Dia Mengajakmu Menikah?

🍃🍃🍃

Rashdan berhenti melangkah di hadapan Hafsah. Ponsel di tangan gadis itu digapai Rashdan, melihat sambungan telepon terakhir yang masuk, yaitu dari Raihan. Pria itu menaruh ponsel tersebut di atas meja, lalu duduk di samping Hafsah dengan kedua tangan berada di kedua tempurung lututnya. 

Jiwa Hafsah diburu oleh ketakutan yang membuatnya tampak tegang. Namun, rasa lega muncul setelah melihat senyuman ringan di bibir dan dari sorot mata yang ditunjukkan Rashdan. 

“Kadang-kadang pria ini tidak bisa ditebak,” ucap Hafsah di dalam hati. 

“Dia mengajakmu menikah?” tanya Rashdan. 

Hafsah manggut-manggut, seperti kebiasaannya jika tidak bersuara. 

“Hmm … benarkah acara seperti tadi baru kali ini terjadi? Tidak heran mengapa pesantren ini terkenal dengan kecerdasan muridnya dan terdengar menakutkan akan tata tertibnya.”

Ustaz muda itu menoleh ke kiri, menatap Hafsah tanpa berkedip, menggerakkan jantung Hafsah berdetak lebih cepat.  Pandang dengan cepat dialihkan oleh gadis itu sampai berdiri, berjalan menuju kamar mandi karena salah tingkah.

Ponsel Hafsah kembali berdering, tapi bukan dari orang yang sama. Icha menghubungi nomor gadis itu. Suara dering telepon dikenali Hafsah berasal dari ponselnya yang membuatnya hendak keluar dari tempat itu. Tetapi, ia benar-benar ingin buang air kecil dan tidak bisa ditunda. 

Di luar kamar, Rashdan mengambil ponsel itu karena Hafsah tidak kunjung terlihat keluar dari kamar mandi.

“Hafsah …! Maaf, aku terlambat mengucapkannya. Selamat ulang tahun …! Semoga sehat selalu, panjang umur, rumah tangganya sakinah mawadah warahmah dan semoga dapat momongan dalam waktu dekat. Ustaz Rashdan sudah meresmikan dirimu, kan …?” Icha bercanda di akhir perkataannya.

“Assalamualaikum,” ucap Rashdan.

Icha terperangkap kaget. Gadis cerewet itu diam membeku setelah tahu orang yang mengangkat sambungan teleponnya adalah Rashdan. 

“Mati aku. Niat mengagetkan dengan ucapan malah berakhir begini,” kata Icha dalam hati dengan perasaan merasa malu.

“Ustaz Rashdan? Hehehe. Hafsah di mana, Ustaz?” tanya Icha.

“Di kamar mandi. Nanti kamu bisa hubungi lagi. Assalamualaikum,” ucap Rashdan dan memutuskan sambungan telepon. 

“Tidak.” Icha kaget. “Baru saja aku berbicara dengan Ustaz Rashdan. Aku benar-benar berbicara dengannya, kan?” Icha berteriak girang karena berbicara langsung dengan ustaz muda idola kaum hawa muslimah itu. 

Rashdan menaruh kembali ponsel dalam genggamannya di atas meja, lalu membaringkan badan di atas kasur dengan mata memandang langit-langit kamar yang semakin lama semakin membuatnya mengantuk. Pada akhirnya pria itu tertidur, kehilangan kesadaran sebelum Hafsah keluar dari kamar mandi. 

***

Jam menunjukkan pukul satu dini hari. Rashdan terbangun dari tidurnya. Pria itu duduk dan mengusap wajah sambil menoleh ke kiri di mana Hafsah seharusnya berbaring, tetapi istrinya itu tidak ada di sampingnya. Rashdan mengarahkan pandangan ke pintu kamar mandi yang ditutup, menebak Hafsah di sana sambil menuruni kasur. 

“Hafsah …!” panggil Rashdan dengan suara pelan, seketika susana sedikit horor karena sunyinya malam.

Pintu kamar mandi diketuk Rashdan beberapa kali dan kembali memanggil Hafsah setelah sadar pintu itu dikunci dari dalam. Kejanggalan dirasakan Rashdan, rasa cemas mulai menghantui jiwanya. Bergegas Rashdan mendobrak pintu dan menemukan wujud Hafsah tidak sadarkan diri di lantai kamar mandi.

“Hafsah,” lirih Rashdan, kaget, dari pintu kamar mandi. 

Bergegas pria menghampiri Hafsah, membopongnya, membawa gadis itu keluar dan beralih dibaringkan di atas kasur. Dengan pelan Rashdan menepukkan tangan kanannya di bahu kiri Hafsah sambil memanggil lembut gadis itu. 

Perlahan Hafsah membuka mata bersama suara desis kesakitan. Rashdan baru melihat dan sadar penyebab hilangnya kesadaran istrinya itu karena terbentur yang diduga diawali oleh insiden terpeleset. 

“Kenapa?” tanya Rashdan. 

“Kepalaku sakit.” Hafsah memegang dahinya. 

“Kami terpeleset?” 

Hafsah mengingat kejadian sebelumnya. Beberapa jam yang lalu, sejak memasuki kamar mandi, ia belum keluar karena terpeleset seperti dugaan Rashdan. Kakinya tidak sengaja menginjak tumpahan sampo di lantai dan terpeleset, lalu kepalanya terbentur di dinding saat berusaha menyeimbangkan badan agar tidak terjatuh. 

“Iya. Sakitnya,” ucap Hafsah sambil memegang dahinya yang lebam.

Rashdan tertawa ringan melihat tingkah Hafsah, sekaligus karena membayangkan istrinya itu berada di kamar mandi selama ia tidur beberapa jam lalu. Dahi Hafsah mengerut kesal melihat tawa ringan Rashdan, bibirnya mulai manyun, ngambek. 

“Maaf,” ucap Rashdan, tahu Hafsah ngambek. 

“Sini. Biar aku obati.” 

Pria itu menarik salah satu laci meja, mengambil sebuah kotak obat dan mengambil obat jenis salep. Jari telunjuk Rashdan mengolesi lebam di dahi Hafsah dengan lembut bersama gerakan memutar. Bibir Rashdan masih mempertahankan senyuman sejak tadi karena merasa konyol dengan tingkah sang istri yang terasa sedikit kekanak-kanakan. 

Sejenak Hafsah diam dengan mata menatap lama tanpa berkedip loteng. Ekspresinya membuat Rashdan memudarkan senyuman dan penasaran.

“Kenapa?” tanya Rashdan. 

“Lupa. Pasti sekarang sudah banyak yang keluar,” ucap Hafsah dalam hati. 

“Bukan apa-apa,” balas Hafsah, tersenyum cengengesan. “Ustaz bisa lanjut tidur.” Hafsah berusaha membuat Rashdan kembali tidur dan setelah itu ia bisa kembali ke kamar mandi untuk memakai pembalut 

Gadis itu baru sadar ia tengah haid setelah salat Isya tadi. Karena dirasa belum keluar banyak, Hafsah mengabaikannya ketika acara tadi tengah berlangsung.

“Lalu, mengapa begitu?”

“Bukan apa-apa, Ustaz.” Hafsah duduk. “Sekarang ustaz tidur.” Hafsah menarik tangan Rashdan dan menepuk kasur di sampingnya. 

Perkataan Hafsah diikuti Rashdan. Pria itu beralih ke sisi lain kasur, membaringkan badan di samping Hafsah dan menatap langit kamar bersama perasaan sedikit aneh dengan situasi itu. 

“Tidur,” ucap Hafsah. 

“Kamu juga. Tidak ada yang perlu dibawa ke rumah sakit, kan?” 

“Tidak.” Dengan cekat Hafsah menjawabnya. 

Rashdan memejamkan mata. Namun, beberapa detik kemudian, kedua bola matanya kembali dibuka karena teringat Icha yang tadi berbicara dengannya. 

“Icha menghubungimu tadi. Dia mengucapkan selamat ulang tahun untukmu.” 

“Benarkan. Hehehe.” Hafsah terkekeh yang membuat Rashdan semakin aneh. “Dia memang begitu.”

Rashdan memutar badan ke arah Hafsah dan menatapnya dengan mata menyelidik, mencoba menerawang sesuatu. 

“Mengenai nafkah batin. A–” Hafsah bergegas menyergap. 

“Aku tahu ustaz tidak bisa melakukannya. Sudahlah, jangan dipikirkan,” ucap Hafsah, masih dengan tawa ringannya. 

“Tidak bisa?” 

Rashdan salah paham dengan maksud Hafsah. Gadis itu bermaksud mengatakan tidak bisa karena Halma. 

“Iya.” Dengan polos Hafsah membalas karena juga salah paham dengan pertanyaan pria itu. 

Rashdan langsung mengungkung tubuh Hafsah dan menatap wajah gadis itu yang kaget sampai terdiam dengan tubuh membeku. Jantung Hafsah berdegup kencang dan napasnya berderus kencang sampai dadanya turun-naik dalam durasi cepat. Saat itu Rashdan tampak tidak sadar dengan tingkahnya.

Kedua telapak tangan ditempelkan Hafsah ke dada Rashdan, lalu mendorongnya dengan pelan sambil tertawa ringan seperti orang bodoh. 

“Ustaz mau apa?” Hafsah berpura-pura tidak mengerti. 

Kesadaran sekitar masuk ke diri Rashdan. Pria itu menghela napas dengan posisi badan masih mengungkung Hafsah. Ketika hendak bangkit, Hafsah memeluknya karena di waktu bersamaan lampu kamar mati, membuat gadis itu kaget dan ketakutan. 

Episodes
1 Tetesan Air dari Langit
2 Datang untuk Melamar
3 Secepat Itu?
4 Kamar Hafsah
5 Istri Pertama Ustaz Itu
6 Menghindari Rashdan di Kamar
7 Salah Mengira
8 Di Sepertiga Malam
9 Panggil Kakak Saja
10 Aku Ikhlas
11 Hadiah Pernikahan Favorit
12 Kamu Berubah
13 Dia Datang ke Sini?
14 Membujuk untuk Kembali
15 Bertukar Tempat Tinggal
16 Sudah seperti Adik Kandung
17 Kejutan untuk Hafsah
18 Belum Ada Sebelumnya
19 Dia Mengajakmu Menikah?
20 Halma Baru Menghubungi?
21 Kembali ke Rumah
22 Keputusanku Sudah Bulat
23 Kamu Merasa Aku Adil?
24 Jadi, Gadis Ini
25 Jaga Interaksimu
26 Mengapa Aku Merasa ....
27 Istri Pertama?
28 Siapa Istri Kedua Kakak?
29 Lalu, Ustaz Menikahiku untuk Apa?
30 Berobat, Mbak
31 Mengapa Mandi di Kamar Hafsah?
32 Jangan Marah, Ustaz
33 Hatiku Mengapa Begini?
34 Ustaz, Ini Sudah Pagi
35 Tidak Mungkin!
36 Ustaz Mau Bicara Apa?
37 Karena Kamu Cemburu
38 Tidak Perlu
39 Husein Sudah Tidur. Kita ....
40 Mau Membicarakan Apa?
41 Jangan Ceritakan Kepada Mas Rashdan
42 Kamu Menyukaiku?
43 Bukan Mimpi
44 Tiba-Tiba Sudah Tidur di Sampingnya
45 Aku Juga Tidak Bisa
46 Kembali ke Kota
47 Pergi Tanpa Pamit
48 Kecelakaan Beruntun
49 Bagaimana dengan Halma?
50 Pria yang Memasuki Taksi Kami
51 Berlari Pincang
52 Penculikan Syakira
53 Di Tepi Sungai
54 Pria Pengirim Pesan
55 Datang Sesuai Alamat
56 Mengapa Meninggalkanku?
57 Lalu, Kak Halma di Mana?
58 Kembali ke Rumah setelah Lima Tahun
59 Disambut Suka Cita
60 Berkunjung ke Kampung (SELESAI)
61 TANG! ADA KARYA BARU, NIH!
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Tetesan Air dari Langit
2
Datang untuk Melamar
3
Secepat Itu?
4
Kamar Hafsah
5
Istri Pertama Ustaz Itu
6
Menghindari Rashdan di Kamar
7
Salah Mengira
8
Di Sepertiga Malam
9
Panggil Kakak Saja
10
Aku Ikhlas
11
Hadiah Pernikahan Favorit
12
Kamu Berubah
13
Dia Datang ke Sini?
14
Membujuk untuk Kembali
15
Bertukar Tempat Tinggal
16
Sudah seperti Adik Kandung
17
Kejutan untuk Hafsah
18
Belum Ada Sebelumnya
19
Dia Mengajakmu Menikah?
20
Halma Baru Menghubungi?
21
Kembali ke Rumah
22
Keputusanku Sudah Bulat
23
Kamu Merasa Aku Adil?
24
Jadi, Gadis Ini
25
Jaga Interaksimu
26
Mengapa Aku Merasa ....
27
Istri Pertama?
28
Siapa Istri Kedua Kakak?
29
Lalu, Ustaz Menikahiku untuk Apa?
30
Berobat, Mbak
31
Mengapa Mandi di Kamar Hafsah?
32
Jangan Marah, Ustaz
33
Hatiku Mengapa Begini?
34
Ustaz, Ini Sudah Pagi
35
Tidak Mungkin!
36
Ustaz Mau Bicara Apa?
37
Karena Kamu Cemburu
38
Tidak Perlu
39
Husein Sudah Tidur. Kita ....
40
Mau Membicarakan Apa?
41
Jangan Ceritakan Kepada Mas Rashdan
42
Kamu Menyukaiku?
43
Bukan Mimpi
44
Tiba-Tiba Sudah Tidur di Sampingnya
45
Aku Juga Tidak Bisa
46
Kembali ke Kota
47
Pergi Tanpa Pamit
48
Kecelakaan Beruntun
49
Bagaimana dengan Halma?
50
Pria yang Memasuki Taksi Kami
51
Berlari Pincang
52
Penculikan Syakira
53
Di Tepi Sungai
54
Pria Pengirim Pesan
55
Datang Sesuai Alamat
56
Mengapa Meninggalkanku?
57
Lalu, Kak Halma di Mana?
58
Kembali ke Rumah setelah Lima Tahun
59
Disambut Suka Cita
60
Berkunjung ke Kampung (SELESAI)
61
TANG! ADA KARYA BARU, NIH!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!