar dari masjid setelah menyelesaikan ba'diyah zuhur empat rakaat. Dengan langkah tegap dan hati yang penuh ketenangan, Hanz menuju teras, ia menunggu Uswa di sana. Sorot matanya penuh harap dan rasa syukur atas ibadah yang baru saja dilaksanakan.
Dari pintu kaca khusus wanita, Uswa datang dengan langkah lembut dan khidmat. Di balik kerudungnya, wajahnya memancarkan kecantikan dan kedamaian yang membuat Hanz tak mampu berpaling. Mereka saling berhadapan, dipisahkan oleh jarak yang hanya beberapa langkah.
"Mas?" panggil Uswa, menyadarkan Hanz dari pesona Uswa.
"Astaghfirullah ..." bisik Hanz lirih, yang hanya mampu ia dengar.
"Kenapa melamun?" tanya Uswa, penasaran.
"Bukan apa-apa. Ayo ..." ajak Hanz, yang langsung melangkah menuju parkir, di mana mobil berada.
Sesampainya di mobil, Hanz langsung membukakan pintu untuk Uswa. Ia mempersilakan Uswa dengan kelembutan dan kehangatan. Setelah memastikan Uswa masuk dan pintu tertutup rapat, Hanz langsung berjalan memutari depan mobil, menuju jok kemudi.
"Enaknya makan di mana, Dek?" tanya Hanz, sembari memasang sabuk pengaman.
"Mas mau makan apa? Kalau kayak bakso, ada tempat yang enak, di jalan yang kita lewati tadi. Tapi, ya belum buka. Kalau mau makan soto, ada di Jaya Mukti, itu enak. Tergantung Mas maunya makan apa, sih." jelas Uswa.
"Mas ngikut aja. Kamu yang nentukan,"
"Kalau gitu, kita makan di Citimall, ada restoran yang enak, sih. Sebenarnya di Jaya Mukti juga ada, yang Citimall itu cabangnya. Tapi, Saya mau ke Citimall sekalian, jadi kita ke sana aja. Menghemat waktu, biar nggak terlalu lama di jalan." ujar Uswa, menjelaskan tempat makan yang akan mereka kunjungi.
"Baiklah kalau begitu. Kamu pandu Mas, ya. Daripada pakai Maps." ucap Hanz tersenyum, yang hanya dijawab anggukan pelan oleh Uswa.
Hanz pun mengarahkan mobil, keluar dari pekarangan masjid, menuju jalanan yang tidak terlalu ramai. Hanz mengikuti arahan Uswa, menunjukkan jalan yang akan dilalui menuju Citimall.
...****************...
Setelah memarkirkan mobil, Hanz dan Uswa langsung menuju restoran yang dimaksud Uswa. Akan tetapi, dewi fortuna sepertinya tidak berpihak pada Uswa. Saat kakinya melangkah memasuki restoran, matanya tertuju pada seseorang yang ia kenal.
Hanz yang mslihat Uswa langsung diam mematung, pandangannya ikut tertuju pada seorang pria yang ditatap Uswa. Kening Hanz pun mengkerut, ia kembali menatap Uswa yang sudah menyorot menahan amarah.
Hati Uswa langsung bergemuruh. Ia membuka tas dan mengambil ponselnya. Ia langsung menghubungi kakaknya, Wildan. Tidak membutuhkan waktu lama, Uswa telah mendengar suara Wildan dari balik ponsel.
"Pria itu ... apakah dia tidak jadi ikut?" Uswa langsung bertanya perihal ayahnya, yang katanya akan diajak untuk datang ke rumah Santi.
"Tidak, Dek. Bapak bilang ada kepentingan yang mendesak."
Jawaban Wildan membuat Uswa semakin menahan amarah. Tangannya mengepal, sorot matanya tajam, menyala merah. Uswa pun mengakhiri panggilan telepon. Ia tidak bisa mengatakan pada Wildan, kalau dirinya bertemu dengan ayah mereka di Citimall.
Setelah memasukkan kembali ponsel ke tas, Uswa melanjutkan langkah, menghampiri meja di mana ayahnya berada, bersama istri kedua dan anak mereka. Sedangkan Hanz, ia memilih mengikuti langkah Uswa.
Tiada kata yang terucap. Hanya sorot mata kebencian yang menatap Hadi. Sedangkan Hadi, ia terkejut dengan kehadiran Uswa. Dengan tatapan heran, Hadi dan Sarah, istri keduanya, langsung berdiri, menatap bingung pada Uswa.
"Ooh ... ini yang katanya KEPENTINGAN MENDESAK?" cibir Uswa, menatap sinis, melakukan penekanan pada dua kata terakhir.
"Bapak tadi memang ada kepentingan, Nak. Ini ke sini karena adikmu ...."
"Adik?" smirk Uswa mengembang, membuat sorot matanya semakin tajam. "Sejak kapan saya punya adik?" sergah Uswa, tajam dan menusuk hati Hadi dan Sarah.
"Uswa ... sampai kapan kamu begini?" tanya Sarah, yang tidak tahan dengan pernyataan Uswa.
"Sampai kalian hilang dari muka bumi!" hardik Uswa. Ucapannya pelan, namu terdengar sangat tajam di telinga.
"Kurang ajar kamu, ya? Bapak tidak pernah mengajarkan kamu kurang ajar seperti ini." ujar Hadi, ia masih dengan suara yang pelan, namun penuh ketegangan.
"Bukannya anda yang membuat saya seperti ini?" sinis Uswa.
Hadi pun tak tahan dengan sikap Uswa. Ia pun mengangkat tangan kanan, hendak menampar wajah Uswa. Akan tetapi, Hanz langsung menangkap tangan Hadi, memegangnya dengan erat. Hanz memancarkan tatapan tajam pada Hadi.
"Siapa kamu ikut campur dengan kami?" sergah Hadi, tidak terima dengan perlakuan Hanz.
"Siapa saya tidak penting, Pak. Tapi, jangan sekali-kali tangan anda menyentuh wanita yang saya cintai!" Ucapan Hanz seakan perintah, namun juga terdengar seperti ancaman.
Mendengar kalimat terakhir Hanz, Uswa yang sudah merasakan tubuhnya gemetar, menoleh menatap Hanz tidak percaya. Tatapan penuh makna Uswa pada Hanz, membuat Hadi bergantian menatap Hanz dan Uswa.
Hanz menatap Uswa dengan penuh keyakinan dan rasa cinta yang tulus. Senyum simpul terukir di bibirnya, menyalurkan kekuatan tanpa kata. Hanz pun menurunkan tangan Uswa, ia beralih menggenggam tangan Uswa.
"Mungkin saya terdengar tidak sopan. Tapi, saya tidak mengizinkan siapapun menyakiti hati Uswa, wanita yang saya cintai." ujar Hanz, kini suaranya lebih lembut dan terdengar sangat hangat.
"Setelah apa yang kamu lakukan ... apa saya akan merestui kamu untuk mencintai anak saya?" hardik Hadi.
Mendengar ucapan Hadi, Uswa pun kembali menatap tajam ayahnya itu. Sorot mata Uswa memancarkan kemarahan yang dahsyat. Bibirnya mengulas senyum sinis, memancarkan pesona keangkuhan yang kuat.
Uswa pun berkata, "Bahkan saya tidak memerlukan restu dari anda! Karena anda telah mati dari hati dan hidup saya! Jelas?"
Tanpa menghiraukan Hadi dan Sarah, serta orang-orang yang mulai memperhatikan mereka, Uswa pun langsung menarik tangan Hanz. Mereka berdua keluar dari gedung Citimall, menuju mobil yang berada di parkiran.
Sesampainya di dalam mobil, Uswa hanya mampu menundukkan kepala. Air matanya yang tak mampu tertahan, akhirnya luruh berderai, mengalir dengan sombong. Isak tangis yang terdengar pilu, membuat Hanz terus menggenggam tangan Uswa.
Pria itu ikut merasakan sakit, melihat wanita yang ia cintai menangis pilu. 'Akhirnya aku tau penyebab lukamu,' batin Hanz, semakin menggenggam erat jemari Uswa.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Melindungi orang yang kucintai adalah kewajibanku, meski nyawa menjadi taruhannya....
...~Titik Kedua~...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
💫0m@~ga0eL🔱
tidak bisa uswa, yg nikahin tetap saja papa. gak bisa ngelawan /Sob/
2024-11-15
1
💫0m@~ga0eL🔱
sabar uswa /Scowl/
2024-11-15
1
Dewi Payang
Hanz, sikapmu bisa menghambat restu calon ayah mertuamu nanti.
2024-08-01
1