polisi menginterogasi bagas

Ruangan interogasi di kantor polisi terasa dingin dan pengap, meskipun AC menyala. Bagas duduk di kursi, tangannya terikat di belakang punggung, menatap lantai dengan pandangan kosong. Di depannya, seorang polisi dengan wajah tegas, mencatat sesuatu di buku catatannya.

"Jadi, Anda mengaku melakukan pelecehan seksual terhadap Daira?" tanya polisi itu dengan suara datar.

Bagas menggeleng pelan, "Tidak, itu tidak benar. Saya tidak pernah melakukan hal itu."

"Lalu, kenapa Daira menuduh Anda?"

"Saya tidak tahu. Mungkin dia salah paham. Atau mungkin dia dihasut oleh orang lain."

Polisi itu menaikkan alisnya, "Anda tahu, Daira adalah anak yang sangat polos. Dia tidak akan pernah berbohong tentang hal seperti ini."

"Saya tahu, tapi saya benar-benar tidak bersalah. Saya sangat mencintai Daira, seperti anak kandung saya sendiri."

"Cinta tidak bisa menjadi alasan untuk melakukan pelecehan seksual. Anda harus bertanggung jawab atas perbuatan Anda."

Bagas terdiam, menatap lantai dengan pandangan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia merasa terjebak dalam situasi yang sulit. Dia tidak ingin mengakui perbuatannya, tapi dia juga takut akan konsekuensi yang akan dia hadapi.

"Bagas " kata polisi itu dengan suara yang lebih lembut, "Kami memiliki bukti yang kuat terhadap Anda. Lebih baik Anda jujur dan menceritakan semuanya."

Bagas menelan ludah, matanya berkaca-kaca. Dia tahu bahwa dia tak bisa menyangkal lagi. Bukti yang dimiliki polisi terlalu kuat. Dia menutup matanya sejenak, mencoba menarik napas dalam-dalam.

"Baiklah," katanya dengan suara gemetar, "Saya akui saya telah melakukan kesalahan yang besar. Saya sangat menyesal."

"Ceritakan semuanya dengan jujur," kata polisi itu. "Apa yang terjadi sebenarnya?"

Bagas menceritakan semuanya dengan jujur. Dia menceritakan bagaimana dia melakukan pelecehan seksual terhadap Daira,

"Saya kesepian, Pak," ucap Arman, suaranya bergetar, "Istri saya bekerja di luar negeri, meninggalkan saya sendirian di rumah. Saya merasa sangat kosong, sangat kesepian. Saya tidak tahu harus berbuat apa..."

"Itu bukan alasan untuk melakukan hal yang keji seperti ini," potong polisi dengan tegas. "Daira adalah anak yang masih kecil, dia tidak mengerti apa-apa. Anda telah merusak masa depannya."

"Saya tahu, Pak. Saya menyesal," kata Arman, menunduk dalam-dalam. "Saya sangat menyesal. Saya tak pernah bermaksud melakukan hal ini. Tapi saya tak tahu lagi harus berbuat apa. Saya merasa sangat terpuruk, sangat kehilangan. Saya melihat Daira seperti anak kandung saya sendiri, tapi saya tak bisa menahan diri lagi."

"Kesepian bukanlah alasan untuk melakukan kejahatan," tegas polisi. "Anda harus bertanggung jawab atas perbuatan Anda. Anda telah melukai Daira secara mendalam, dan Anda harus menanggung konsekuensinya."

Bagas menatap lantai, matanya berkaca-kaca. Dia tahu bahwa dia tak bisa menghindar dari konsekuensi perbuatannya. Dia telah merusak hidup Daira, dan dia harus menanggung akibatnya.

"Saya menyesal, Pak," katanya dengan suara gemetar. "Saya menyesal telah merusak masa depan anak saya."

Polisi menatap Arman dengan tatapan yang keras. "Anda harus menanggung akibat dari perbuatan Anda. Dan Anda harus berusaha untuk memperbaiki kesalahan Anda."

Bagas mengangguk lambat. Dia tahu bahwa jalan yang akan dia tempuh tidak akan mudah. Dia harus menghadapi hukuman atas perbuatannya. Dia harus menanggung rasa bersalah dan penyesalan sepanjang hidupnya. Dan yang paling penting, dia harus berusaha untuk memperbaiki hubungannya dengan Daira, meskipun dia tahu bahwa hal itu akan sangat sulit.

Bagas berjalan gontai, langkahnya berat, diiringi oleh polisi itu menuju sel tahanan. Pandangannya kosong, menatap lantai, tak berani menatap wajah polisi yang menyeramkan. Rasa bersalah dan penyesalan mencengkeram hatinya dengan kuat.

Dia telah melakukan kesalahan besar, merusak hidup Daira, anak yang selama ini dia cintai. Dia telah melanggar kepercayaan Daira, menghancurkan kebahagiaan yang seharusnya dia rasakan.

Di sepanjang koridor, suara langkah kaki mereka bergema, menyertai detak jantung Bagas yang berdebar kencang. Dia merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk, mimpi yang tak akan pernah berakhir.

Sampai di depan sel tahanan, polisi itu membuka pintu besi yang berderit. Bau kotoran dan keringat menyerbu hidung Bagas Ruangan itu sempit dan gelap, hanya ada kasur beralas tipis dan toilet yang menyeramkan.

"Masuk!" perintah polisi itu dengan suara ketus.

Bagas melangkah masuk ke dalam sel tahanan. Pintu besi terbanting keras, menghasilkan suara dentuman yang menyeramkan. Bagas terdiam, menatap dinding sel yang kotor dan berlumut.

Dia merasa terisolasi dari dunia luar. Dia tak bisa lagi melihat wajah Daira, tak bisa lagi mendengar suara ketawanya. Dia hanya bisa merasakan rasa bersalah dan penyesalan yang menyerang hatinya dengan sangat kuat.

Bagas menjatuhkan diri ke atas kasur yang keras dan dingin. Dia menutup matanya, mencoba menghilangkan bayangan Daira yang terus menghantuinya.

Dia tahu bahwa ini baru permulaan. Dia harus menghadapi konsekuensi dari perbuatannya. Dia harus menjalani hukuman yang telah ditentukan untuknya. Dan yang paling penting, dia harus berusaha untuk memperbaiki kesalahan yang telah dilakukannya. Meskipun dia tahu bahwa hal itu akan sangat sulit.

Pintu besi berderit keras saat tertutup, memisahkan Bagas dari dunia luar. Bau pengap dan apek ruangan terasa menyengat hidungnya. Bagas terhuyung sedikit, kaki terasa lemas. Dia menoleh, melihat beberapa tahanan lain yang tengah duduk atau berbaring di atas kasur-kasur tipis dan kotor.

Tatapan mereka—tajam, mengancam, penuh dengan ketidakpercayaan— langsung tertuju padanya. Bagas merasakan bulu kuduknya merinding. Ada sesuatu yang berbeda di sini, atmosfer yang jauh lebih berat dan mencekam daripada yang pernah dia bayangkan.

Seorang tahanan bertubuh besar dan kekar, dengan tato yang menghiasi lengannya, perlahan bangkit dan mendekat. Langkahnya berat, menimbulkan bunyi gedebuk di lantai yang terbuat dari semen. Bagas bisa merasakan nafasnya yang panas membasahi lehernya.

Tahanan itu berhenti tepat di hadapan Bagas , wajahnya dibayangi oleh cahaya remang-remang, menciptakan bayangan yang menyeramkan. Tatapannya tajam, menembus hingga ke dalam jiwa Bagas

Tidak ada kata-kata yang terucap, hanya tatapan yang penuh intimidasi. Bagas bisa merasakan hawa dingin yang menusuk tulang punggungnya. Dia tahu, dia berada di tempat yang salah, di antara orang-orang yang salah. Dia telah melakukan kesalahan yang sangat fatal, dan sekarang dia harus membayarnya dengan mahal.

Bagas mencoba untuk menunduk, menghindari tatapan mata itu, tetapi rasa takut telah mencengkeramnya erat-erat. Dia menyadari bahwa kehidupan barunya di dalam sel tahanan ini akan jauh lebih sulit dan mengerikan daripada yang pernah dia bayangkan. Kehidupan yang penuh dengan ancaman, kekerasan, dan ketidakpastian. Dia hanya bisa berharap agar dia bisa bertahan hidup di tempat yang mengerikan ini.

Setelah memastikan pintu sel terkunci rapat dengan bunyi klik yang tegas, polisi itu berbalik dan meninggalkan Bagas sendirian dalam sel tahanan yang sempit dan pengap. Langkah kakinya terdengar semakin menjauh, menghilang di balik koridor yang panjang dan gelap.

Bagas masih terpaku di tempat, mengamati punggung polisi yang menjauh. Suasana hening kembali menyelimuti ruangan, hanya suara napas Bagas yang terdengar tersengal-sengal.

Dia merasa terisolasi, terasing, dan sangat takut. Rasa bersalah dan penyesalan menyerang hatinya dengan sangat kuat. Dia telah melakukan kesalahan yang besar, dan dia harus menghadapi konsekuensinya.

Polisi itu kembali melanjutkan tugasnya, memasuki dunia yang berbeda dengan dunia Bagas saat ini. Dia kembali ke kehidupan yang teratur, dengan tugas dan tanggung jawab yang jelas. Dia harus menangani kasus-kasus lainnya, mencari keadilan bagi korban, dan melindungi masyarakat dari ancaman kejahatan.

Sementara itu, Bagas terjebak dalam dunia yang berbeda sama sekali. Dunia yang gelap, kotor, dan mengerikan. Dunia yang penuh dengan ancaman, kekerasan, dan ketidakpastian. Dia harus berjuang untuk bertahan hidup di tempat ini. Dia harus menghadapi masa depan yang tak pasti. Dia harus menanggung akibat dari perbuatannya. Dan dia harus hidup dengan rasa bersalah dan penyesalan sepanjang hidupnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!