"Mau kabur kemana Kamu?" tegur Ayah lantang.
Sosok Ayah yang tegap dan penuh wibawa mendadak muncul di belakang kami berdua.
Aku dan Leon seketika melonjak kaget ketika suara Ayah yang bass, membahana di seluruh sudut rumah megah miliknya.
Tanpa ku sadari sedari tadi, Ayah telah berdiri di belakang kami berdua untuk menguping pembicaraan yang susah payah kami sembunyikan darinya.
Raut wajah Ayah yang sangar dan murka terlihat mengerikan. Keringat dingin mengucur deras di tubuhku. Bayangan masa laluku dengan temperamen Ayah yang suka memukul saat Aku berbuat salah, berkelebat dalam pikiranku.
Aku lihat, kedua tangannya sudah terkepal membentuk tinju di kedua sisi tubuhnya yang berdiri tegap.
"Jangan permalukan Ayah dengan pikiran kotormu itu Richie. Kamu tak'kan bisa keluar dari rumah ini, sebelum hari pernikahanmu!" gertak Ayah dengan tegas.
Aku tertunduk takut tak bersuara. Sosok Ayah yang seram mengalahkan hantu dan dedemit membuat diriku tak berdaya. Jangan bilang aku pengecut dan penakut. Aku memang sudah terdidik patuh sedari kecil. Satu-satunya orang yang aku miliki cuma Ayah.
Ayah adalah figur pria bertanggung jawab dan penyayang. Selama ini, apapun yang ku inginkan selalu di penuhi Ayah. Perjodohan itu juga bentuk kasih sayangnya yang tiada batas karna Ayah takut anaknya menjadi bujangan tua.
Hanya saja, aku terlalu manja dan keras kepala.
Kali ini, Ayah seperti kehilangan kesabarannya. Mungkin itu sebabnya, beliau memaksaku untuk menerima perjodohan itu.
"Tapi yah, Alya itu...!"
"Tidak ada tapi-tapi. Hentikan ocehanmu yang tak penting!" bentak Ayah langsung memotong perkataanku.
Aku meremas sepuluh jariku dengan kuat. Aku tak di beri kesempatan untuk memilih apalagi menolak.
Harapanku makin sirna saat Ayah menunjuk beberapa pelayan lelaki untuk menjagaku.
"Urus dia, jangan sampai dia kabur!" perintah Ayah pada lima orang pelayan yang langsung siap siaga mengawasi gerak gerikku.
"Dan kamu Leon, kalau sampai Richie kabur, kamu akan saya kurung di gudang belakang, hingga dia di temukan. Apa kamu mengerti?!" gertak Ayah pada Leon.
Raut wajah Leon terlihat berubah pucat pasi. Ia terlihat gemetar ketakutan mendengar perkataan Ayah ku.
"I-iya tuan, saya mengerti." Leon menjawab dengan gugup.
Segitu marahnya Ayah, sehingga Leon yang tak bersalah jadi ikut menanggung beban dari kesalahanku.
"Maafkan aku, Leon." perasaan bersalah menghimpit dadaku.
( VISUAL LEON Si asisten muda )
Aku menatap Leon dengan iba. Sahabatku yang lumayan tampan itu harusnya tidak tersiksa karna ulahku.
"Huh, sudah tua, bikin capek orang tua saja." Keluh Ayah menahan amarah.
DEG!
Ucapan Ayah membuat aku termangu. Ayah benar, aku sudah terlalu tua untuk membuat masalah dan merepotkannya. Aku jadi malu hati sendiri. Ego kembali menjatuhkanku.
"Ayah mempercepat jadwal pernikahanmu. Seminggu lagi, kamu dan Alya harus menikah!Sebelum kamu berniat untuk kabur lagi, aku akan tegaskan padamu. Segala hakmu sebagai anak akan di cabut, jika kamu berani membangkang perintahku." Kecam Ayah dengan nada tinggi tersulut emosi.
Aku terpaksa bungkam seribu bahasa. Tak ada pilihan lain. Mau tak mau, Aku harus pasrah menerima perjodohan yang ku benci itu.
Sungguh, Alya adalah perempuan yang beruntung, bisa mendapat suami seperti aku.
Segitu percaya dirinya Aku? Tentu saja, selain sangat tampan, aku adalah satu-satunya pria terkaya di kotaku yang berstatus masih jomblo.
Dengan satu jentikan jari, aku bisa mendapatkan perempuan mana pun yang ku inginkan.
Tapi Alya? Justru ia yang memilih. Ia yang menunjuk ku untuk menjadi suaminya. Dan Aku tak berdaya, tak bisa menolak. Itu memalukan! Menjatuhkan harga diriku.
AKU BENCI ALYA! Kata benci terpatri di hatiku.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺
"Tuan muda, kata Tuan besar Anda tidak boleh kemana-mana." cegah Leon berdiri menghadang langkahku.
"Aku lapar Leon, ingin makan." Jawabku dongkol.
Di kurung dalam kamar yang luas tanpa makanan membuat cacing di perutku meronta minta di isi. Dari tadi perutku terus berbunyi tak berhenti.
"Tetaplah di kamar Tuan muda. Saya akan menyuruh pelayan mengantarkan makanan untuk anda ke sini." Ucap Leon.
Aku mendengus kesal dan mengibaskan tanganku pelan ke arahnya. Ku hempaskan tubuhku ke atas sofa dengan kasar seraya memejamkan mata, menunggu makanan yang sedang di pesan Leon untukku.
Sejenak aku mendengar Leon bicara dengan salah seorang pelayan lewat walkie talkie untuk mengantarkan makanan ke kamarku.
Tak lama kemudian, Leon kembali menghampiriku dan duduk di atas sofa yang ada di sebelah sofa tempatku berbaring santai.
Dia terlihat gelisah dan sesekali mencuri-curi pandang ke arahku.
"Tuan muda, apa boleh saya bicara sesuatu?" kata Leon tiba-tiba.
Aku mengerling sejenak ke arahnya.
"Hm, bicara apa?" kataku cuek.
"Tuan muda jangan marah ya, janji!" ucap Leon takut.
Aku mengerutkan dahiku heran. Hatiku jadi penasaran dengan apa yang ingin Leon tanyakan padaku.
"Tergantung, kamu mau bicara apa." Ujarku penuh selidik.
Leon tampak bimbang. Ia menatap wajahku yang terlihat tenang dengan kepala sesekali terangkat dan menunduk takut.
"Tuan muda, sebenarnya..."
Tok tok tok...!
Bunyi pintu kamar di ketuk dari luar menghentikan perkataan Leon.
Aku pun segera mengganti posisi tubuhku yang terbaring dengan duduk santai. Dengan kerlingan mata, aku menyuruh Leon untuk membukakan pintu.
Leon segera berdiri menuju pintu kamar.
Pintu kamar pun di bukakan Leon dengan sigap.
Dua orang pelayan wanita muda berparas lumayan cantik terlihat membawakan banyak makanan dengan sebuah meja dorong.
"Suruh mereka masuk!" perintahku pada Leon.
Leon membukakan pintu kamar dengan lebar dan mengajak kedua pelayan wanita itu untuk masuk ke dalam kamar.
"Taruh saja makanan itu di sini!" perintahku pada kedua pelayan wanita itu
Kedua pelayan wanita itu mendorong meja berisikan makanan itu ke arahku dan menghidangkan semua makanan itu di atas meja yang ada di dekat sofaku.
"Ada yang Anda perlukan lagi Tuan muda?" tanya salah seorang pelayan wanita padaku.
Aku menggeleng cepat.
"Untuk saat ini tidak ada, Aku akan memanggil kalian kembali setelah aku selesai makan." Ucapku dengan air liur yang mulai menetes membasahi lidahku.
Aku sudah begitu lapar. Tanpa mempedulikan Leon dan kedua pelayan wanita itu, Aku pun segera menyantap hidangan yang mereka sediakan untukku.
Aku mengabaikan kedua pelayan wanita yang menunduk hormat dan berlalu pergi meninggalkan kamarku.
"Tuan muda, pelan-pelan. Nanti Anda tersedak." Ucap Leon perhatian.
Aku memandangnya sesaat.
"Kamu, apa kamu tidak lapar? Makanlah bersamaku." Kataku kesal.
Leon seperti ibuku saja. Terlalu perhatian, lupa dengan dirinya sendiri yang juga belum makan sedari tadi.
Leon menelan air ludahnya menatap mulutku yang menikmati makanan dengan lahap sekali.
"Tunggu apalagi? Apa kamu mau aku suapkan?" bentakku marah.
"I-iya tuan, saya segera makan." Jawab Leon takut.
Ia pun segera mengambil piring dan menyendok nasi ke dalam piringnya.
Aku tersenyum senang saat Leon ikut makan bersamaku. Suasana hangat seperti keluarga, hanya bisa ku dapatkan saat bersama Leon.
Meski pun Leon bukan siapa-siapa, Dia sudah ku anggap seperti adikku sendiri.
Saking laparnya, Aku melupakan sesuatu tentang Leon. Entah apa yang ingin ia bicarakan padaku. Aku lupa untuk membahasnya lagi. Ku rasa itu tidak terlalu penting.
.
.
.
BERSAMBUNG
Bantu aku mempertahan kan retensi karya ku ya para readers tersayang 😭🙏
Bantu support karya ku dengan LIKE & KOMEN, SUBSCRIBE, VOTE ⭐⭐⭐⭐⭐
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Mr.Arez-Jr
mencurigakan, sileon mau bilang apa sebenarnya
2024-11-23
1
⛩️🪐Ennie maneti✨
sahabat yg baik, seperti keluarga
2025-06-15
1
Mr.Arez-Jr
ya tuhan dia angkuh sekali
2024-12-05
1