“Hei!!”
“Sudah-sudah, apa-apaan sih... ada anak-anak loh!” kataku cepat. Beruntung Dino dan Puteri kembali sibuk bermain dengan pedang mereka. “kenapa kalian jadi berantem gini sih? Fadi, kenalin nih David. Suamiku.”
David berdehem pelan. Wajahnya yang terangkat seakan menunjukkan rasa bangga dengan status yang ia miliki.
“Oh, ternyata Anda suaminya Tara? Wajar sih orang nggak percaya, kemana aja Anda selama ini? Beruntung Tara masih mau menerima Anda.”
“Jangan sembarangan ya kalau ngomong!”
“Duh! Cukup! Kalian ini kenapa sih! Fadi! Udah dong jangan di perbesar! David juga! Kenapa jadi aneh begini sih! Udah ah, aku capek, aku mau pulang. Fadi, tolong bawa Dino sama Puteri ke dalam ya, aku pulang duluan, dah!” kataku setengah kesal sambil beranjak pergi dari sana. Sebelum pergi, terlebih dahulu aku berpamitan dengan Puteri dan Dino. Lalu setelah itu aku pergi ke parkiran dengan David yang mengikutiku dari belakang.
Panti Asuhan ini memang sudah menjadi tempat persinggahan kami bertiga. Aku, Fadi, dan Anggi. Setiap bulan perusahaan kami memiliki program untuk menyumbangkan sisa-sisa buku cerita di Panti Asuhan ini. Terkadang walaupun kami tidak menyumbangkan buku, kami bertiga senang berkunjung ke Panti ini. Rasanya menenangkan ketika bertemu dengan anak-anak di panti ini. Seakan sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa di hilangkan.
…
Hari ini, aku pulang kerja terlebih dahulu di banding David. Jadi sisa waktu itu aku gunakan dengan tidur di kamar, kepalaku pusing. Ketika aku bangun, hari sudah gelap dan terdengar suara dari kamar David. Ternyata David sudah pulang kerja. Di luar juga masih hujan. Aku lapar, tapi sedang tidak ingin makan makanan yang berat. Mau ngemil tapi aku baru ingat tidak ada stok makanan di kulkas. Aku lupa lagi untuk belanja. Masih belum larut, apa aku pergi sekarang aja ya? Toh hujan mulai reda. Apalagi rasanya aku pengen banget makan cokelat. Ah… kenapa jajan itu godaannya berat banget! Serasa kalau nggak jajan satu hari itu rasanya hampa banget. Astaga, aku mulai lebay...
Sreeettt… tuk!
Dengan memakai hodie kebesaran dan celana training yang nyaman, aku siap bertempur. Hujan-hujan begini malas banget untuk mengemudi. Pesan taxi aja kali ya?
“Mau kemana?”
Aku berbalik badan, melihat David yang sudah bersandar di pintu kamarnya. Ia memakai kacamata, apa ia sedang mengerjakan tugas ya?
“Supermarket,”
“Ngapain?”
“Jajan,”
“Ikut.”
“Hah?”
David kembali masuk ke dalam kamarnya lalu tak sampai 5 menit ia muncul kembali dengan jaket abu-abu dengan dompet dan ponsel yang tergenggam di tangannya.
“Lho? Mau ngapain David? Aku mau ke supermarket loh.”
“Iya tau, kan kamu udah bilang tadi,”
“Oh... jadi David mau ikut?”
“Iya, tidak boleh?”
“Yah... boleh saja sih,”
“Ya sudah, ayo.”
“Tapi kan David masih ada kerjaan?”
“Hem? Tau dari mana?”
“Tsk, kapan sih David itu nggak bekerja,”
“Hem, kerjaanku emang penting sih, tapi Tara jauh lebih penting.”
“Hah?”
“Udah malam, ntar kalau Tara tersesat bagaimana?”
“Tapi David, selama ini kalau aku pergi kan... juga selalu sendiri,”
“Sekarang nggak lagi. Bukannya teman itu selalu ada untuk temannya?” David tersenyum ketika aku mengangguk pelan, “jadi nggak usah takut lagi, ayo,”
Bukannya takut… tapi… pergi bersamamu, aneh aja rasanya. “iya,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments