...Setiap hari adalah kesempatan untuk menulis bait baru dalam lagu kehidupanmu....
...Pastikan itu adalah bait yang indah....
...****************...
Gue keluar dari ruangan dokter dengan perasaan campur aduk. Arga langsung berdiri dari kursi tunggu, wajahnya penuh kekhawatiran.
"Gimana, Na?" tanyanya lembut, menggenggam tangan gue.
Gue narik napas dalam-dalam. "Dokter bilang... ada perkembangan positif, Ga."
Mata Arga langsung berbinar. "Serius? Alhamdulillah! Tuh kan, gue bilang juga apa, pasti ada kemajuan!"
Gue ngangguk, senyum tipis. "Iya, tapi... masih ada jalan panjang. Pengobatan masih harus dilanjutin."
"Terus, lo harus apa lagi, Na?" tanya Arga penasaran.
"Yah, masih harus kemo lagi beberapa kali. Terus nanti ada terapi baru yang mau dicoba," gue jelasin.
Arga meluk gue erat. "It's okay, Na. Yang penting ada kemajuan. Kita hadapi bareng-bareng ya? Gue bakal temenin lo terus."
Gue ngangguk dalam pelukannya, ngerasa aman dan terlindungi. "Thanks, Ga. Gue nggak tau harus gimana kalo nggak ada lo."
"Eh, gimana kalo kita rayain?" Arga tiba-tiba ngajak.
"Rayain? Gimana caranya?" gue bingung.
Arga nyengir. "Ikut gue aja. Gue punya ide."
"Ide lo? Hmm, kenapa gue jadi takut ya?" gue bercanda.
"Eh, emangnya ide gue jelek-jelek ya?" Arga pura-pura ngambek.
Gue ketawa. "Ya nggak gitu juga kali. Yaudah, kita mau kemana?"
Dia narik tangan gue, ngajak gue keluar dari rumah sakit. Di parkiran, dia ngeluarin gitar dari mobilnya.
"Kita mau ngapain, Ga?" gue makin bingung.
"Lo inget Taman Musik yang ada di deket sini? Yuk ke sana."
"Hah? Ngapain ke sana?"
"Udah, ikut aja. Nanti juga tau," Arga senyum misterius.
Setengah jam kemudian, kita udah duduk di bangku Taman Musik. Tempat ini emang sering dipake buat pertunjukan musik jalanan. Ada beberapa musisi lain yang lagi main di sudut-sudut taman.
"Nah, sekarang giliran kita," Arga mulai nyetem gitarnya.
"Hah? Maksud lo?" gue mulai panik.
"Ayo kita main! Anggep aja ini panggung kita."
Gue panik. "Tapi Ga, gue kan belom jago-jago amat... Nanti kalo fals gimana?"
"Ssst," Arga nempelin jarinya di bibir gue. "Inget nggak pas di rumah sakit tadi? Lo bisa kok. Percaya sama diri sendiri."
"Tapi Ga..."
"Na, dengerin gue," Arga megang pundak gue. "Lo tau nggak kenapa gue ngajak lo main di sini?"
Gue geleng.
"Karena gue pengen lo ngerasain gimana rasanya bebas. Bebas dari semua beban, dari semua pikiran tentang penyakit lo. Di sini, lo bukan pasien. Lo musisi. Lo artis."
Gue terdiam, terharu sama kata-kata Arga.
"Jadi," Arga senyum lembut. "Mau coba?"
Gue narik napas dalam-dalam, terus ngangguk. "Oke, ayo kita coba."
Arga mulai mainin intro lagu "Laskar Pelangi". Gue mulai nyanyi, awalnya pelan dan ragu-ragu.
"Mimpi adalah kunci, untuk kita menaklukkan dunia..."
Lama-lama, gue mulai ngerasa lebih pede. Suara gue makin lantang.
Nggak lama, ada beberapa orang yang mulai berhenti dan nonton kita.
"Eh, mereka bagus ya," gue denger seseorang komen.
"Iya, suaranya merdu banget," yang lain nambahin.
Ada yang ikut nyanyi, ada yang tepuk tangan. Gue ngerasa... hidup. Bener-bener hidup.
Setelah beberapa lagu, ada seorang bapak-bapak yang nyamperin kita.
"Dek, boleh request lagu nggak?" tanyanya ramah.
"Boleh, Pak. Mau lagu apa?" jawab Arga.
"'Bento'-nya Iwan Fals bisa?"
Arga ngangguk semangat. "Bisa dong, Pak! Na, lo tau kan lagunya?"
"Tau sih, tapi..."
"Udah, ayo kita cobain aja," Arga nyemangatin.
Kita pun mulai nyanyiin "Bento". Nggak lama, makin banyak orang yang gabung dan ikut nyanyi. Taman yang tadinya sepi jadi rame dan penuh tawa.
Di tengah-tengah lagu, Arga bisik ke gue. "Na, lo liat kan? Ini yang namanya keajaiban musik. Bisa nyatuin orang-orang, bikin mereka bahagia."
Gue ngangguk, terharu. "Iya, Ga. Thanks udah ngajak gue ke sini."
Setelah hampir dua jam main musik, kita akhirnya istirahat. Beberapa orang nyamperin buat ngasih apresiasi, bahkan ada yang ngasih tip.
"Makasih ya Dek, udah bikin malam kita jadi indah," kata seorang ibu.
"Iya, suaranya bagus banget. Kapan-kapan main lagi ya," tambah yang lain.
"Gimana? Seru kan?" tanya Arga sambil nyeruput es teh yang kita beli.
Gue ngangguk semangat. "Seru banget! Gue nggak nyangka bakal sebagus ini. Gue... gue ngerasa hidup, Ga."
"Nah, inget ya Na," Arga megang tangan gue. "Hidup ini emang kadang nggak adil. Tapi selalu ada hal-hal indah yang bisa kita temuin, kayak musik. Dan lo... lo adalah lagu terindah dalam hidup gue."
Gue tersipu. "Gombal!"
"Eh, beneran tau!" Arga ketawa. "Oh iya, gue punya sesuatu buat lo."
Dia ngeluarin sesuatu dari tasnya. Sebuah gelang simpel dengan bandul not balok.
"Buat apa?" gue bingung.
"Anggep aja ini jimat," Arga masangin gelang itu di tangan gue. "Biar lo inget, musik akan selalu ada buat lo. Dan gue... gue juga akan selalu ada buat lo."
Gue nggak bisa nahan air mata. "Arga... makasih. Buat segalanya."
"Eh, kok nangis?" Arga panik. "Aduh, gue salah ya?"
Gue ketawa di tengah tangis. "Nggak, bego. Ini nangis bahagia tau."
Dia meluk gue erat. "Sama-sama, Na. We're in this together, okay? Lo nggak sendirian. Ada gue, ada musik, ada semua orang yang sayang sama lo."
Gue ngangguk dalam pelukannya. "Iya, Ga. Gue janji bakal terus berjuang."
Malam itu, di bawah langit berbintang dan diiringi alunan musik jalanan, gue ngerasa lebih kuat dari sebelumnya. Gue sadar, selama ada musik dan cinta dalam hidup gue, nggak ada yang nggak bisa gue hadapi.
Dan besok? Gue akan terus melangkah. Terus berkarya. Terus mencintai.
Karena hidup ini adalah simfoni, dan gue akan memainkannya dengan sepenuh hati.
"Ga," gue bisik.
"Ya?"
"Besok... kita main lagi ya?"
Arga tersenyum lebar. "Dengan senang hati, Na. Dengan senang hati."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments