bertemu teman lama

Bayu keluar dari rumah sakit, langkah kakinya terasa berat. Hatinya hancur berkeping-keping. Ia tak bisa menahan tangisnya lagi, air matanya mengalir deras membasahi pipinya.

Ia berjalan tanpa arah, terasa seolah dunia berputar dan membuatnya pusing. Ia ingin menghilang, ingin mencari suasana tenang yang bisa menenangkan hatinya yang hancur.

Akhirnya, Bayu menghentikan langkahnya di depan mushola kecil di dekat rumah sakit. Ia memasuki mushola dan menunaikan sholat.

Ia berharap dengan menunaikan sholat, hatinya akan lebih tenang. Ia juga ingin mencari hikmah di balik musibah yang menimpanya.

Setelah sholat, Bayu mendekati Ustadz yang sedang duduk di pojok mushola. Ia berniat bertanya tentang kejadian yang menimpanya.

"Ustadz," sapa Bayu, dengan suara yang gemetar. "Permisi, saya ingin bertanya."

Ustadz itu menoleh ke arah Bayu dan tersenyum lembut.

"Silahkan, Nak," jawab Ustadz itu, dengan suara yang tenang. "Ada apa?"

"Ustadz, apakah diperbolehkan seorang kakak tiri menikahi adik tirinya?" tanya Bayu, dengan suara yang gemetar.

Ustadz itu terdiam sejenak, mencoba mencerna pertanyaan Bayu. Kemudian, ia menjawab dengan suara yang lembut.

"Nak, pernikahan itu harus berlandaskan pada syariat Islam. Islam melarang pernikahan antara mahram, termasuk kakak tiri dengan adik tirinya."

Bayu tertunduk lesu mendengar jawaban Pak Ustadz itu. Ia merasakan seolah-olah dunianya hancur berantakan. Ia tak percaya bahwa ayahnya telah melakukan perbuatan bejat itu.

"Jadi, ayah saya telah melakukan dosa besar?" tanya Bayu, dengan suara yang gemetar.

Pak Ustadz mengangguk setuju.

"Ya, Nak," jawab Pak Ustadz, dengan suara yang lembut. "Ayahmu telah melakukan dosa besar. Ia telah melanggar larangan Allah."

Bayu merasakan kemarahan yang mendidih di dalam hatinya. Ia ingin membalas perbuatan bejat ayahnya yang telah menghancurkan hidup adiknya.

"Ustadz, bagaimana cara saya mendapatkan keadilan untuk adik saya?" tanya Bayu, dengan suara yang penuh kemarahan.

Pak Ustadz menatap Bayu dengan tatapan yang penuh simpati.

"Nak, keadilan hanya milik Allah," jawab Pak Ustadz, dengan suara yang lembut. "Namun, kamu bisa mencari keadilan di dunia dengan cara yang benar."

BAyu menatap Pak Ustadz dengan tatapan yang penuh harap. Ia ingin mendapatkan jawaban yang bisa meringankan beban hatinya.

"Ustadz, bagaimana dengan janin yang dikandung adik saya? Apakah janin itu juga anak dari ayah saya?" tanya Bayu dengan suara yang gemetar.

Pak Ustadz terdiam sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan

Pak Ustadz menatap Bayu dengan tatapan yang penuh simpati. Ia mencoba memberikan kata-kata penghiburan pada Bayu yang sedang berduka.

"Nak, janin yang dikandung adikmu itu adalah amanah dari Allah," jawab Pak Ustadz, dengan suara yang lembut. "Ia berhak mendapatkan perhatian dan kasih sayang."

Bayu terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Pak Ustadz. Ia merasakan seolah-olah ada seberkas cahaya yang menyinari hatinya yang gelap.

"Terima kasih, Ustadz," kata Bayu, dengan suara yang gemetar. "Saya rasa saya sudah mendapat jawaban yang saya cari."

Bayu kemudian berpamitan pada Pak Ustadz dan meninggalkan mushola. Ia merasa sedikit lebih tenang setelah berbicara dengan Pak Ustadz. Ia merasakan seolah-olah ada seberkas cahaya yang menyinari hatinya yang gelap.

Bayu berpamitan pada Pak Ustadz dan meninggalkan mushola. Ia mencoba mengatur napasnya dan menenangkan hatinya yang masih bercampur aduk dengan kesedihan dan kemarahan. Ia berjalan lambat menuju parkiran motor.

"Aku harus kuat," gumam Bayu, dengan suara yang gemetar. "Aku harus mencari keadilan untuk Daira dan anaknya."

Bayu menyalakan motornya dan melaju perlahan meninggalkan mushola. Ia tak tahu harus kemana lagi. Ia hanya ingin mencari suasana tenang yang bisa menenangkan hatinya yang hancur.

Bayu melaju perlahan dengan motornya. Pikirannya masih berkaca-kaca mengenai kematian Daira dan perbuatan bejat ayahnya. Ia ingin segera menemukan solusi untuk masalahnya ini.

"Aku harus mencari keadilan untuk Daira," gumam Bayu, dengan suara yang gemetar. "Aku harus membuat ayahku menyesal."

Tiba-tiba, Bayu melihat sesuatu yang familiar di depannya. Seorang pria sedang berdiri di pinggir jalan, mengangguk ke arahnya.

"Ardi?" panggil Bayu, dengan suara yang heran.

Pria itu tersenyum lebar dan mengangguk.

"Bayu! Lama gak ketemu!" sapa Ardi, dengan suara yang gembira.

Bayu menghentikan motornya di pinggir jalan dan turun. Ia merasa sangat senang bertemu dengan sahabat lamanya itu.

"Ardi, lama gak ketemu," jawab Bayu, dengan senyum yang lebar.

Mereka berdua berpelukan dengan erat. Bayu merasa sangat bahagia bisa bertemu dengan Ardi lagi.

"Kenapa kamu mukanya lesu gitu, Bayu?" tanya Ardi, dengan wajah yang penuh keprihatinan.

"Aku lagi sedih, Ardi," jawab Bayu, dengan suara yang gemetar.

Ardi merasa ingin mengulik sedikit tentang perasaan Bayu. Ia ingin membantu sahabat lamanya itu.

"Cerita dong, Bayu," kata Ardi, dengan suara yang lembut. "Siapa tahu, aku bisa membantumu."

Bayu menceritakan semuanya pada Ardi, mulai dari Daira kritis hingga perbuatan bejat ayahnya. Ardi mendengarkan dengan seksama cerita Bayu. Ia merasakan seolah-olah ia sedang menonton film drama yang sangat menyayat hati.

"Wah, kasian banget sih, Bayu," kata Ardi, dengan suara yang penuh simpati. "Tapi, kamu harus tetap kuat. Jangan sampai kamu terpuruk dalam kesedihan."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!