Aku menghubungi kepolisian pusat Batara untuk meminta izin menggunakan sel di sebelah kamar Fanny. Awalnya mereka tidak mengizinkan, namun aku meyakinkan mereka bahwa kasus ini spesial dan butuh observasi spesial juga untuk menyelesaikannya, salah satunya adalah dengan ditempatkannya aku di sebelah kamar Fanny. Aku yakin ini adalah solusi bagi aku agar dapat mengenal Fanny lebih dekat.
Setelah mereka mengizinkan, sementara waktu Fanny dipindahkan ke sel lain. Aku memberi saran untuk memasang CCTV di kamarku dan juga di kamar Fanny, serta dibuatkan sebuah jendela kecil untuk memungkinkan komunikasi dengan Fanny sepanjang waktu. Jendela tersebut terbuat dari besi dengan beberapa palang besi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Setelah persiapan selesai, aku meminta kepada seluruh petugas RSJ untuk merahasiakan identitasku dari media maupun keluarga korban yang berkunjung, karena di sini aku harus menyamar sebagai pasien juga.
Fanny dipindahkan kembali ke kamar lamanya. Dia nampak bingung dengan jendela yang tiba-tiba ada dan menghubungkan kamar kami. Dia menatapku dari balik jendela. "Apa maumu?" tanyanya tiba-tiba.
Aku hanya diam dan tidak bereaksi atas pertanyaannya.
"Aku ingin bertemu dengan Reino, adikku yang sangat kusayangi," ucapnya lagi.
Reino? Aku membaca di berkas Fanny, Reino adalah adik kandung dari Fanny. Mereka memiliki hubungan yang rumit dan baru dipertemukan ketika mereka dewasa.
Aku pun bereaksi atas pernyataannya. "Kenapa kamu ingin menemuinya?" tanyaku pada Fanny.
"Aku sangat merindukannya," jawabnya dengan wajah pilu.
Aku berdiri dan mendekat ke jendela, berbicara padanya dari dekat, kami saling berhadap-hadapan. "Kamu membunuh adiknya dan sekarang dengan santainya kamu bilang ingin menemui Reino," kataku tajam.
Fanny menggenggam jeruji jendela dengan keras lalu berteriak. "Sasya bukan adik Reino! Dia anak haram! Dia bukan anak ayahku!" Fanny berteriak tak terkendali.
Aku tersenyum tipis, sepertinya memang ada kecemburuan dari Fanny terhadap Sasya. Aku membaca di berkas, Reino dan Fanny memiliki ayah yang sama, sedangkan Sasya memiliki ayah yang berbeda. Namun, Reino dan Sasya memiliki ibu yang sama. Ditambah lagi, Fanny memiliki penyakit kejiwaan yang menambah rasa cemburu itu membesar di hatinya.
"Mungkin besok, aku akan membawa Reino ke sini," kataku mengakhiri percakapan.
Aku berjalan menjauh dari jendela dan segera mengambil telepon genggamku yang disembunyikan di bawah kasur. Aku menelepon salah satu rekan kerjaku yang bertugas di bagian humas, AKP Anggun Sasmi.
Aku memberitahukan kepada AKP Anggun untuk mencari seseorang bernama Reino yang tinggal di Kota Sazan, tempat tinggal Fanny dan Reino. Besok Reino harus datang ke RSJ Kota Batara untuk keperluan penyelidikan. AKP Anggun menyanggupi dan segera melakukan pekerjaannya.
Keesokan harinya, pagi hari, Reino tiba di RSJ Kota Batara. Dia datang bersama Bripda Kemal Pasha yang mengawalnya. Mereka sedang berada di ruang tunggu. Aku keluar dari sel masih menggunakan baju pasien dan menghampiri mereka.
Reino nampak bingung denganku. Wajar saja dia bingung, aku menggunakan baju pasien RSJ, bukan baju pegawai, polisi, ataupun baju dokter.
Aku mengangkat tanganku untuk mengajak Reino bersalaman. "Aku Dr. Fikri, seorang psikiater dan juga polisi yang menangani kasus kakakmu, Fanny," ucapku.
"Ah maaf, aku kira bapak pasien, ternyata bapak yang bertugas untuk menangani kasus Fanny," katanya dengan wajah canggung.
Aku tersenyum, lalu segera mengajak Reino menuju sel Fanny. Aku juga memberi tahu petugas untuk mengubah jam besok menjadi jam satu siang.
Sesampainya di depan sel, Reino menatap wajah Fanny dengan mata yang penuh kebencian dan dendam. Sebaliknya, Fanny menatap Reino dengan tatapan berseri-seri, tampak cinta di mata Fanny ke arah Reino.
Fanny menuju jeruji sel dan berbicara kepada Reino. "Aku merindukanmu Reino, aku benar-benar merindukanmu. Aku tidak membunuh Sasya, bukan aku pelakunya," kata Fanny meyakinkan Reino.
Reino tidak bergeming dan masih menatap Fanny dengan tatapan dendam. Kemudian Reino mengucapkan sesuatu yang mungkin menyakitkan bagi Fanny. "Sudahlah Fanny, kamu akan busuk di penjara," kata Reino kepada Fanny.
Fanny menangis. Reino pergi begitu saja meninggalkan Fanny. Aku mengejar Reino dan menghentikannya.
"Kenapa kamu menjauh darinya, Reino?" tanyaku.
"Jika kamu memang seorang psikiater, kamu seharusnya paham. Semua yang dia ucapkan itu dusta dan dia sangat manipulatif," ucap Reino dengan reaksi dingin.
Memang, penyakit kepribadian ambang sulit ditebak. Bahkan, penyakit ini belum ditemukan obatnya. Penyakit ini hanya bisa ditahan agar penderita tidak kambuh. Namun, jika penderita penyakit ini menerima tekanan yang luar biasa, dia akan kambuh dan melakukan tindakan impulsif. Aku harus hati-hati dalam mengambil keputusan. Jangan sampai aku termakan oleh permainan Fanny dan tergoda karena kecantikannya. Aku harus tetap tenang dan profesional sebagai polisi dan juga sebagai seorang psikiater.
"Aku paham, Reino. Aku sudah membaca berkasnya. Tetapi motif dari membunuh adikmu bukan hanya sekadar kecemburuan," ucapku.
Reino tampak marah. Wajahnya memerah dan dia berteriak ke arahku. "Karena dia bajingan! Jadi, Anda seorang psikiater membawaku ke sini hanya untuk bertemu dengan perempuan laknat itu!" teriak Reino mulai tak terkendali.
"Tenang Reino," kataku mencoba menenangkan Reino.
"Tenang katamu? Sialan! Aku ingin pulang sekarang! Kalian semua benar-benar sialan!" Reino marah ke arahku. Aku paham apa yang dia rasakan dan mungkin masuk akal jika dia marah kepadaku.
Akhirnya aku memerintahkan Bripda Kemal untuk mengantarnya pulang. Sebelum kepergiannya, Reino berkata memberikan pesan kepadaku. "Dia akan terlihat seperti cahaya. Ketika cahaya itu memudar, maka hanya ada lubang hitam, dan tak ada yang bisa lepas dari lubang hitam, bahkan cahaya sekalipun."
Aku hanya diam. Reino pergi meninggalkan RSJ. Aku terus mengingat pesan darinya. Pesan itu nampak sangat dalam dan bermakna.
Setelah kepergian Reino, aku kembali ke kamar selku. Aku mengintip dari jendela, melihat Fanny duduk diam menatap kekosongan, lalu dia tertawa sendirian.
Aku mendekati jendela dan mencoba mengajaknya berbicara. "Hei," sapaku.
Dia bangun dan menuju jendela besi. Tangannya masuk dan menyerang wajahku. Untung saja dengan cepat aku dapat menghindar dari serangannya.
"Mana adikku!?" tanyanya dengan suara yang tinggi.
"Pulang. Hei Fanny, bolehkah aku bertanya beberapa hal kepadamu?"
"Tidak!"
Walaupun dia menjawab tidak, aku tetap akan menanyakan pertanyaan ini.
"Kamu mencintai Reino dalam artian cinta ingin memiliki kan? Bukan arti cinta sebagai adik dan kakak."
Pupil mata Fanny membesar, lalu tiba-tiba dia mengucapkan kata yang membuatku kaget sekaget-kagetnya. "Aku terangsang melihatmu," ucapnya ke arahku.
Sialan, badanku gemetar karena dia baru saja menggigit bibirnya dan memainkan lidahnya untuk menggodaku. Sialan! Gadis ini benar-benar membuat hatiku tidak karuan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Reynata
hahahaha
2024-08-03
1
April Lia
waduh pak pol+dok jaga iman n hati loo ya😣
2024-08-02
1
April Lia
waduh pak pol+pak dok jaga iman n jga hti lohh ya😣
2024-08-02
1