((K.A Design))
Langkah kaki Kai begitu tegas saat memasuki gedung perusahaannya yang kini sudah berdiri kokoh bahkan sudah memeliki lima belas lantai. Terdengar gila memang pria satu ini. Dia mulai membangun perusahaannya sejak usia dua puluh tiga tahu dan hanya menyewa ruko dua lantai dengan lima orang karyawan saja.
Tapi kini, lihatlah gedung yang menjulang tinggi ini. Semua ini miliknya, kerja kerasnya tanpa bantuan dari orangtuanya yang juga punya usaha mereka sendiri.
Disinilah Kai saat ini, begitu sibuk di meja kerjanya memeriksa beberapa berkas laporan dan berbagai hal lainnya. Tapi, hari ini tampak berbeda dari sebelumnya, karena wajahnya yang terus memperlihatkan senyuman.
Sejak pagi, senyum itu tidak pernah padam dari wajahnya. Karyawan bahkan saling berbisik heran, karena selalunya CEO mereka itu tidak pernah tersenyum seperti hari ini.
Kai benar benar jatuh pada pesona Cahaya. Kejadian tadi malam sungguh membuatnya bahagia dan seperti ingin mengulang lagi berada dalam pelukan Aya.
"Huh, aku bahkan sudah merindukannya." gumamnya.
Saat Kai sedang bergumam sendiri, seseorang masuk ke ruangannya.
"Senyam senyum sejak pagi. Apa mas jadi gila karena selalu terjebak di tempat ini?" sindir gadis cantik itu menghampiri Kai.
"Siapa? Masmu ini terjebak? Ayolah, Kania. Jangan melampiaskan kekesalanmu padaku. Justru kamu yang merasa terjebak ditempat ini, kan?"
Gadis cantik itu duduk di pinggir meja kerja kakaknya dan memasang wajah kecewanya.
"Apa gak ada lagi satupun pria baik yang tersisa untukku di dunia ini? Kenapa aku tidak bisa melupakannya." rengeknya yang disenyumi oleh sang kakak.
"Ado kok pria baik disini."
"Mana? Siapa?"
Kai tersenyum, lalu memperbaiki penampilannya.
"Nih tepat didepan adekku yang cantik ini. Ini dia pria tampan kaya raya yang baik hati."
Dia menatap sinis pada kakaknya itu, lalu berlagak seperti hendak muntah.
"Gak ada baik baiknya sama sekali."
"Hey, apakah masmu ini terlihat begitu buruk dimatamu cantik?"
"Iyalah."
"Benar juga sih." sahutnya tersenyum malu pada Kania.
Kania bekerja sebagai karyawan di perusahaan Kai sejak dua tahun lalu. Dia lebih suka bekerja dengan kakaknya ketimbang harus bekerja di perusahaan ayahnya.
"Ya udah yok kita berangkat sekarang.
Kita gak boleh telat makan malam keluarga." ajak Kai yang sudah siap untuk pulang.
"Gak mau ah. Aku mau pulang ke apartemenku aja."
"Kenapa?"
"Nanti bunda pasti bahas soal nikah. Males mas."
"Bunda gak akan pernah berhenti membahas tentang pernikahan sampai salah satu dari kita menikah."
"Aku baru dua puluh lima tahun mas. Aku belum mau menikah, aku masih ingin bebas. Gimana kalau mas aja duluan yang nikah."
"Mana bisa, aku juga masih mau hidup bebas. Lagian juga aku belum ada calon."
"Noh si Aisyah pilihan bunda. Cantik, pintar dan sholehah. Cocok jadi istri mas."
"Benar sih. Tapi, masalahnya mas mu ini yang gak cocok buat Aisyah. Kasihan dia kalau dapat suami brengsek seperti mas."
Kania tersenyum prihatin menatap wajah kakaknya itu. "Mas gak seburuk itu kok. Aku tahu mas punya hati yang lembut dan hangat."
"Gak usah memuji. Aku belum mau nikah Kania." menjentik pelan kening Kania.
"Akh... sakit tau."
"Udah yok, pokoknya kamu ikut pulang." menarik paksa Kania untuk ikut pulang ke rumah orangtua mereka malam ini.
Sementara itu, sore ini Aya baru saja pulang dari kampus. Dia merasa sangat lelah dan tidak enak badan.
"Huh..."
Aya merebahkan tubuhnya diatas kasurnya. Tangannya menyentuh dadanya yang mendadak terasa sesak.
"Hal buruk selalu terjadi padaku." gumamnya pelan.
"Haruskah aku menyusul kalian?!" air mata menetes di kedua ujung matanya.
Kehidupan yang dijalani Aya sungguh berat dan menyedihkan. Kadang dia berpikir untuk apa dia masih bertahan sejauh ini. Mewujudkan mimpi kakaknya? Untuk apa, toh kakaknya juga sudah tidak ada di dunia ini.
Hampir setiap malam Aya bermimpi saat dirinya disiksa secara pisik oleh ayah dan abang tirinya, juga mantan kekasihnya. Mimpi itu terus menghantuinya. Membuatnya berharap agar tidak lagi terbangun keesokan harinya.
Tapi, setiap pagi pula matanya akan terbuka dan menatap sinar matahari lagi dan lagi.
"Aku lelah. Aku capek..." dua kalimat itu yang terus dia ulang setiap pagi.
Namun, meski merasa capek dan lelah, kakinya terus melangkah menuju kampus, mengerjakan tugas, olah raga kadang kadang, berbelanja kebutuhan harian, pergi bekerja dan juga bermain bersama Mentari. Semuanya terus berjalan normal, meski hatinya merasa lelah menjalani kehidupan ini.
Berbeda dengan Aya yang hidup seperti tak hidup, Kai justru akhir akhir ini merasa lebih bersemangat dan berbunga bunga. Ya, dia terus mengingat wajah Cahaya, gadis yang ternyata mampu membuatnya terpesona.
Tiga bulan bahkan sudah berlalu, Kai semakin tidak bisa menahan diri dan dia benar benar tidak bisa melupakan malam panasnya dengan Aya. Bahkan malam ini, dia sedang berduaan dengan seorang wanita di kamar hotel untuk percobaan ketiga kalinya, setelah malam panasnya bersama Aya.
Wanita itu meraba tubuhnya, memberikan pelayanan untuknya. Tapi, pikirannya malah dipenuhi dengan wajah Cahaya.
"Malam ini cukup seperti ini." Kai mendorong wanita itu menjauh darinya.
"Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?"
"Tidak. Aku hanya sedang tidak mood. Lagi pula aku harus menghadiri acara penting, besok."
Kai memungut baju wanita itu di lantai, memintanya untuk memakainya kembali.
"Tenang saja, meski kita tidak berhubungan malam ini, aku sudah mentransfer uangnya." ujar Kai meyakinkan wanita itu bahwa dia sudah membayar.
Merasa diabaikan, wanita itu pun keluar dari kamar itu dengan wajah kecewa.
Tidak ada hari tampa mengingat wajah itu. Sedang rapat, olah raga, bermain, bahkan saat sedang di sirkuit dengan motor balap kebanggaannya pun, dia masih akan tersenyum mengingat wajah itu.
Kai tiba di garis finish dengan waktu yang jauh lebih lambat dari biasanya. Itu tentu membuat pelatihnya heran.
Bagaimana bisa seorang pembalap hebat seperti Kai yang selalu menempati tempat pertama disetiap pertandingan balapnya begitu lambat hari ini.
"Ada apa, Kai? Kenapa dengan waktumu?"
"Entah lah, bang. Aku gak bisa fokus hari ini."
"Selama aku mengenal kamu, justru kamu yang sangat fokus saat sedang berkendaraan. Atau jangan jangan karena kamu belum..."
Dia menatap bagian tengah Kai. Hampir semua orang terdekat Kai tahu bahwa Kai akan mengalami stres saat hasratnya tidak tersalurkan.
"Itu salah satunya. Tapi, akhir akhir ini aku gak bisa mengontrol pikiranku bang. Seperti ada sesuatu yang susah untuk dilupakan gitu..."
"Bisa jadi karena kamu sangat menyukai hal itu atau malah kamu sangat membenci hal itu. Atau bisa jadi itu hal yang luar bisa. Jadi, siapa dia?" Goda Erix yang tahu kalau Kai sedang membicarakan tentang seorang wanita, mungkin.
Dan sepertinya tebakan Erix benar, melihat senyum salah tingkah dan terkesan malu malu di wajah seorang Kai yang terkenal dingin dan tidak pernah senyum semanis itu sebelumnya.
"Hah, cuaca hari ini sangat cerah. Cahaya matari bahkan bersinar terang hari ini." Jawabnya menatap kelangit yang terik.
"Cerah sih, tapi terik matahari membakar seluruh tubuhku." sahut Erix sambil menatap heran pada Kai yang terlihat bersemangat dibawah teriknya matahari yang menyengat.
"Aku duluan bang." Pamit Kai pada Erix.
Dia menuju ruang ganti untuk mengganti pakaiannya, dia sangat gembira saat ini. Dia seperti akan segera bertemu dengan pujaan hatinya yang telah lama tak bertemu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments