keakraban Bayu dan Daira

Dira, ibu tiri Bayu, menyaksikan adegan itu dari balik pintu kamar Daira. Senyum tipis terukir di wajahnya, matanya berkaca-kaca. Meskipun Bayu bukan anak kandungnya, Dira selalu menyayangi Bayu seperti anak kandungnya sendiri. Dia tahu, Bayu adalah satu-satunya yang bisa menenangkan Daira saat ini.

Dira ingat saat Bayu masih kecil, dia sering melihat Bayu bermain bersama Daira. Keduanya begitu dekat, bagaikan saudara kandung. Bayu selalu melindungi Daira, bahkan saat mereka bertengkar pun, Bayu selalu yang pertama meminta maaf.

Dira merasa bersyukur memiliki Bayu. Dia tahu, di tengah kesulitan yang mereka hadapi, Bayu selalu menjadi penopang bagi Daira. Dira yakin, dengan kasih sayang dan dukungan Bayu, Daira akan bisa melewati masa-masa sulit ini.

Setelah Daira menghabiskan makanannya, Bayu mengulurkan tangannya. "Nah, sudah kenyang? Sekarang kita lanjut rencana nonton drakor, gimana?" Senyumnya merekah, berusaha mengalihkan perhatian Daira dari kesedihan yang masih sedikit terlihat di matanya.

Daira mengangguk pelan, senyum tipis mulai mengembang di bibirnya. Meskipun masih terlihat lelah, tapi setidaknya, aktivitas menonton drakor kesayangannya bisa sedikit menenangkan hatinya.

Bayu berdiri, membantu Daira untuk berdiri juga. "Ayo, kita pilih drakornya dulu. Mau yang genre apa? Romantis? Komedi? Atau mungkin yang misteri?" Bayu menggoda Daira dengan pilihan genre, berharap bisa membuat adiknya lebih ceria.

Daira, yang kini sudah terlihat lebih tenang, mulai bersemangat. "Hmm... gimana kalau yang romantis, Kak? Tapi yang agak lucu juga, ya!"

Bayu tertawa kecil. "Oke, bos! Kita cari drakor romantis yang lucu. Pasti seru nih!" Bayu menggandeng tangan Daira, mengajaknya menuju ruang keluarga tempat mereka biasanya menonton film. Suasana tegang dan sedih perlahan sirna, tergantikan oleh keceriaan dan kehangatan persaudaraan. Bayu berharap, dengan kegiatan sederhana ini, Daira bisa sedikit melupakan trauma yang dialaminya dan kembali merasakan kebahagiaan.

Bayu duduk di samping Daira, senyumnya tak pernah lepas dari bibir. Dia memperhatikan Daira yang mulai makan dengan lahap, meskipun masih sesekali terlihat ragu dan terhenti. Setiap suapan yang masuk ke mulut Daira, seakan membawa sedikit beban yang terangkat dari pundak Bayu.

Bayu tak banyak bicara, hanya sesekali melirik Daira dan tersenyum. Tangannya terulur, menyentuh lembut tangan Daira yang sedang memegang sendok. Sentuhan itu seakan menjadi pengingat bagi Daira bahwa dia tidak sendirian, bahwa kakaknya selalu ada di sisinya.

Senyum Bayu bukan sekadar senyum biasa. Itu adalah senyum kelegaan, senyum penuh kasih sayang, senyum yang menggambarkan betapa bahagianya dia melihat Daira mulai pulih. Itu adalah senyum yang menjadi bukti betapa kuatnya ikatan persaudaraan mereka, yang mampu melewati badai dan cobaan yang menerpa. Bayu tahu, jalan menuju kesembuhan Daira masih panjang, tapi melihat adiknya makan dengan tenang, memberikannya kekuatan untuk terus berada di sisi Daira, menjadi pelindung dan sandaran bagi adik kesayangannya itu.

Dira menghela napas, menahan rasa sesak di dadanya. Dia ingin sekali memeluk Daira, menenangkannya, dan mengatakan bahwa dia akan selalu ada untuknya. Namun, dia sadar, Daira masih trauma dan mungkin belum siap untuk menerima pelukannya.

Dira memutuskan untuk menunggu. Dia akan terus mendukung Bayu untuk menjaga Daira, dan berharap suatu saat nanti, Daira bisa kembali tersenyum dan melupakan masa kelam yang telah dialaminya.

Bayu menghela napas berat, hatinya pedih melihat Daira, adiknya, terkurung dalam kesedihan. Daira hanya terduduk di sudut kamar, tubuhnya gemetar, air matanya mengalir deras tanpa henti. Bayu tahu, Daira masih terpuruk dalam trauma. Perlakuan ayah mereka, yang tak termaafkan, masih menghantuinya.

Bayu mendekat, duduk di tepi ranjang, tangannya terulur untuk menyentuh bahu Daira. "Dai, sayang, udah, jangan nangis lagi. Kakak di sini, sama kamu."

Daira hanya menggeleng pelan, tubuhnya semakin meringkuk. Bayu merasakan kepedihan yang tak terlukiskan melihat adiknya yang dulu ceria dan penuh semangat, kini menjadi sosok yang rapuh dan terluka.

"Kakak tahu, ini semua salah Papa. Kakak janji, nggak akan biarin Papa nyakitin kamu lagi. Kakak akan selalu jagain kamu," bisik Bayu, suaranya bergetar menahan emosi.

Daira masih terdiam, matanya kosong menatap ke depan. Bayu tahu, luka di hati Daira tak akan sembuh dengan mudah. Perbuatan ayah mereka telah menghancurkan masa depan Daira, merenggut masa kecilnya yang seharusnya penuh keceriaan.

Bayu mengusap lembut rambut Daira, berusaha menenangkan adiknya. "Dai, kamu kuat. Kamu harus kuat. Kakak akan selalu ada buat kamu. Kita akan hadapi semua ini bersama-sama."

Daira akhirnya mengangkat wajahnya, matanya menatap Bayu dengan tatapan kosong. Bayu tahu, Daira sedang berjuang untuk bangkit dari keterpurukan. Bayu akan selalu ada di sisinya, menjadi sandaran dan kekuatan bagi Daira untuk melewati masa-masa sulit ini.

Bayu berjanji, dia akan menjadi pelindung bagi Daira, membentengi adiknya dari segala bentuk kejahatan dan kekerasan, hingga Daira bisa kembali menemukan senyum dan keceriaan yang pernah hilang.

Dengan ragu, Daira akhirnya mengangguk pelan. Bayu tersenyum lega. Dia perlahan membantunya berdiri, memegang tangan Daira dengan erat. "Ayo, Dai. Kita ke ruang makan. Kakak akan selalu di samping kamu."

Bayu menuntun Daira keluar dari kamar, langkah mereka pelan. Daira masih terlihat rapuh, namun ada sedikit cahaya harapan yang mulai muncul di matanya.

Saat mereka sampai di ruang makan, Dira sudah menunggu dengan senyum yang terpancar dari hatinya. Melihat kedua anaknya bersama, hatinya dipenuhi kebahagiaan dan kelegaan. Bayu dan Daira, meskipun bukan dari rahim yang sama, memiliki ikatan persaudaraan yang sangat kuat.

Dira berdiri menyambut mereka, matanya berkaca-kaca. "Ayo, sayang. Makan dulu, ya? Nanti kita bicarakan semuanya pelan-pelan." Suaranya lembut, penuh kasih sayang. Dia memeluk Daira sebentar, lalu membantu Daira duduk di meja makan.

Bayu duduk di samping Daira, tangannya masih menggenggam tangan adiknya. Suasana makan terasa hangat, meskipun masih ada kesedihan yang tertinggal. Namun, kehadiran Bayu dan kasih sayang Dira, perlahan mencairkan suasana dan memberikan secercah harapan bagi Daira untuk bisa melewati masa sulit ini. Di tengah badai yang menerjang, ada cinta dan kasih sayang yang menjadi pelita bagi mereka.

Sementara Bayu dan Daira menuju ruang keluarga, Dira mulai membersihkan meja makan. Gerakannya pelan, namun tetap efisien. Dia sesekali melirik ke arah ruang keluarga, senyumnya mengembang melihat kedua anaknya yang kini terlihat lebih ceria.

Dira merasa lega. Melihat Bayu dan Daira bersama, menenangkan hatinya. Dia tahu, perjalanan penyembuhan Daira masih panjang, dan masih banyak tantangan yang akan mereka hadapi. Namun, kehadiran Bayu sebagai seorang kakak yang penuh kasih sayang, menjadi kekuatan besar bagi Daira.

Dira bersyukur atas ikatan persaudaraan yang begitu kuat antara Bayu dan Daira. Meskipun bukan anak kandungnya, Bayu telah membuktikan bahwa dia adalah seorang kakak yang luar biasa. Dira berjanji akan selalu ada untuk kedua anaknya, memberikan dukungan dan kasih sayang yang mereka butuhkan untuk melewati masa-masa sulit ini. Dia menyelesaikan pekerjaannya membersihkan meja makan dengan hati yang penuh syukur dan harapan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!