Bayu menyambut ibunya, Dira, pulang dengan senyuman lebar. "Ibu, selamat datang!" serunya, membantu Dira membawa tas belanjaan. Dira tersenyum hangat, "Terima kasih, Bayu. Ibu lelah sekali hari ini."
Bayu membantu ibunya meletakkan tas di sofa, lalu mendekat ke Dira. "Ibu, apa yang terjadi? Kenapa wajah ibu tampak sedih?" tanyanya dengan nada khawatir.
Dira menghela napas panjang, "Ibu sedih, Bayu. Daira tidak mau sekolah lagi."
Bayu mengerutkan kening, "Kenapa? Apakah Daira sakit?"
Dira menggeleng, "Tidak. Dia hanya... dia dibully teman-temannya di sekolah."
Bayu terkejut. "Dibully? Bagaimana bisa? Daira kan anak yang baik."
Aroma sup ayam yang gurih dan hangat memenuhi rumah. Dira, dengan senyum lembut, menata semangkuk sup ayam dan nasi hangat di atas meja makan. Dia menambahkan beberapa lauk sederhana sebagai pelengkap. Setelah memastikan semuanya sudah siap, Dira memanggil anak-anaknya.
"Bayu... Daira... Makan malam sudah siap!" suaranya terdengar ramah, berusaha untuk menghilangkan ketegangan yang masih terasa di antara mereka.
Bayu keluar dari kamarnya, wajahnya tampak sedikit lebih rileks setelah menyelesaikan tugas kampusnya. Daira yang tadinya asyik menonton drama Korea, segera mematikan televisi dan bergabung dengan mereka di meja makan. Meskipun matanya masih sedikit sembab, senyum tipis terlihat di bibirnya saat melihat sup ayam kesukaannya.
Ketiganya duduk bersama di meja makan, menikmati makan malam dalam suasana yang lebih tenang. Dira sesekali melirik Daira, memastikan putrinya itu makan dengan baik. Suasana makan malam kali ini terasa lebih hangat, dipenuhi dengan aroma masakan rumahan dan kasih sayang seorang ibu yang berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.
Dira mengusap lembut pipi Bayu. "Ibu tahu, Bayu. Tapi terkadang, anak-anak bisa bersikap kejam. Daira sudah tidak kuat menahannya. Dia ingin berhenti sekolah."
Bayu menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca. "Ibu, kita harus membantu Daira. Kita tidak boleh membiarkannya menyerah."
Dira memeluk Bayu erat. "Ibu tahu, Bayu. Kita harus mencari cara untuk mengatasi masalah ini."
Bayu dan Dira berdiskusi tentang cara membantu Daira mengatasi masalah bullying yang dialaminya. Mereka berencana untuk berbicara dengan guru Daira dan juga orang tua teman-temannya. Mereka percaya bahwa dengan bekerja sama, mereka bisa membantu Daira kembali merasa aman dan nyaman di sekolah.
Bayu mengerutkan kening, "Tidak, Ibu. Daira tidak boleh berhenti sekolah. Kita harus mencari jalan keluarnya." Bayu menatap Daira dengan serius, "Daira, kamu harus kuat. Jangan biarkan mereka mengalahkanmu. Sekolah itu penting untuk masa depanmu."
Daira menunduk, air matanya mulai menetes. "Tapi, Kak, aku takut. Mereka selalu mengejekku dan membuatku malu."
Bayu mengelus kepala Daira lembut. "Aku mengerti, Dira. Tapi kamu harus ingat, mereka yang membully kamu adalah orang yang lemah. Mereka takut dengan keberanianmu dan kebaikanmu. Jangan biarkan mereka merusak mimpi-mimpi indahmu."
"Kak, aku tidak tahu harus berbuat apa," Daira terisak.
Bayu tersenyum, "Tenang, Dira. Kakak akan membantumu. Kita akan bicara dengan guru dan orang tua mereka. Kita akan melawan bullying ini bersama-sama."
Daira mengangkat wajahnya, matanya berkaca-kaca. "Benarkah, Kak? Terima kasih, Kak. Aku tidak tahu harus berbuat apa tanpa Kakak."
Bayu mengangguk mantap, "Ya, Dira. Kamu bukan sendirian. Kakak selalu ada untukmu."
Dira memeluk Bayu erat, "Terima kasih, Kak."
Dira merasa sedikit lebih tenang setelah mendapat dukungan dari kakaknya. Bayu benar, dia tidak boleh menyerah. Dia harus melawan bullying ini dan terus bersekolah untuk meraih mimpinya.
Bayu mengerutkan kening, "Enggak, Bu. Daira gak boleh berhenti sekolah. Kita harus cari jalan keluarnya." Bayu menatap Daira serius, "Daira, kamu harus kuat. Jangan biarin mereka ngalahin kamu. Sekolah itu penting buat masa depan kamu."
Daira menunduk, matanya berkaca-kaca. "Tapi, Kak, aku takut. Mereka selalu mengejek aku dan bikin aku malu."
Bayu mengelus kepala Daira lembut. "Aku ngerti, Dira. Tapi kamu harus ingat, mereka yang ngebully kamu itu orang yang lemah. Mereka takut sama keberanian kamu dan kebaikan kamu. Jangan biarin mereka rusak mimpi-mimpi indah kamu."
"Kak, aku gak tahu harus ngapain," Daira terisak.
Bayu tersenyum, "Tenang, Daira. Kakak bakal bantu kamu. Kakak bakal dateng ke sekolah kamu, ngomong sama guru dan orang tua mereka. Kalo mereka gak mau berhenti, kita lapor ke polisi."
Daira mengangkat wajahnya, matanya berkaca-kaca. "Beneran, Kak? Terima kasih, Kak. Aku gak tahu harus ngapain tanpa Kakak."
Bayu mengangguk mantap, "Iya, Daira. Kamu gak sendirian. Kakak selalu ada buat kamu."
Daira meluk Bayu erat, "Terima kasih, Kak."
Dira merasa sedikit lebih tenang setelah mendapat dukungan dari kakaknya. Bayu bener, dia gak boleh menyerah. Dia harus lawan bullying ini dan terus sekolah buat raih mimpinya.
Dira menghela napas panjang, "Ibu tahu, Bayu. Kita harus mencari cara untuk mengatasi masalah ini." Dira memeluk Bayu erat, lalu melepaskan pelukannya dan berkata, "Ibu harus pergi ke kamar dulu, meletakkan tas. Kalian berdua tunggu di sini ya."
Bayu mengangguk, "Iya, Bu." Daira masih terisak, "Kakak, aku takut." Bayu mengelus punggung adiknya, "Tenang, Daira. Kakak akan selalu ada untukmu."
Dira beranjak menuju kamarnya, meninggalkan kedua anaknya di ruang tamu. Dia meletakkan tasnya di atas ranjang, lalu kembali ke dapur. "Bayu, Daira, ibu mau masak. Kalian mau makan apa?"
Bayu menjawab, "Apa saja, Bu. Yang penting enak." Daira hanya mengangguk, matanya masih berkaca-kaca. Dira tersenyum lembut, "Nanti ibu buatkan sup ayam kesukaan Daira ya."
Dira mulai memasak, berusaha untuk mengabaikan kekhawatirannya. Dia harus kuat untuk anak-anaknya. Dia harus mencari cara untuk melindungi Daira dari bullying yang dialaminya. Dia berjanji pada dirinya sendiri, dia tidak akan membiarkan Daira menyerah.
Dira menghela napas panjang, "Ibu tahu, Bayu. Kita harus mencari cara untuk mengatasi masalah ini." Dira memeluk Bayu erat, lalu melepaskan pelukannya dan berkata, "Ibu harus pergi ke kamar dulu, meletakkan tas. Kalian berdua tunggu di sini ya."
Bayu mengangguk, "Iya, Bu." Daira masih terisak, "Kakak, aku takut." Bayu mengelus punggung adiknya, "Tenang, Daira. Kakak akan selalu ada untukmu."
Dira beranjak menuju kamarnya, meninggalkan kedua anaknya di ruang tamu. Dia meletakkan tasnya di atas ranjang, lalu kembali ke dapur. "Bayu, Daira, ibu mau masak. Kalian mau makan apa?"
Bayu menjawab, "Apa saja, Bu. Yang penting enak." Daira hanya mengangguk, matanya masih berkaca-kaca. Dira tersenyum lembut, "Nanti ibu buatkan sup ayam kesukaan Daira ya."
Bayu pun pamit, "Bu, aku mau ke kamar dulu ya. Aku masih ada tugas dari kampus yang harus diselesaikan."
Dira mengangguk, "Iya, Bayu. Jangan lupa makan malam ya."
Bayu beranjak ke kamarnya, meninggalkan Daira sendirian di ruang tamu. Daira menghidupkan televisi dan mulai menonton drama Korea sambil menunggu ibunya selesai memasak.
Dira sibuk di dapur, mengolah bahan-bahan untuk sup ayam. Dia berharap masakannya bisa sedikit menghibur Daira dan membuatnya merasa lebih baik. Dia berjanji pada dirinya sendiri, dia akan terus berusaha untuk melindungi Daira dan membantunya menghadapi masa-masa sulit ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments