Halma Baru Menghubungi?

🍃🍃🍃

Hafsah berceloteh dalam ketakutan dengan tangan masih memeluk Rahdan dalam kegelapan. Suaranya sudah bisa ditebak Rashdan gadis itu dalam suasana jiwa yang takut. Rashdan membelai rambut Hafsah dan membantunya duduk sembari tubuhnya itu bangkit dari posisi sebelumnya.

“Tidak.” Hafsah menolak duduk.

“Kenapa?”

“Sebenarnya aku haid.”

Rashdan terdiam sesaat dan mengingat kembali tingkah Hafsah sebelumnya yang membuatnya sadar mengapa istrinya itu bertingkah aneh.

“Tembus?” tanya Rashdan, terdengar peduli.

“Mungkin. Rasanya sudah banyak keluar.” Hafsah berbicara dengan suara kecil, terdengar malu.

Pria itu bangkit dari tubuh Hafsah, lalu meraba meja untuk mengambil ponselnya. Kemudian, senter dinyalakan dari gawai tersebut.

“Pembalutmu di mana?”

“Apa?” Hafsah kaget, di mana senter menyoroti wajahnya.

“Di dalam lemari, laci sebelah kiri. Aku sudah menyiapkannya untuk jaga-jaga.”

Rashdan berjalan mendekati, lalu mengikuti petunjuk yang diberikan Hafsah. Benar saja, benda yang dimaksud istrinya itu ada di sana. Dengan santai ia mengambilnya karena pengalaman bersama Halma.

“Ini. Ayo,” ajak Rashdan.

“Ke mana?”

“Kamar mandi. Biar aku senter.”

“Tidak perlu,” balas Hafsah dengan cepat.

Gadis itu duduk dan mengambil ponsel di tangan Rashdan bersamaan dengan pembalut. Kemudian, berlari kecil memasuki kamar mandi bersama perasaan malu.

Selagi Hafsah di kamar mandi, Rashdan meninggalkan kamar untuk mencari tahu bagaimana kondisi di luar rumah. Mungkinkah lampu juga mati di seluruh semua asrama santri atau hanya di rumah saja.

Tidak, lampu di asrama maupun di beberapa bangunan pesantren menyala. Pandangan dialihkan Rashdan ke arah meteran listrik yang baru disadari tokennya telah habis. Biasanya Halma yang mengisinya.

“Pantas saja,” ucap Rashdan.

Di dalam kamar, Hafsah keluar kamar mandi setelah memakai pembalut dan menghampiri kasur. Merasa lega karena cairan merah yang sempat tembus di roknya tidak menyentuh sprei kasur.

Di tangannya ponsel Rashdan berdering, orang yang menghubunginya adalah Halma.

“Mbak Halma,” ucap Hafsah dan menggeser bulatan hijau di layar gawai itu ke atas.

“Assalamualaikum, Mas …!” Suara Halma terdengar panik.

“Wa'alaikumussalam, Mbak. Ustaz Rashdan ada di luar. Tunggu, aku bawa ponselnya kepada Ustaz Rashdan,” ucap Hafsah.

“Tidak perlu,” sergap Halma. “Sebenarnya aku hanya mau mengatakan kalau token listrik mungkin akan habis. Tolong diisi, Hafsah. Kamu bisa ambil nomor meterannya di laci meja di kamarku. Kalau begitu, aku tutup teleponnya, assalamualaikum,” ucap Halma dan memutuskan sambungan telepon.

“Wa'alaikumussalam,” balas Hafsah dengan raut wajah sedikit bingung.

Pintu kamar dibuka Rashdan dan mengalihkan perhatian Hafsah dari ponsel ke pintu. Pria itu menghampirinya, mengambil ponsel di tangan Hafsah karena ingin menghubungi Halma untuk bertanya mengenai nomor meteran.

“Halma baru menghubungi?” Rashdan melihat panggilan terakhir yang tersambung sebelumnya.

“Iya. Mbak Halma mengingatkanku untuk isi token listrik dan dia bilang nomor meterannya ada di laci meja di kamarnya.

Pertanyaan yang sudah terjawab tidak membuat Rashdan melanjutkan tujuan untuk menghubungi Halma. Ia keluar dari kamar Hafsah dan beranjak memasuki kamar Halma, menghampiri meja di sisi kanan kasur dan satu-persatu laci ditarik sampai akhirnya menemukan benda yang dicarinya. Secara online Rashdan membeli token listrik melalui sebuah aplikasi. Kemudian, ia keluar dari kamar, kembali ke teras untuk menekan beberapa digit angka di meteran. Setelah itu, Rashdan kembali memasuki rumah dengan rasa sedikit penasaran.

“Tidak mungkin Halma menghubungiku malam-malam begini dan hanya memberitahu tentang token listrik,” kata Rashdan, dalam hati dengan langkah pelan menuju kamar.

Rashdan menunda diri memasuki kamar Hafsah, ia duduk di bangku ruang tamu dan menghubungi nomor Halma yang kini sudah tidak aktif.

Saat ini istri pertamanya itu berada di bandara, ia akan melakukan perjalanan menuju Surabaya, ke kampung halaman orang tuanya. Halma mendadak kembali ke sana karena ibunya jatuh sakit. Karena tidak ingin mengganggu waktu Rashdan untuk Hafsah, Halma memilih kembali sendiri. Sebenarnya niat untuk memberitahu dan mengajak suaminya itu sudah ada dan itu sebabnya Halma menghubungi nomor Rashdan tadi. Namun, setelah mendengar suara Hafsah, niat tersebut diurungkan olehnya.

“Semoga saja semuanya baik-baik saja,” ucap Rashdan dengan harap, di mana ternyata Halma sudah duduk di bangku pesawat dalam perasaan cemas saat itu, sedangkan Hafsah duduk di kamar, memikirkan nada bicara Halma tadi.

***

Ponsel Rashdan berdering di tengah pria itu menikmati sarapan bersama Hafsah di meja makan, di dapur. Dalam hitungan detik ponsel dijawab dan ditempelkan di telinganya, ekspresi kaget tergambar di wajah pria itu. Rashdan berdiri dan bergegas keluar dari dapur, lanjut memasuki kamarnya dan Hafsah untuk mengambil kunci mobil.

“Sekarang aku akan ke sana,” ucap Rashdan sambil berjalan keluar dari rumah.

“Kenapa?” tanya Hafsah yang ikut keluar dari dapur dan berseru dari pintu rumah.

Rashdan mengarahkan pandangan kepada Hafsah sebelum memasuki mobil, di mana pintu mobil telah dibuka.

“Kamu di rumah saja. Jika terjadi sesuatu, hubungi aku!” Rashdan memasuki mobil, mengemudikannya dengan cepat keluar meninggalkan halaman rumah, keluar dari kawasan pesantren.

Baru beberapa saat Rashdan pergi, Hafsah masih berdiri di pintu rumah, Mur datang bersama Husein. Mereka baru keluar dari mobil yang selalu dikemudikan oleh pria itu, yang biasa mengantar Rashdan pergi kajian.

“Pak Mur,” kata Hafsah.

Mur yang menggandeng Husein menghampiri Hafsah. Bocah laki-laki itu langsung memeluk dan meminta untuk digendong oleh gadis itu.

“Pak. Ustaz Rashdan ke mana? Setelah mendapatkan sambungan telepon pagi ini, dia berangkat terburu-buru dan aku tidak tahu entah ke mana,” kata Hafsah, mengungkapkan kebingungan dan rasa penasarannya.

“Ustaz Rashdan tidak mengatakan kalau dia pergi ke Surabaya? Ibu Non Halma meninggal pagi ini.”

“Meninggalkan? Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Kenapa dia tidak mengatakannya padaku dan pergi begitu saja?”

“Mungkin karena Den Husein. Bapak datang ke sini karena ingin menitipkan Den Husein sesuai perintah Ustaz Syahril, beliau dan istrinya juga ke sana dan baru berangkat. Mungkin mereka akan sama-sama berangkat bersama Ustaz Rashdan.”

Hafsah mengingat Halma menghubungi nomor Rashdan semalam. Setelah berpikir lebih dalam, Hafsah paham dari mana sumber kecemasan yang terdengar olehnya malam itu dari Halma. Gadis itu manggut-manggut, paham dengan ekspresi prihatin. Ia menggendong Husein dan mengajak bocah itu memasuki rumah.

***

Tiga Hari Kemudian ….

Hafsah menidurkan Husein di atas kasurnya Dnegan menepuk-nepuk pelan punggung bocah itu yang memeluknya. Matanya juga mulai mengecil dan sesekali menguap karena mengantuk sampai akhirnya tertidur.

Berselang lima menit setelah gadis itu tidur, mobil yang dikemudikan Mur berhenti di halaman rumah. Rashdan keluar dengan langkah lesu, masih terngiang-ngiang olehnya tangis Halma yang histeris di hari kematian mertua perempuannya yang ikut membuatnya meneteskan air mata.

Langkah Rashdan berhenti di teras rumah setelah melihat Hafsah tengah menggendong Husein di tubuh bagian depannya, anak itu menangis karena selalu menanyakan kedua orang tuannya, terutama Rashdan.

“Ustaz sudah pulang,” ucap Hafsah dengan wajah tergambar prihatin.

“Husein baik-baik saja?”

“Dia rewel, terutama seharian ini. Suhu tubuhnya juga panas, tapi aku sudah memberikannya obat penurun panas.”

“Sini.” Rashdan mengambil Husein yang tertidur dari gendongan Hafsah.

Kemudian, Rashdan berjalan masuk ke dalam rumah diikuti Hafsah.

Episodes
1 Tetesan Air dari Langit
2 Datang untuk Melamar
3 Secepat Itu?
4 Kamar Hafsah
5 Istri Pertama Ustaz Itu
6 Menghindari Rashdan di Kamar
7 Salah Mengira
8 Di Sepertiga Malam
9 Panggil Kakak Saja
10 Aku Ikhlas
11 Hadiah Pernikahan Favorit
12 Kamu Berubah
13 Dia Datang ke Sini?
14 Membujuk untuk Kembali
15 Bertukar Tempat Tinggal
16 Sudah seperti Adik Kandung
17 Kejutan untuk Hafsah
18 Belum Ada Sebelumnya
19 Dia Mengajakmu Menikah?
20 Halma Baru Menghubungi?
21 Kembali ke Rumah
22 Keputusanku Sudah Bulat
23 Kamu Merasa Aku Adil?
24 Jadi, Gadis Ini
25 Jaga Interaksimu
26 Mengapa Aku Merasa ....
27 Istri Pertama?
28 Siapa Istri Kedua Kakak?
29 Lalu, Ustaz Menikahiku untuk Apa?
30 Berobat, Mbak
31 Mengapa Mandi di Kamar Hafsah?
32 Jangan Marah, Ustaz
33 Hatiku Mengapa Begini?
34 Ustaz, Ini Sudah Pagi
35 Tidak Mungkin!
36 Ustaz Mau Bicara Apa?
37 Karena Kamu Cemburu
38 Tidak Perlu
39 Husein Sudah Tidur. Kita ....
40 Mau Membicarakan Apa?
41 Jangan Ceritakan Kepada Mas Rashdan
42 Kamu Menyukaiku?
43 Bukan Mimpi
44 Tiba-Tiba Sudah Tidur di Sampingnya
45 Aku Juga Tidak Bisa
46 Kembali ke Kota
47 Pergi Tanpa Pamit
48 Kecelakaan Beruntun
49 Bagaimana dengan Halma?
50 Pria yang Memasuki Taksi Kami
51 Berlari Pincang
52 Penculikan Syakira
53 Di Tepi Sungai
54 Pria Pengirim Pesan
55 Datang Sesuai Alamat
56 Mengapa Meninggalkanku?
57 Lalu, Kak Halma di Mana?
58 Kembali ke Rumah setelah Lima Tahun
59 Disambut Suka Cita
60 Berkunjung ke Kampung (SELESAI)
61 TANG! ADA KARYA BARU, NIH!
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Tetesan Air dari Langit
2
Datang untuk Melamar
3
Secepat Itu?
4
Kamar Hafsah
5
Istri Pertama Ustaz Itu
6
Menghindari Rashdan di Kamar
7
Salah Mengira
8
Di Sepertiga Malam
9
Panggil Kakak Saja
10
Aku Ikhlas
11
Hadiah Pernikahan Favorit
12
Kamu Berubah
13
Dia Datang ke Sini?
14
Membujuk untuk Kembali
15
Bertukar Tempat Tinggal
16
Sudah seperti Adik Kandung
17
Kejutan untuk Hafsah
18
Belum Ada Sebelumnya
19
Dia Mengajakmu Menikah?
20
Halma Baru Menghubungi?
21
Kembali ke Rumah
22
Keputusanku Sudah Bulat
23
Kamu Merasa Aku Adil?
24
Jadi, Gadis Ini
25
Jaga Interaksimu
26
Mengapa Aku Merasa ....
27
Istri Pertama?
28
Siapa Istri Kedua Kakak?
29
Lalu, Ustaz Menikahiku untuk Apa?
30
Berobat, Mbak
31
Mengapa Mandi di Kamar Hafsah?
32
Jangan Marah, Ustaz
33
Hatiku Mengapa Begini?
34
Ustaz, Ini Sudah Pagi
35
Tidak Mungkin!
36
Ustaz Mau Bicara Apa?
37
Karena Kamu Cemburu
38
Tidak Perlu
39
Husein Sudah Tidur. Kita ....
40
Mau Membicarakan Apa?
41
Jangan Ceritakan Kepada Mas Rashdan
42
Kamu Menyukaiku?
43
Bukan Mimpi
44
Tiba-Tiba Sudah Tidur di Sampingnya
45
Aku Juga Tidak Bisa
46
Kembali ke Kota
47
Pergi Tanpa Pamit
48
Kecelakaan Beruntun
49
Bagaimana dengan Halma?
50
Pria yang Memasuki Taksi Kami
51
Berlari Pincang
52
Penculikan Syakira
53
Di Tepi Sungai
54
Pria Pengirim Pesan
55
Datang Sesuai Alamat
56
Mengapa Meninggalkanku?
57
Lalu, Kak Halma di Mana?
58
Kembali ke Rumah setelah Lima Tahun
59
Disambut Suka Cita
60
Berkunjung ke Kampung (SELESAI)
61
TANG! ADA KARYA BARU, NIH!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!