Pagi ini, matahari tampak bersinar dengan terang, yang pertama kali menyambut kehadirannya setelah terbangun dari tidurnya adalah suasana dengan cuaca yang begitu cerah. Menghabiskan semalaman di tempat ini rasanya begitu tenang dan damai.
“Ah, bahkan selama ini aku merasa tak pernah tidur senyenyak itu,” gumamnya pelan. Ia merasa nyaman karena di tempat ini, ia benar-benar tak mendengar kebisingan apapun selain riuhnya kicauan burung yang bertengger di atas pepohonan.
Tak berlangsung lama, pemuda itu membangkitkan dirinya yang setengah sadar untuk menghampiri pintu balkon di kamarnya. Udara yang lembut kini berhembus di wajahnya. Sinar mentari yang hangat kini bersentuhan dengan kulit putihnya. “Rasanya, ini seperti di dalam mimpi,” tuturnya yang merasa bahwa ini semua terlalu sempurna untuk disebut nyata.
Ia kini melangkahkan kakinya untuk segera pergi ke arah dapur. Dibukalah lemari esnya yang dingin, kemudian di raihlah sekotak susu segar dan meneguknya hingga tuntas. “Ah… benar-benar pagi yang sempurna,” komentarnya dengan riang.
“Apa Bibi sudah pergi berbelanja? Kurasa kemarin malam kulkas ini masih kosong, lalu…” ia tampak heran akan keberadaan isi kulkasnya yang cukup lengkap, padahal seingatnya mereka tak membawa banyak makanan saat pergi ke tempat ini. Bahkan jarak tempuh ke pusat perbelanjaan saja menghabiskan waktu 2 jam jika pergi dari sini, lalu kenapa kulkasnya bisa terisi penuh dengan secepat itu?
“Huh, mungkin aku salah mengira.”
Tukk.. tukk..
Suara langkah kaki seseorang muncul secara tiba-tiba. Dengan insting dan telinganya yang tajam, Oliver mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara. Ia berpikir, apakah itu Bibi Lisebeth yang datang untuk mengagetkannya lagi, ataukah ada seorang maling yang muncul tiba-tiba disini?
“Tapi masa sih.. ada maling muncul tiba-tiba…” Awalnya ia berpikiran buruk tentang suara itu, hanya saja. Apa yang ia lihat benar-benar tak sesuai dengan bayangannya.
Ini benar-benar membuatnya terkejut, suara itu berasal dari perempuan yang baru saja ia lihat kemarin pagi. Sama seperti sebelumnya, ia mengenakan dress putih yang sederhana di tubuhnya dengan rambut uniknya yang ia gerai dengan bebas.
“Haruskah aku mengajaknya berbicara selagi dia keluar dari kamarnya?” tanyanya dengan canggung.
Kemarin, Oliver sempat menunggunya sampai hampir ketiduran di ruang tamu. Tapi perempuan itu bahkan tak kunjung datang untuk menemuinya, Oliver berpikir mungkin gadis itu merasa kelelahan akan perjalanan yang cukup panjang sehingga memilih untuk mengistirahatkan dirinya di kamar.
“Jadi…”
“Hei..!” Oliver mencoba memanggilnya dengan nada yang canggung. Karena ia juga merasa bingung harus memanggil perempuan itu dengan sebutan apa. Namun alih-alih menjawab panggilannya, sepertinya perempuan aneh itu tak menyadari akan keberadaannya sendiri. Dengan tatapannya yang lurus, ia bahkan fokus berjalan dengan menaiki anak tangganya satu per satu tanpa menoleh kebelakang.
“Dia mau kemana..?” Oliver tidak tahu jawabannya, jadi tak ada pilihan lain selain mengikuti langkahnya dibelakang. Jarak diantara mereka juga cukup jauh, tapi kenapa perempuan itu hanya berjalan tanpa sesekali menoleh ke belakang?
“Hmm, apa dia benar-benar tak menyadari akan keberadaanku?” tanyanya kesal.
Suara yang berdecit muncul ketika gadis misterius itu menarik gagang pintunya dan masuk ke dalam sebuah ruangan di lantai atas. Oliver bertanya, ruangan apa itu? Awalnya Oliver merasa heran ketika masuk kedalam ruangan yang ternyata hanya berisi rak buku, sofa dan berbagai tumpukkan buku di dalamnya.
Tapi apa yang membuat matanya terkejut, adalah keberadaan perempuan itu yang tengah duduk manis di atas sofa.
“Y…. Mulia!!”
“Huh? Mulia apa?” Oliver berfikir apa maksud dari ucapan perempuan itu, suaranya tak terdengar dengan jelas.
Tapi sesuatu yang membuat hatinya berdebar dengan kencang adalah ketika perempuan itu tersenyum dengan cerah seolah tengah menyambut kedatangannya dengan ramah. Semerbak mentari yang bersinar di ambang jendela membuat aura misterius itu seolah menghilang dari tubuhnya.
Haruskah aku bersumpah? Sepertinya.. dia adalah perempuan tercantik yang pernah ku temui selama ini, batin Oliver yang berkata demikian tentangnya.
“Siapa.. namamu?” tanyanya spontan. Perempuan itu hanya terdiam dengan senyuman yang masih terpatri diwajahnya.
Bibir manisnya tampak bergerak dengan perlahan, gadis cantik itu kini berkata “Bangunlah!” dengan nada bicaranya yang tegas dan juga begitu tak asing untuk dilupakan.
“Lho?! Suara ini kan-”
Srrrrt!
“Uhk.” Spontan jemari tangannya terangkat menutupi arah pandangnya ketika menerima sorotan cahaya matahari yang mendarat dengan mendadak di wajahnya. Dibarengi dahinya yang berkerut, Oliver membuka kelopak matanya yang masih terkatup dengan berat.
“Hah… ini MIMPI?!” kagetnya sembari mendudukkan dirinya di tempat tidur.
Lisebeth tampak geram melihatnya, ia hanya berdiri sembari berkacak pinggang di depannya. “Ugh, kepalaku pusing,” Omel Oliver sembari memijat pelipisnya dengan pelan.
Rasanya mimpi itu terlalu aneh, apa ia terlalu memikirkan perempuan itu hingga membuat sosoknya muncul di mimpi Oliver?
Pantas saja gadis itu tersenyum selebar itu. “Kurasa itu mustahil terjadi.” Ia bergumam lesu, karena saat pertama kali bertemu dan saling bertatapan mata juga, gadis itu hanya diam sembari menatapnya dengan tajam.
“Ugh.. tapi kenapa mimpi itu terasa begitu nyata...” bisiknya pelan.
“Pasti pusing, semalamam Tuan Muda hanya mengosongkan perut kemudian tidur larut malam dan sekarang anda bahkan bangun saat matahari sudah terik. Turun dan sarapanlah, Tuan Muda,” omel sang bibi sembari menyingkapi sebagian tirai lainnya dengan cepat.
Huh, mengganggu saja. Oliver tampak kembali berbaring sembari memejamkan matanya dengan rapat, isi kepalanya mulai berputar. Jika saja Lisebeth tidak datang dan membangunkan tidurnya, kira-kira mimpi itu akan berlanjut seperti apa?
“TUAN MUDA! JANGAN TIDUR LAGI!!”
“Ah sial.”
...☆☆☆...
Oliver merasa benar bahwa mimpi itu terlalu berlebihan untuk disebut nyata, tak mungkin juga ia menjalani pagi yang cerah dan seindah itu ketika ia hanya melahap sebuah sandwitch dengan rambut kusutnya yang berantakan. Ia bahkan belum mencuci muka maupun menggosok giginya setelah bangun tidur.
“Apakah ini benar-benar Tuan Muda yang sangat rajin itu?” kecam Lisebeth yang merasa aneh akan tingkahnya. Tepatnya ia tak seperti sosoknya yang sangat bersinar di tahun-tahun terakhir.
Tunggu, apakah dia bersikap serampangan begini karena tahu bahwa Lisebeth tidak akan melaporkan setiap gerak-geriknya kepada sang Nyonya besar?
Jika seperti itu, Lisebeth merasa bersyukur. Ia hanya bisa bernafas lega ketika kepercayaan kepadanya tidak pernah luntur sekalipun Oliver telah kehilangan ingatannya.
Tapi penyakit Oliver adalah sesuatu yang aneh. Dokter bilang, hilangnya ingatan Oliver tidaklah bersifat permanen. Tapi kenapa sampai saat ini Tuan Muda itu masih tidak bisa menemukan ingatannya?
“Huft... semoga anda selalu baik-baik saja..”
Currr...
“Belum ada banyak bahan masakan di dalam kulkas, sekarang saya akan berbelanja ke pusat perbelanjaan di Scalva Plazza. Jadi, tolong jangan lupa untuk meminum obatnya tepat waktu,” perintah Lisebeth sembari menuangkan segelas susu yang hangat untuknya.
“Plazza, Scalva Plazza? Itu kan pusat perbelanjaan milik Scalton. Kenapa harus belanja?” tanyanya heran, ia seolah menyampaikan pesan untuk datang dan mengambil sesuatu yang diperlukan. Lalu pergi dengan santai tanpa memikirkan bayaran.
Tapi sang bibi hanya mengkritik ucapannya dengan sinis, “Itu tidak sopan.” Nadanya tampak ketus di padu sorot matanya yang tajam. Tak lama kemudian ia menunjukkan black card dan berkata semua itu bisa diatur dengan mudah.
“Em… lakukanlah setidaknya membaca buku dalam beberapa menit. Mengerti?” peringatnya dengan tegas, Oliver hanya bisa mengangguk pasrah.
“Haah… haik,” responnya sembari mengunyah sandwitch itu dengan lahap. Tak berselang lama Lisebeth pun beranjak dan pergi meninggalkannya sendirian.
Rasanya kini tempat ini menjadi jauh lebih sunyi dari pada sebelumnya. Ternyata kejadian itu memang hanya terjadi di dalam mimpi. Kulkas itu bahkan tak sepenuh apa yang Oliver lihat di mimpinya. “Tapi mimpiku bermulai dari sini kan?” tanyanya pelan, tak lama kemudian ia menoleh ke arah tangga, jika melihat alur mimpinya. Seharusnya gadis itu akan muncul dan...
“!!!”
Crassh...
Gelas susu yang ia genggam kini jatuh berserakan di atas lantai, Oliver tampak terdiam dengan menatapnya tak percaya. Perempuan aneh itu benar-benar muncul di depannya. Namun berbeda dengan mimpinya, kali ini ia muncul dengan hanya duduk di anak tangga sembari menatapnya dengan tajam.
“Kemana saja?” tanya Pria itu tanpa sadar. Rasa kebingungan itu tercetak dengan jelas di wajahnya. Sedangkan perempuan itu, ia hanya berdiam di tempat tanpa menunjukkan perasaannya yang entah seperti apa.
“Kamu mencariku?” untuk pertama kalinya Oliver mendengar suaranya yang lembut. Lirihan nya benar-benar terdengar begitu renyah dan merdu.
“Sebenarnya… kamu siapa?” ia tampak begitu penasaran akan tentangnya. Kenapa Oliver merasa dejavu di dekatnya? Apakah mereka saling mengenal? Ataukah mereka memang benar-benar pernah bertemu sebelumnya?
“Tatapan yang sayu itu...”
“Aneh, aku tak memiliki ingatan apapun tentangmu. Tapi begitu melihatmu...” sejenak Oliver menggumamkan beberapa kata tentangnya.
Bisakah kamu menjelaskan arti dari segala bentuk perasaan aneh yang muncul ini? Pria itu bertanya di hatinya.
Oliver berpikir tidak mungkin menyukai seorang perempuan dalam sekali tatap, bukan? Bahkan di beberapa moment, perempuan itu terlihat cukup menakutkan untuk didekati.
“Hei, apa aku pernah mengenalmu? Apakah kita pernah berbicara sebelumnya?” tegurnya yang ingin memastikan hal itu dengan cepat. Sayangnya, perempuan itu mengangkat bahunya seolah mengatakan bahwa dirinya tidak yakin akan kesimpulan Oliver. Jadi, apakah memang bukan dia orangnya?
Mungkin dia hanya kebetulan mirip dengan seseorang yang pernah ia temui sebelumnya. Jadi, Oliver merasa tak asing hingga selalu memikirkannya lewat sosok yang mirip dengannya.
“Untuk itu... entahlah, tapi namaku….” Gadis cantik itu kembali bersuara, namun kali ini tatapannya terlihat tak begitu dingin seperti sebelumnya.
Jika di perhatikan dengan teliti, ternyata ia tak hanya berkulit putih. Tapi perempuan itu memang terlihat begitu pucat pasi seperti orang sakit.
Lalu, namanya akan terukir seindah apa agar sebanding dengan parasnya yang begitu menawan?
Perempuan itu berkata, namanya “Lyonaire, Lyonaire Ethel...” yang di tutup dengan senyuman simpul di bibirnya.
Siapapun itu, tolong katakan bahwa ini bukanlah mimpi yang terbangun dari mimpi sebelumnya.
“Ini bukan mimpi berulang kan?!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
WISNUですよ!
namanya cantik jugaa
2024-11-11
1
WISNUですよ!
tutor sambungin mimpi lah 😭
2024-11-11
0
WISNUですよ!
cantik amat duhh 😭😭
2024-11-11
0