Hari yang paling di tunggu-tunggu semua keluarga. Tepatnya hari adalah hari pernikahan Ansel dan Tania. Tidak banyak yang hadir. Hanya ada kerabat dekat. Karena ini adalah keinginan Ansel. Menurut Ansel ini lebih dari cukup untuk mereka. Restu dan ridho orangtua lah yang penting menurutnya. Walaupun dari keluarga terpandang dan kaya raya dia memilih menikah dengan cara sederhana. Dia tidak mau buang-buang uang. Bukan pelit tapi di luar sana banyak yang lebih membutuhkan. Dan semua keluarga pun setuju. Mereka tidak ada masalah dengan hal itu.
"Bagaimana sudah siap?" Tanya Penghulu. Ansel pun mengangguk yang sudah memegang tangan Papa Bian.
"Saudara Ansel Adijaya bin Gamor Adijaya Saya nikah kan dan kawinkan anda dengan anak perempuan saya Tania Anggita Wijaya dengan mas kawin sebesar 500 gram emas logam mulia dan seperangkat alat sholat dibayar tunai." Ucap Papa Bian
"Saya terimah nikah dan kawinnya Tania Anggita Wijaya binti Bian Wijaya dengan mas kawin sebesar 500 gram emas logam mulia dan seperangkat alat sholat tersebut di bayar tunai." Ucap Ansel yang sudah meneteskan air matanya begitupun dengan Tania.
"Bagaimana para saksi, Sah?" Tanya Penghulu
"Sah." Ucap mereka semua yang hadir di sana. Tania pun langsung mencium tangan Ansel dan Ansel mencium kening Tania.
"Selamat ya sayang, anak Mama sudah jadi istri orang." Ucap Mama Hani yang memeluk Tania.
"Jaga putri saya, nak. Jangan sakiti dia dan buat dia menangis. Bahagiakan Dia." Ucap Papa Bian dengan sedih. Ansel pun mengangguk.
"Pasti, Pah." Ucap Ansel.
"Jaga adek gue baik-baik. Kalau sampai adek gue terluka karena kamu. Gue pastiin kamu ngak akan ngeliat dia lagi." Pesan Dion. Ansel pun mengangguk dan berjanji akan menjaga Tania dengan baik.
"Gue pasti jagain Tania. Loh tenang aja." Ucap Ansel.
"Congratulations sayangku." Ucap Gisel dan Jovanka yang langsung memeluk Tania.
"Thank you baby." Ucap Tania yang membalas pelukan mereka.
Di seberang sana ada seseorang yang melihat Ansel dan Tania dari jauh merasa sakit. Dari tadik dia menangis. Ya dia adalah Dian. Rasanya dia ngak sanggup melihat Ansel menikah. Ada perasaan dan rasa sakit yang dia pendam.Wajar ngak sih kalau dia mencintai sepupunya? Tapi dia berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan keluarganya. Dian pun memutuskan untuk menghampiri Ansel dan Tania. Sebelum itu dia mencoba menenangkan dirinya dan menghapus air matanya.
"Selamat ya, Kak Ansel dan Kak Tania." Ucap Dian yang memeluk Ansel dan Tania bergiliran.
"Makasih ya dek." Ucap Tania . Dian pun hanya membalasnya dengan senyuman.
"Kamu dari mana aja Dian. Dari tadik kaka nyariin kamu." Ucap Ansel dengan cemas.
"Ngak kemana-mana kok. Dian ke wc tadik." Ucap Dian yang berbohong. Ansel pun mengangguk.
"Selamat sayang." Ucap Mama Novi dan Mama Rita. Papa Tian dan Papa Gamor turut memberikan selamat kepada anaknya.
Tidak terasa ini sudah malam,dan acara sudah selesai. Mulai malam ini Tania tinggal di rumah Ansel.
"Jangan lupa malam pertamanya." Ucap Gisel dan Jovanka yang menggota sahabatnya. Tania yang mendengar itu pun tersipu malu.
"Apaan sih." karena sudah puas menganggu sahabatnya dia pun perpamitan untuk pulang. Soalnya besok pagi dia sudah harus berangkat ke Amerika lagi.
"Kami pulang duluan ya. Besok kami sudah berangkat baby. Mama, Papa tadik nelpon. Katanya sih ada urusan penting di sana." Ucap Jovanka. Sebenarnya dia masih ingin tetap di indonesia. Tapi kerjaan di sana juga tidak bisa di tinggal. Tania pun mengangguk sedih.
"Ansel. Jaga sahabat gue baik-baik." Pesan Gisel dan Jovanka. Ansel hanya mengangguk dan tersenyum.
"Hati-hati baby. Kabarin kalau sudah sampai. Salam sama Tante dan Om. Kalau ada waktu luang kalian datanglah ke Indonesia." Ucap Tania yang memeluk kedua sahabatnya.
"Pasti." Ucap Gisel dan Tania. Mereka pun berlalu pergi setelah perpamitan. Orangtua Tania, dan juga Dion pun pamit pulang. Karena besok harus berangkat lagi ke Australia untuk urusan pekerjaan.
"Sayang, Mama, Papa dan Abang kamu pulang dulu ya. Jaga diri baik-baik di sini." Ucap Mama Hani yang memeluk anaknya. Jujur dia sangat sedih tapi sebagai orangtua juga harus mengerti. Setelah menikah seorang anak perempuan harus ikut suaminya.
"Iya Mah. Mama, Papa dan juga Abang hati-hati ya. Besok pagi Nia datang ke rumah." Ucap Tania sedih. Keluarga baru, rumah baru. Sekarang semua terasa baru untuknya. Dan butuh waktu untuk beradaptasi di sini dan dengan semua orang. Tania pun memeluk orangtuanya dan Abangnya sebelum mereka pulang. Setelah itu orangtua Tania berpamitan dengan seluruh keluarga Ansel.
......................
Ansel dan Tania pun sudah berada di kamar untuk bersih-bersih. Hari ini cukup melelehkan untuk mereka.
"Sayang sini." Panggil Ansel ke Tania dan menyuruh Tania duduk di sampingnya. Tania pun mendekat dan duduk di samping Ansel.
"Aku masih ngak percaya kita sudah menikah. Rasanya baru kemarin kita pacaran." Ucap Ansel. Tania juga pun masih tidak percaya kalau sekarang dia sudah menjadi seorang istri.
"Hari ini kamu sudah siap ngak?" Tanya Ansel. Tania mendengar itupun keringat dingin. Ada perasaan takut. Entahlah susah untuk di ungkapkan. Ansel yang melihat Tania mengerti dan berpikir mungkin Tania belum siap atau mungkin lagi capek.
"Aku ngak akan maksa kamu sayang. Kalau kamu memang belum siap ngak papa." Ucap Ansel tersenyum. Tania mendengar itupun merasa tidak enak hati.
"Aku sudah siap sayang." Ucap Tania dengan malu.
"Jadi?" Goda Ansel. Sebelum Ansel melanjutkan aksinya, tiba-tiba,
Tok...Tok...Tok..
"Ansel." Mama Rita memanggil Ansel. Ansel dan Tania pun langsung membuka pintu.
"Kenapa, Mah?" Tanya Ansel.
"Dian sakit sayang. Badannya panas sekali dan dia juga tidak mau makan." Ucap Mama Rita dengan cemas. Tanpa pikir panjang Ansel pun berlari menuju kamar Dian tanpa memperdulikan Tania. Tania dan Mama Rita pun berjalan menuju kamar.
Kamar
"Mama udah hubungi dokter untuk datang kerumah. Mungkin sudah dalam perjalanan." Ucap Mama Novi.
Tidak lama kemudian dokter pun datang dan langsung memeriksa Dian.
"Adek saya kenapa, dok?" Tanya Ansel cemas
"Sakitnya ngak parah, hanya demam. Setelah minum obat dia akan lebih baik." Ucap Dokter dan memberikan beberapa obat. Semua keluarga pun merasa lagah. Bersyukur tidak terjadi apa-apa dengan Dian.
"Kalau begitu saya pamit dulu." Ucap Dokter
"Terimakasih Dok. Mari saya antar." Ucap Papa Tian.
Sementara di kamar Ansel yang terus berusaha membujuk Dian untuk makan tetapi Dian terus menolak.
"Makan sedikit, Ya. Kakak suapin." Ucap Ansel.
"Ngak." Ucap Tania.
"Makan atau kakak keluar." Ancam Ansel. Dan akhirnya Dian pun setuju. Ansel pun mulai menyuapinya.
"Kakak malam ini tidur sama Dian ya." Pinta Dian. Semua keluarga pun menatap Dian. Pasalnya sekarang sudah ada Tania yang sekarang sudah menjadi istrinya. Dian pun seketika sadar kalau kakaknya sudah menikah.
"Maaf ya,Kak. Dian lupa kalau kakak sudah menikah." Ucap Dian menyesal. Mendengar itu rasanya Ansel tidak tegah. Ansel pun menatap Tania seolah meminta persetujuan Tania.
"Mama aja yang nemenin kamu." Ucap Mama Rita.
"Tidak usah mah. Biar Ansel aja." Ucap Ansel.
"Bolehkan sayang?" Tanya Ansel. Tania pun berusaha mengerti walaupun perasaannya sedikit sesak. Tapi dia juga tidak boleh egois. Bagaimanapun Dian adalah adiknya.
"Boleh." Ucap Tania berusaha untuk tersenyum.
"Dian cepat sembuh, Ya." Sambung Tania dan mencium kening Dian. Semua menatap Tania tersenyum bangga.
"Makasih Kak." Ucap Dian tersenyum.
Semua orang pun kembali ke kamarnya masing-masing termasuk Tania. Di dalam kamar Tania tidak bisa tidur dan tanpa di sadari air matanya terjatuh. Cemburu? Entahlah.
"Kakak tidur di samping aku ya." Ucap Dian. Ansel pun mengangguk setuju dan langsung berbaring di dekat Dian.
"Ayo tidur sayang." Ucap Ansel yang mencium kening Dian. Dian pun tersenyum dan merasa bahagia.
Sekitar pukul 00:00 Ansel terbangun dan melihat ada sesuatu yang mengganggunya. Tangan Dian yang sudah memeluknya. Dan tanpa sengaja Dia menyentuh hal sensitif Ansel. Ansel yang merasa keringat dingin. Bagaimana pun Ansel laki-laki normal. Dian pun terbangun dan seketika sadar dengan tangannya.
"Maaf, Kak. Dian ngak sengaja." Ucap Dian pun yang melepaskan pelukannya. Tapi Ansel menarik tangannya kembali. Dian tidak menolak sama sekali. Ansel pun mulai menciumnya.
"Kak."Ucap Dian. Ansel yang sudah tidak bisa menahannya.
"Boleh kah?" Tanya Ansel. Dian tersenyum dan mengangguk setuju. Dan ya mereka melakukannya dengan penuh kesadaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments