My Angel

My Angel

Pertemuan pertama

Ziza berjalan pelan menyusuri lorong sekolah. Suasana sekolah pagi ini masih cukup sepi. Belum banyak yang berangkat, atau mungkin masih lagi on the way. Dia memang minta diantar lebih pagi dari biasanya sama daddynya.

BUK

PLUG

Bahunya disenggol, dan beberapa buku yang dipegangnya terjatuh.

"Maaf."

"Ngga apa apa."

Ziza yang reflek berjongkok memungut bukunya baru sadar kalo sosok yang menabraknya juga ikut berjongkok di dekatnya.

"Suka melukis?" ucapnya sambil memberikan sketch book pada Ziza.

Ziza menoleh dan menatap sosok itu dengan kening yang mengernyit.

"Kening kamu luka?" Tangan Ziza dengan lancang terulur menyibakkan rambut depan cowo itu yang terurai di depan.

Sosok itu mematung menatap lekat gadis cantik berhijab di depannya.

"Sebentar," ucap Ziza kemudian mengambil plester di saku depan tasnya. Kemudian tanpa canggung memakaikan di kening cowo tampan yang tampak membeku dengan tindakan spontannya.

Cowo itu menggerakkan sudut bibirnya sedikit saat melihat wajah cantik itu tersenyum manis ke arahnya.

Ziza bangkit dari jongkoknya. Sosok itu juga. Ternyata tubuhnya lebih jangkung dari Ziza, cuma agak kurus.

"Ziza....."

Ziza dan cowo itu menoleh ke arah suara yang memanggil dari jarak beberapa meter dari keberadaan mereka.

Sean menatap keduanya bergantian.

Ziza melambaikan tangannnya.

"Duluan, ya," senyum Ziza meninggalkan cowo yang baru saja dia berikan plesternya.

Sean masih menatap cowo itu dengan tatapan tajamnya.

"Siapa?" tanyanya saat Ziza sudah mendekat.

"Ngga tau. Kayaknya anak kelas sebelah."

"Oooh....."

Ziza tertawa.

"Aku cuma nempelin plester, seperti kalo kamu sama.yang lain luka luka."

"Beda, Zizaa..... Dia bukan siapa siapa. Kalo aku yang lainnya spesial," tawanya berderai.

"Untung Quin belum datang. Dia bisa ngamuk kalo lihat kamu dekat sama cowo lain," lanjut Sean lagi mengingat sahabatnya yang selalu saja marah kalo Ziza membagi perhatian pada yang lainnya.

Pada mereka saja sudah selalu dia omelin, apalagi kini sama orang yang ngga dia kenal.

Ziza pun tambah berderai mengingat kelakuan abstrack Quin-sepupu-yang mengambil banyak tugas sebagai pengawal dan pengasuhnya yang paling cerewet.

Cowo kurus itu menatap lama kepergian keduanya. Tawa mereka pun masih terdengar.

Pacarnya? batinnya kelu. Dia masih ingat tatapan tajam cowo tadi padanya.

Dia pun berjalan lagi, mengambil arah sebaliknya.

*

*

*

Ziza tersenyum melihat cowo itu masuk ke kelasnya, diantar oleh kepala sekolahnya.

Kelihatannya dia spesial juga.

"Kamu kenal?" tanya Ruby saat melihat cowo itu menatap Ziza.

"Enggak. Cuma papasan tadi pagi." Ziza masih tersenyum melihat plester yang ada di kening cowo itu.

"Ooh..." Ruby mengangguk anggukkan kepalanya, mengerti.

Sementara itu Sean sibuk menenangkan Quin.

"Ziza, kok, senyum senyum dengan cowo itu," kesal Quin. Dia duduk di dua baris di belakang Ziza. Tatapnya penuh permusuhan pada cowo baru itu.

"Senyum biasa aja," hibur Sean, dan memang itu kenyataannya. Dari dulu Quin memang selalu bersikap berlebihan.

"Ziza kenal, ya?" tanya Zian kepo. Dia duduk di depan Quin dan Sean.

"Kebetulan aja," sahut Sean lagi.

"Kebetulan gimana?" Tidak didengarnya saat cowo menyebalkan itu mengenalkan diri, Quin lebih ingin tau penjelasan Sean.

'Tadi pagi aku lihat Ziza lagi masangin plester ke keningnya," jelas Sean yang langsung membuat si kembar Deva dan Dewa yang ikut menguping menahan nafas.

Ngamuk pasti.

Theo melirik kembarannya yang menampakkan wajah marahnya. Dia menghembuskan nafas kesal. Begitu juga Zian. Keduanya menatap Sean kesal.

Kenapa terlalu jujur, sih.

"Maksudnya plester di keningnya sekarang dari Ziza?" nafas Quin sudah mulai menderu. Emosinya mulai naek.

"Ya....," jawab Sean agak ragu karena mendapat lirikan tajam dari para sepupu Quin.

"Ziza, kan, biasa ngga tegaan sama orang lain. Kamu tau juga, kan," ucap Theo masih dengan lirikan kesalnya pada Sean.

"Hemm....." Netra Quin masih memancarkan sinar kemarahan di matanya pada cowo itu yang tampak kaget saat melihatnya.

"Bentar lagi drama dimulai," keluh Dewa yang dibalas tawa perlahan Deva.

Nama cowo yang menyebalkan di mata Quin itu Khalid Al Ghifari.

*

*

*

Dua jam berlalu sangat lama. Quin sudah ngga sabar. Matanya terus menyorot pada cowo kurus itu yang diyakini Quin selalu melihat ke arah Ziza.

Saat istirahat tiba, dengan langkah panjangnya Quin langsung mendekati Khalid yang duduk agak jauh darinya.

Theo dan yang lainnya pun terpaksa mengikuti langkah Quin. Mereka sudah hapal dengan tingkah Quin. Sebentar lagi akan ada badai.

"Kenal Ziza dimana?" todong Quin tanpa basa basi saat sudah berhadapan dengan cowo kurus itu.

Khalid yang sedang merapikan buku bukunya ke dalam tas, mendongak, menatap cowo yang sejak awal menatapnya dengan aura permusuhan yang kental.

Ziza? batinnya penuh tanya.

Selama dua tahun dia sekolah di sini, dia ngga mengenal teman teman di luar kelasnya. Karena itu terselip perasaan heran melihat ada yang sangat marah dengannya di pertemuan pertama mereka.

Dia dipindahkan dari kelas sebelah, karena permintaan papanya yang tiba tiba saja melalui pihak kepala sekolah.

Khalid mengalihkan tatapannya dari cowo aneh yang menatapnya penuh permusuhan.

Dia mengeluh dalam hati, belum kenal sudah jadi musuh.

"Hei.....!" bentak Quin kesal menarik perhatian siswa siswi yang berada di dalam kelas.

Theo cs menghembuskan nafas kesal.

"Ziza? Ngga kenal?" sahut Khalid tenang.

"Tapi, kok, bisa ada plester dari ddi di kening kamu," tunjuk Quin galak.

Spontan tangan Khalid menunjuk plester di keningnya.

Ooh, namanya Ziza. Hati Khalid berdesir hangat. Apalagi sejak tau cewe ramah itu ada di dalam kelas yang sama dengannya.

"Quin, jangan mulai....." Suara lembut Ziza terdengar.

Gadis cantik berhijab itu menggelungkan lengannya di lengan Quin.

Mata Khalid beriak penuh prasangka melihatnya.

"Ayo, ke kantin," bujuknya pada wajah sepupunya yang masih manyun.

"Tapi... Kenapa kamu kasih plester ke dia," kesal Quin membuat Ziza tersenyum agak lebar.

"Nanti aku jelaskan. Ayo."

Masih dengan cebikan kesalnya Quin menurut. Dia ikut melangkah menjauhi Khalid.

Begitu Quin pergi, Theo dan yang lainnya juga pergi. Ruby juga menjejeri langkah mereka.

Terdengar banyak hembusan nafas lega begitu Quin cs sudah keluar dari kelas.

"Kamu beruntung ngga diamuk Quin," ucap seorang siswa yang duduknya di sebelah.

Khalid ngga berkomentar.

"Namaku Gilang."

Khalid menerima uluran tangan cowo itu.

"Khalid."

"Sudah tau."

Bibir Khalid sedikit berkedut.

"Kok aku ngga pernah lihat kamu, ya," ucap Gilang dengan kening berkerut seolah berusaha mengingat wajah Khalid.

Bibir Khalid berkedut lagi.

Dia memang ngga terlihat, ya, batinnya miris.

"Aku mau ke perpus."

Itu memang dunianya.

Khalid bangkit dari duduknya

"Aku temanin. Aku juga mau cari bahan diskusi."

Khalid hanya menganggukkan kepalanya.

"Ziza memang baik. Tapi pengawalnya banyak banget," cicit Gilang menceritakan situasi yang dialami Khalid tadi.

Pengawal? Maksudnya pacar?

Khalid tadi melihat beberapa cowo yang mengikuti Ziza pergi bersama cowo yang dipanggil Quin.

"Jangan berurusan dengan merekalah. Apalagi Quin. Dia sepupu yang posesif banget," sambung Gilang lagi.

Oooh.... mereka sepupuan. Khalid merasa lega mendengarnya.

Jadi bukan pacar, ya.

Terpopuler

Comments

Rahmawati

Rahmawati

ziza udah kuliah skrg,, sepupunya posesif bgt

2024-08-27

1

Rahmawati

Rahmawati

lah salah komen aku,, masih SMA ternyata😂

2024-08-27

1

Yuli Ana

Yuli Ana

kak rahma baru nemu....🥰🥰🥰 bagus bngt kk... pasti seru nih...

2024-07-14

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!