Bab 3

Jep.

“Hah!!” aku menegakkan punggung cepat, helaian rambutku berjatuhan bersamaan dengan keringatku yang menetes deras. Keringat dingin serasa sudah membasahi sekujur tubuhku. Binar mataku bergetar hebat. Perlahan aku menoleh ke samping, terpegun ketika sadar aku sudah berada di tempat tidur ku, langit-langit kamarku tampak familiar. Ini rumah David. Aku berpaling, melihat meja belajarku yang seperti biasa di penuhi kertas-kertas revisi. Kalender yang sama, buku yang sama, tapi rasanya aneh, ada sesuatu yang berbeda. Aku mendongak, berjalan gemetar ke pintu kamarku ketika mendengar sesuatu dari luar. Gelagatku sudah seperti orang yang setengah mabuk.

Pintu terbuka, dari samping kamarku, seseorang muncul dari dalam kamarnya. Aku terkesiap. Menatap nanar ke arah David dengan pakaian rapinya yang tengah berusaha mengunci pintu kamarnya. Aku pandangi tubuhnya seksama, ia sehat! Tidak ada, tidak ada darah sama sekali, dia…

“Tara?” ia memandangku. Aku terperanjat, jemariku bergetar hebat. Ada banyak kalimat yang ingin segera kuluncurkan tapi semuanya tersangkut di tenggorokanku. “ada apa? Apa kamu sakit?”

“Ti, tidak,” apa aku masih ada di dalam mimpi?? David, David tidak mati! Dia sehat!

“Tara, kamu pucat sekali, apa kamu nyakin?”

“Tidak, tidak apa, tidak apa-apa,” tapi bagaimana mungkin? Padahal aku yakin sekali kecelakaan itu terjadi di depan mataku, itu nyata! Bahkan teriakan kak Tasya masih tergiang jelas di kepalaku. Tapi bagaimana mungkin?

“Tar,” bruk…

Hari itu aku pingsan dan David telat berangkat kerja karenaku. Dokter kemudian datang dan memeriksa ku. Ia mengatakan bahwa aku kelelahan dan melarangku agar tidak sering begadang karena mengerjakan tugas kantor dan memintaku untuk beristirahat penuh di rumah. Sisa hari itu aku gunakan untuk mencari tau apa yang sebenarnya terjadi. Lalu segera aku mengetahui jawabannya ketika melihat kalender yang tergantung di dinding kamarku.

Tanggal dan tahunnya berubah.

Yah, aku kembali satu tahun sebelum perceraian dan kecelakaan David terjadi.

Aku ingat sekali, aku sudah membuang baju yang kukenakan saat ini di tahun kemarin. Namun kini aku masih memakainya kembali. Hah, rasanya aku ingin bertanya pada Tuhan mengapa ini bisa terjadi, tapi ternyata aku baru ingat, aku yang meminta ini semua terjadi! Semua ini adalah hasil doaku.

Yah, Tuhan mengabulkannya.

Jadi… pada kesempatan kedua ini, pada pernikahanku yang tidak sempurna ini, aku harus memperbaikinya lalu menyelamatkan David dan cintanya kakakku.

...

Hari ini hari minggu.

Meski masih tidak mempercayai apa yang terjadi pada diriku ini, aku tetap berusaha menyakini bahwa ini nyata. Aku yakin Tuhan mengabulkan permintaanku, hanya untuk menyelamatkan David. Hanya itu.

Sekarang rencanaku adalah bercerai dengan David, karena aku sadar mau berapa kali pun kisah ini di ulang, aku dan David tidak akan bisa bersatu. Ia hanya menikahi ku karena perjodohan dari orang tua kami, begitu juga aku, aku tidak memiliki perasaan apapun kepada David. Aku hanya menjadi penghalang cinta dia pada kakakku. Jadi apa lagi yang mesti aku pertahankan dari pernikahan ini?

Tapi aku tidak ingin mengulang kesalahan ku yang dulu. Dulu aku dan David seperti orang asing yang tinggal di satu atap rumah. Pembicaraan di antara kami nyaris tidak ada. Rumah hanya sebagai tempat istirahat, bahkan terkadang David sering dinas keluar kota meninggalkanku seorang diri di rumah dan aku tidak pernah merasakan kehilangan sosok dirinya. Kami berbicara bila ada sesuatu yang di perlukan, sisanya tidak ada. Bahkan terkadang rumahku yang dulu terasa lebih ramai di banding di sini. Meski dulu, hanya masalah antara kakakku dan mama ku yang selalu membuat rumah memanas. Tapi itu lebih baik dibanding disini, seakan di sini tidak ada kehidupan. Muak dengan 2 tahun yang begitu terus, pada akhirnya aku dulu yang mengajukan cerai. Masih teringat di pikiranku bagaimana ekspresi David ketika aku mengatakan itu padanya. Aku tidak bisa menjabarkannya, ada raut sedih di wajahnya, rasa kaget, dan… mungkin juga senang. Entah lah, aku juga bingung.

Jujur saja, jika David menikah dengan orang lain selain diriku, asal dia merasa bebas tanpa adanya ikatan yang memuakkan ini, rasanya aku juga ikut bebas. Pernikahan ini… sungguh suatu beban yang berat.

Dan itulah kesalahan ku. Aku menjadikan pernikahan kami layak nya kuburan. Dan aku tidak akan mengulanginya lagi.

“Bubur?” aku menoleh ke bibi yang selalu memasakkan dan membersihkan rumah kami, “Punya siapa Bi?”

“Punya neng dong, di belikan tuan muda tadi.”

“Hah?”

“Neng dah baikan?”

“Ah iya, udah… udah lumayan kok,” aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Di belikan David? Tumben?

“Baguslah, kalau gitu Bibi pulang dulu ya, rumahnya udah di bersihkan kok, ntar Bibi balik lagi buat masakin makan malam,”

“Oh, ok Bi, makasih ya, Bibi mau di antar?”

“Nggak usah neng, rumah Bibi di belakang kok, deket, ntar kalau mau langsung makan siang, telefon aja Bibi, biar Bibi langsung antarkan,”

Aku mengangguk, “Iya Bi, makasih,”

“Iya, Bibi duluan ya, istirahat yang baik ya neng,”

“Iya Bi,” aku merunduk, ada sesuatu yang terlintas di pikiranku, “Bi,”

“Ya?”

“ David… kemana?”

….

Terpopuler

Comments

Vani_27

Vani_27

prolog banyak bab hanya sedikit gmna sih maksudnya?

2025-01-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!