Bayu melangkah gontai keluar dari ruang tunggu rumah sakit. Udara dingin malam menusuk kulitnya, tapi rasa dingin itu tak sebanding dengan dinginnya kepedihan yang mencengkeram hatinya. Ambulans telah meluncur membawa jasad istri dan anak-anaknya, meninggalkan kehampaan di dalam ruangan itu.
Langkahnya berat menuju parkiran. Kunci motornya masih tergeletak di atas dashboard mobil, seolah-olah menunggu untuk diajak beranjak. Bayu meraihnya, tangannya terasa berat. Pandangannya kosong, tertuju pada aspal yang gelap. Tanpa kata-kata, dia menaiki motornya dan melaju meninggalkan rumah sakit, meninggalkan segalanya di belakang.
Ke mana dia akan pergi? Tidak ada yang dia tahu. Hanya angin malam yang menerpa wajahnya, menemaninya dalam keheningan. Hanya satu hal yang pasti: Dia tak akan pernah menemukan ketenangan, tak akan pernah menemukan kedamaian, sampai ruhnya sendiri ikut pergi.
Angan itu terasa pengap, udara dingin dari AC tak mampu meredakan panas yang membara di dada Bayu. Matanya tertuju pada ranjang tempat adiknya terbaring, tubuh mungilnya terbalut selimut putih, wajahnya pucat pasi. Seorang dokter dengan wajah serius dan tangan cekatan menangani adiknya, tak henti-henti memeriksa denyut nadinya, meneteskan obat ke infus, dan melakukan berbagai tindakan medis lainnya.
Setiap gerakan dokter itu seperti menusuk jantung Bayu. "Ya Allah, selamatkan adikku," lirihnya dalam hati. Doa-doa itu keluar tak henti-henti dari bibirnya, melebur dalam keputusasaan dan harapan. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya. Dia ingin sekali menggantikan posisi adiknya, menanggung sakit yang sedang dideritanya.
Bayu tak henti-henti memandangi adiknya. Hatinya dipenuhi rasa cemas dan takut. "Ya Tuhan, tolong berikan dia kesempatan untuk hidup," pinta Bayu dalam doa. "Aku mohon, jangan ambil dia dariku."
Di luar ruangan, hujan rintik-rintik mulai turun, seolah-olah ikut merasakan kesedihan Bayu. Namun, Bayu tetap bertekad untuk terus berdoa, mengharapkan keajaiban dari Yang Maha Kuasa.
Hanya kepada-Nya lah dia menggantungkan harapan, hanya kepada-Nya lah dia memohon untuk kesembuhan adiknya.
Detak jantung Bayu seakan berhenti sejenak ketika pintu ruang perawatan terbuka. Dokter keluar, wajahnya muram dan penuh kelelahan. Bayu langsung berdiri, matanya tertuju pada dokter itu dengan harap-harap cemas.
"Dokter, bagaimana keadaan adik saya?" tanya Bayu, suaranya bergetar.
Dokter menghela napas berat. "Kondisi Daira kritis, Pak. Kami sudah melakukan yang terbaik, tapi dia mengalami banyak pendarahan internal. Keadaan Daira sangat lemah, kami perlu segera melakukan operasi. Tapi, risikonya sangat tinggi."
Perkataan dokter itu seperti menghantam Bayu. Kritis? Risiko tinggi? Pikirannya berputar-putar, tak mampu mencerna informasi yang baru saja diterimanya.
"Apakah ada kemungkinan dia bisa sembuh, Dok?" tanya Bayu lagi, suaranya hampir tak terdengar.
Dokter menggeleng pelan. "Saya tak bisa berjanji, Pak. Kami akan berusaha semaksimal mungkin, tapi semuanya tergantung pada kondisi Daira dan kehendak Tuhan."
Bayu terpaku di tempat. Air mata mengalir deras di pipinya. Semua harapan yang sempat terbersit dalam hatinya sirna seketika. Dia tak tahu harus berbuat apa, tak tahu harus berkata apa.
"Saya mohon, Dok, tolong selamatkan adik saya," lirih Bayu, suaranya terisak. "Tolong, lakukan yang terbaik untuknya."
Dokter mengangguk pelan. "Kami akan berusaha semaksimal mungkin, Pak."
Bayu terduduk lemas di kursi. Tangisnya pecah, meluapkan semua kesedihan dan keputusasaan yang menghantamnya. Dia tak pernah membayangkan, kesedihan yang begitu mendalam akan menerpa dirinya.
"Ya Allah, tolong selamatkan adikku," doanya lirih, suaranya bercampur dengan isak tangis. "Jangan ambil dia dariku."
Bayu meremas tangannya erat-erat, mencoba untuk tetap tegar, mencoba untuk tetap kuat. Dia harus kuat demi adiknya, dia harus terus berdoa, mengharapkan keajaiban dari Yang Maha Kuasa.
Bayu terdiam, pikirannya melayang ke masa depan yang belum pasti. Kritis? Operasi? Semua kata-kata itu berputar di kepalanya, menyerang kesadarannya. Tapi, di tengah keputusasaan, satu pertanyaan muncul dalam pikirannya:
"Bagaimana dengan bayinya, Dok?" tanya Bayu lirih, suaranya terdengar begitu kecil.
Dokter terdiam sejenak, tampak ragu untuk menjawab. "Kami akan berusaha menyelamatkan keduanya, Pak. Tapi, kondisi Daira sangat lemah, dan operasi ini memiliki risiko tinggi untuk kedua belah pihak."
Bayu menghela napas panjang, mencoba untuk mencerna informasi yang baru saja diterimanya. Bayi? Bagaimana dengan janin Daira? Apakah dia juga akan ikut terancam?
"Bagaimana dengan kondisinya, Dok? Apakah bayinya juga kritis?" tanya Bayu, suaranya bergetar.
"Kami belum bisa memastikan kondisinya secara pasti, Pak. Kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut setelah operasi."
Bayu menunduk, matanya terpejam rapat. Pikirannya bercampur aduk. Dia tak pernah membayangkan bahwa tragedi ini akan menimpanya. Daira, adiknya yang ceria, kini terbaring lemah, menantang maut. Dan bayinya? Apakah dia akan selamat?
Rasa cemas dan takut menggerogoti hatinya. Bayu berjanji dalam hati, jika adiknya dan bayinya selamat, dia akan menjadi kakak yang lebih baik lagi. Dia akan selalu ada untuk mereka, menjaganya, dan menyayanginya.
"Ya Allah, tolong selamatkan Daira dan bayinya," doanya lirih, suaranya bercampur dengan isak tangis. "Berikan mereka kesempatan untuk hidup."
Bayu menatap dokter dengan penuh harap. Dia menunggu jawaban dokter dengan jantung berdebar kencang. Apakah bayinya akan baik-baik saja?
"Kami melakukan pemeriksaan ultrasound," kata dokter, suaranya pelan. "Dan kami senang mengungkapkan bahwa bayinya baik-baik saja. Denyut jantungnya kuat dan semuanya berjalan normal."
Perkataan dokter itu menghilangkan semua kegelapan yang menyelimuti hati Bayu. Seolah-olah sebuah sinar cahaya menembus awan kelabu yang menutupi dunianya.
"Syukurlah," gumam Bayu, air matanya mengalir deras lagi, kali ini diiringi rasa syukur dan harapan.
"Tapi," lanjut dokter, suaranya sedikit menurun, "kondisi Daira sangat lemah. Operasi sangat berisiko, dan kita harus bersiap untuk semua kemungkinan."
Bayu mengangguk pelan. Dia memahami risiko yang dihadapi adiknya. Tapi, setidaknya, dia tahu bahwa bayinya baik-baik saja. Itu memberinya sedikit tenaga untuk terus berjuang.
"Kami akan berusaha semaksimal mungkin, Pak," kata dokter. "Mohon doanya."
Bayu menegakkan badannya, matanya tertuju pada pintu ruang perawatan dimana Daira terbaring lemah.
"Ya Allah, tolong selamatkan Daira," doanya lirih, "dan jagalah bayinya."
Dia berjanji dalam hati, jika Daira dan bayinya selamat, dia akan melakukan segala sesuatu untuk menjaganya. Dia akan menjadi kakak yang lebih baik, ayah yang baik untuk bayinya.
Bayu tahu, perjalanan yang menantinya masih panjang. Tapi, setidaknya, dia masih memiliki seutas harapan. Harapan untuk melihat adiknya sembuh, untuk melihat bayinya lahir dengan selamat.
Bayu menatap dokter dengan harap-harap cemas. "Dokter, apakah saya boleh melihat Daira?" tanyanya, suaranya sedikit bergetar.
Dokter terdiam sejenak, merenungkan permintaan Bayu. "Tentu saja, Pak," jawab dokter akhirnya. "Tapi, keadaan Daira masih lemah dan perlu istirahat. Sebaiknya Anda tidak terlalu lama di sini, dan jangan membuatnya terlalu lelah."
Bayu mengangguk pelan. "Terima kasih, Dokter," ucapnya, lalu melangkah menuju ruang perawatan.
Hatinya berdebar kencang saat dia membuka pintu ruangan. Daira terbaring lemah di ranjang, wajahnya pucat, tubuhnya terbalut selimut putih. Alat-alat medis menempel di sekujur tubuhnya, menjadi bukti perjuangannya melawan sakit.
Bayu mendekat dan duduk di samping ranjang. Dia meraih tangan Daira dan menggenggamnya erat-erat. "Dek," bisiknya, suaranya bergetar. "Kamu akan baik-baik saja."
Daira mengerang pelan, matanya terpejam. "Kak..." gumamnya lirih, suaranya nyaris tak terdengar.
Bayu tersenyum sedikit. "Aku di sini, Dek. Aku akan selalu ada untukmu."
Dia menatap wajah adiknya dengan penuh cinta dan kasih sayang. "Kamu kuat, Dek. Kamu bisa melewati ini."
Bayu menghela napas dalam, mencoba untuk tetap tegar. Dia tahu, perjalanan yang menantinya masih panjang. Tapi, setidaknya, dia masih memiliki seutas harapan. Harapan untuk melihat adiknya sembuh, untuk melihat bayinya lahir dengan selamat.
"Aku akan selalu menjagamu, Dek," bisik Bayu lagi, sambil mencium kening adiknya dengan lembut. "Semangat ya, Dek."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments