"Aaaaaaaa!" jeritan Daira memecah kesunyian malam. Bayu dan Dira, yang sedang berada di ruang keluarga, tersentak kaget. Tanpa pikir panjang, mereka berlari menuju kamar Daira, jantung mereka berdebar-debar tak menentu.
Pintu kamar Daira terbuka dengan kasar, menampakkan pemandangan yang membuat Dira tersentak mundur. Kamar itu berantakan—pakaian berserakan di lantai, buku-buku tergeletak sembarangan, dan pecahan kaca berserakan di dekat meja rias. Bau anyir darah memenuhi udara, menusuk hidung dan membuat perut Dira mual.
Di tengah kekacauan itu, Daira tergeletak tak sadarkan diri di lantai, tubuhnya terkulai lemas. Darah segar menggenang di bawahnya, membasahi karpet berwarna krem. Dira menjerit, menutup mulutnya dengan tangan, air matanya mengalir deras. Bayu, dengan sigap, berlutut di samping Daira, memeriksa denyut nadinya.
"Dia masih bernapas," gumam Bayu, suaranya gemetar. "Tapi dia kehilangan banyak darah." Matanya tertuju pada pergelangan tangan Daira yang terluka parah, luka sayatan yang dalam dan berdarah menganga. Sebuah pisau kecil, dengan gagang berwarna merah tua, tergeletak beberapa sentimeter dari tangan Daira.
Dira mendekat, tubuhnya gemetar hebat. Dia menunduk, menatap wajah putrinya yang pucat pasi. "Daira... sayang..." bisiknya, suaranya tercekat oleh isak tangis. "Apa yang telah kau lakukan?"
Bayu segera meraih ponselnya, menghubungi ambulans. "Tolong, cepat! Ada seorang gadis yang mencoba bunuh diri! Dia terluka parah!" suaranya panik.
Sementara menunggu ambulans tiba, Bayu berusaha untuk menghentikan pendarahan dengan kain bersih yang diambil dari kamar mandi. Dira hanya bisa duduk di samping Daira, memeluk tubuh putrinya yang dingin, air mata terus mengalir membasahi pipinya. Keheningan mencekam ruangan, hanya diiringi isak tangis Dira dan suara napas Bayu yang terengah-engah. Bau anyir darah masih terasa kuat, menggantung di udara, menjadi saksi bisu dari peristiwa mengerikan yang baru saja terjadi.
Sirine ambulans memecah kesunyian, suara mendesing yang menandakan kedatangan pertolongan. Bayu, dengan gerakan cepat dan penuh kepanikan, menggendong Daira yang masih tak sadarkan diri ke dalam ambulans. Paramedis bergegas memeriksa kondisi Daira, memasang oksigen dan menyiapkan peralatan medis lainnya. Wajah Bayu penuh dengan keputusasaan dan kecemasan, matanya berkaca-kaca.
"Cepat, Pak! Tolong selamatkan adik saya!" ucap Bayu, suaranya bergetar, memohon kepada paramedis. Dia membantu paramedis mengangkat brankar yang membawa Daira ke dalam ambulans.
Pintu ambulans tertutup, dan kendaraan itu melaju cepat meninggalkan rumah Bayu. Di balik jendela rumah yang terbuka, tetangga-tetangga Bayu mulai berdatangan, wajah-wajah mereka dipenuhi dengan rasa ingin tahu dan kekhawatiran.
"Ada apa sih? Kenapa ramai-ramai?" tanya seorang ibu-ibu, menggendong anaknya.
"Daira, adiknya Bayu, terluka parah," jawab seorang tetangga lainnya, suaranya berbisik. "Katanya dia mencoba bunuh diri."
Seketika, suasana menjadi hening. Bisikan-bisikan memenuhi udara, campuran rasa terkejut, iba, dan gosip. Beberapa tetangga saling berpandangan, mata mereka dipenuhi dengan simpati dan pertanyaan.
"Ya ampun... kasihan sekali," ucap seorang wanita tua, menggelengkan kepalanya. "Masih muda sekali..."
"Semoga dia selamat," tambah yang lain, menambahkan doa dalam hati.
Beberapa tetangga lainnya mulai berdiskusi, menebak-nebak apa yang menyebabkan Daira nekat melakukan hal tersebut. Ada yang berbisik tentang masalah keluarga, ada pula yang menduga karena masalah percintaan. Berbagai spekulasi bermunculan, menambah suasana menjadi semakin ramai dan penuh dengan ketegangan.
Bayu, yang masih berdiri di depan rumah, menatap kepergian ambulans dengan tatapan kosong. Dia merasa dunia seakan runtuh, dihantam oleh peristiwa yang begitu mengejutkan dan menyakitkan. Dia berharap, dengan segenap hati, adiknya akan baik-baik saja. Doa-doa dari tetangga-tetangganya seakan menjadi satu-satunya harapan yang tersisa.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments