BAB 2 : PERSIAPAN

Suatu siang, dihalaman sebuah Sekolah Menegah Atas, setelah ulangan matematika yang melelahkan. Sekelompok cewek sudah tidak lagi membicarakan ulangan matematika yang barusan mereka lalui, mungkin juga sudah lupa apa yang dikatakan oleh pak Aljab yang mau mengatrol nilai mereka kalau semuanya jelek. Bodo amat!

    "Ngapain dipikirin?" kata Alia. Disambung oleh Shisi, "Nanti malam jangan pada lupa ya? Ulang tahunku! Awas kalau tidak datang!" Dan yang diundang tentu saja seluruh kelas. Tapi diperkirakan yang akan datang tidak semuanya. Alasannya sih macam macam: jauh banget, tidak punya baju pesta (malu kalau harus pakai seragam SMA), dan yang paling gawat: tidak dapat izin dari ortu. Agaknya banyak juga orang tua yang perlu di-up grade, sebab masih menganut paham yang kolot.

    Sonia berlari ke kiri, tapi dengan gesit ditangkap oleh Shisi.

    "Heii... mau kemana kau?" teriaknya dengan guncangan enam skala Richter. Nyaris saja Sonia terbanting. Seperempat melongo, dipandangnya wajah tak berdosa Shisi

    "Mau pulang tentu saja! Memangnya mau nginep menemani Mere?"

    "Kau tak boleh pulang. Ikut ke rumahku dong. Banyak tugas nih!"

    "Lho??? Aku kan lapar!"

    Astaga! Menghina betul kau! Dikira rumahku sudah kehabisan beras?"

    "Harus minta izin dulu dong sama mamaku!"

    "Kan bisa telp, kirim WA atau vidcall, atau apa kek! Kayak mamamu belum kenal siapa Shisi!"

    Sonia mengangkat bahu. Tanpa banyak pikir, dia menurut saja, melenggang disamping Shisi. Miana juga kemudian dikepung oleh mereka berdua dan diciduk. Sekalian dengan Zaza yang gembrotnya manis sekali karena kebanyakan makan yang manis-manis

    Ketika tiba di tempat Shisi, Sonia mengira ada kebakaran. Begitu banyak orang di halaman. Ada yang mengangkat peti, ada yang membawa bawa lampu hilir mudik, ada yang mengangkat kursi diatas kepala.

    "Astaga!" serunya. "Aku pikir ada kompor meleduk! Tahunya sedang pasang tenda! Hebat hebatan nih, Si! Mentang mentang masih muda! Mau lelang rupanya nanti malam ya?" Sindiran Sonia tidak mengguncangkan kegembiraan di hati yang disindirnya.

    "Tentu dong," sahutnya enteng. "Kan tujuh belas itu usia ambang? Masa enggak tahu? Kalau lewat itu, kan kita sudah dianggap tua!"

    "Waduh! jangan bilang bilang begitu di dekat kakakku lho!" bisik Sonia kaget. " Kirana pasti takkan senang dibilang tua. Nantia dia mengadu pada mama, aku yang celaka!"

    Rumah Shisi - di bilangan selatan kota, melewati Cilandak - terletak diatas perbukitan yang sejuk. Luasnya lebih dari seribu meter, tetapi bangunannya sendiri tidak terlalu besar, 'hanya' memiliki delapan kamar tidur.

    Shisi memiliki tiga kakak. Dua kakak perempuannya telah menikah, tapi kamar mereka masih dibiarkan utuh. Kata ibunya, tak usah dibongkar, siapa tahu kapan kapan mereka mau menginap. Dan Idham, abang Shisi, sempat menambah, "Mana tahu kan, nanti bertengkar dengan suami, ngambek dan ingin mudik!" menyebabkan ibu mendelik sambil mengucap: amit-amit, tiga kali.

    Jadi dari delapan kamar itu cuma tiga yang sehari hari dihuni. Dua lainnya penampung nyonya-nyonya yang akan ngambek terhadap suami. Sayang sekali mereka semua tinggal di luar jawa, jadi takkan bisa hadir di pesta ulang tahun Shisi nanti. Tiga kamar lagi memang disediakan buat tamu. Sebab kerabat dari daerah - dengan dalih begini begitu - banyak yang punya urusan di Jakarta, lantas kepingin diundang bermalam disana. Kapan lagi mencoba tinggal di istana, kata mereka tanpa malu malu.

    Mobil yang membawa mereka meluncur masuk, disambut oleh salak si Bruno dan seringai si Idham. Sudah bukan berita baru bahwa murid kelas tiga SMA itu ingin merampas hati cewek yang menjadi teman baik adiknya, Sonia. Sementara ini memang antene Sonia masih belum bergetar. Mungkin dia masih tidur. Atau boleh jadi itu memang taktik perempuan, supaya bisa berlagak jual mahal. Mumpung hari masih pagi. Masih jalan tujuh belasan.

    Idham sendiri juga maklum. Sebab Shisi juga sok jual mahal terhadap teman sekelasnya yang sudah lama jungkir balik dilanda cinta terhadapnya (menurut pengakuan pribadi; entah berapa dalam kebenarannya, sebab Idham tak bisa mengukur berapa dalam hati temannya itu). Lihat saja nanti malam kalau si Reno muncul. Pasti Shisi akan mendadak kelihatan sibuk mengatur ini itu. Tentu saja cuma kamuflase! Sebab biji-mata-Mami mana pernah sih bekerja atau dibiarkan sibuk. Namun lagak itu perlu, agar Reno malang itu akan menjadi gelisah, malah sedikit gelagapan, terlebih melihat si Manis-belang-tiganya dikerumuni cowok cowok (yang sebenarnya adalah pasangan teman teman sekelas Shisi).

    Aaahh. Idham menaikkan alis dan bersiul kecil. Tiga gadis manis meluncur keluar setelah Shisi. Si gembrot Zaza pun sebenarnya tak kurang pula cantiknya, cuma bobotnya itu yang selalu membuat Idham serta teman temannya banyak berpikir, apa bisa terlawan kalau pecah konfrontasi nanti? Orang pacaran kan - apalagi kalau sudah resmi - lumrah saja kadang terjadi perang sipil bukan? Namanya juga kation dan anion, elektroda positip dan negatip. Kalau bersentuhan pasti terjadi percikan api yang panas.

    Idham pernah bilang pada adiknya, "Sungguh mati, aku cinta pada Sonia." Tapi dalam hati dia sudah bersiaga. Seandainya cewek itu sampai kesetrom orang lain, agar hatinya sendiri tidak sampai koyak, Idham bersedia sedia merampas hati yang lain. Karena itu dia selalu gembira setiap kali ada kesempatan 'memperluas pandangan mata' seperti saat ini.

    Tiga cewek cakep, wuuiihh, pikirnya dengan penuh gairah. Si Miana pun tidak terlalu bego sebenarnya. Asal dibedaki dan digincui, pasti akan kelihatan lebih meriah!

    "Wah, bakal ramai sekali sirkus nanti malah nih!" seru Idham yang tengah membersihkan motor di garasi. Zaza merasa tersindir, dia menunduk malu. Kaus T-shirt yang dikenakannya memang terlalu menyala. Itu hadiah dari orang. bergaris garis lebar lima senti, selang seling jingga dan merah, mengingatkan orang pada tenda sirkus. Sebaliknya si ceking Miana justru memakai loreng loreng hitam putih. Tak pelak lagi, dilihat lihat mmemang tak jauh bedanya dengan zebra kesasar atau jerapah kelaparan. Cuma Sonia yang Idham tak berani mengusik.

    "Dham, kau jangan bikin teman temanku malu dong," kata Shisi. "Nanti kami boikot semua teman temanmu, baru tahu! Ayo, mari kita kedalam. Jangan ladeni abangku yang geblek itu!"

    Seperti induk ayam, Shisi menghalau semuanya masuk. Idham mencibir sambil melirik geli. Ingin sekali rasanya mencubit lengan montok si Tenda sirkus. Sayang, nanti bisa terjadi gempa bumi!

    Shisi membawa teman temannya menyalami ibunya yag sedang sibuk di dapur. Sambil tertawa lebay, disuruhnya mereka segera makan supaya bisa segera membantu.

    "Wah aku dibawa kemari mau disuruh kerja rupanya," bisik Zaza di ruang makan

    "Tentu saja," sahut Shisi tenang. "Kau pikir, orang kalau memberi makan orang lain, apa dengan percuma?"

    "Brengsek kau! Aku kan harus tidur siang. Kalau tidak, mana aku bisa tahan sampai malam?"

    "Wow, wow, badan sudah semelar gajah, apa masih mau diperbesar lagi, biar jadi gajah buntek? Ayo, makan dulu deh. Kalau perut kosong memang suka pada loyo ya."

    Tanpa sungkan, mereka berebut di tengah meja makan. Sudah tentu Zaza yang paling rakus. Jari jarinya yang sebesar wortel itu amat gesit meraup piring dan mangkok, lalu mengangkatnya. sementara yang lain melongo menunggu giliran.

    Tengah asyik-asyiknya makan, mendadak Miana teringat bahwa dia tak membawa baju pesta.

    "Wah gimana ya?" seru Zaza ikut ikutan. Perutnya yang sudah setengah terisi rupanya membuat pikirannya lebih terang. "Aku juga baru ingat! Masa akan kupakai baju ini? Bisa bisa abangmu dan teman temannya bisa mati ketawa dong!"

    "Betul juga ya," kata Shisi berpikir. "Baju bajuku pasti tak akan ada yang cocok sama kalian berdua. Dengan Sonia mungkin masih bisa."

    "Idiihhh, aku sih paling pantang pakai baju orang lain! Amit amit. Nanti kumannya pada nular! Biar rombengan, harus baju sendiri."

    "Nah, habis gimana dong? Masa kalian mau pulang semua mengambil baju? Rumahmu di utara, kau di timur dan kau di barat. Capek di jalan kalau mesti mondar mandir."

    Idham yang mendengar obrolan para cewek, tiba tiba nyeletuk, "Lha kalian ini gimana? Memang benar kalau cewek itu lebih banyak ributnya daripada mikirnya!"

    "Huuu..... sok pinter!" sembur Shisi

    "Kalian kan punya Hp? Tinggal kontak mama masing2, suruh ambilkan baju kalian, lalu kirim pakai gosend. Beres kan?"

    "Eh, bener juga tuh usul. Makasih ya abangku sayang." Shisi cengengesan

    "Tapi........ kalau ternyata mama salah ambil dan tidak sesuai dengan yang kita maksud, bagaimana? Baju baju di lemari ku kan banyak juga yang warnanya mirip mirip?"

    "Ya tinggal minta mama mu foto dan kirim ke WA mu. Kalau salah ya minta cari lagi, foto lagi, kalau sudah benar baru dikirim. Gampang kan?" Idham melirik pujaannya sambil tertawa geli

    Ketiga cewek langsung mengambil Hp masing masing dan sibuk berbicara (kalau tidak boleh dibilang memberi perintah) kepada ibu masing masing di rumah

    Setelah urusan baju selesai, tahu tahu gajah mereka sudah tergeletak di atas dipan di ruang makan.

    "Huuh!" keluh Shisi berdiri bingung di pinggir dipan, sambil diawasi yang lain. "Gimana ini? Tugas masih banyak. Membungkus kue, menghias podium, memasang bunga bunga di meja dan dinding. Masa kita akan tidur?"

    "Sebenarnya akupun juga ngantuk," Sonia mengaku tanpa menyembunyikan mulutnya yang mulai menguap.

    "Ya, sebenarnya aku juga." Shisi mengangguk

    "Kalau enggak tidur, nanti kita enggak segar kelihatannya," Sonia menambahkan. Sebab dia tahu betul Shisi paling takut kelihatan tidak menarik. "Lebih baik kita tidur barang setengah jam saja. Setelah itu baru kerja. Gimana, Mi?"

    "Setuju banget. Tapi kalau sudah tidur, biasanya aku susah bangun. Paling tidak harus satu jam aku habiskan."

    Shisi makin kelihatan mengantuk mendengar diskusi kedua temannya. Akhirnya dia memandang mereka dan Zaza bergantian, menghela napas, dan mengangkat bahu. "Stengah jam saja ya? Kita pasang alarm." lalu digiringnya mereka ke loteng.

    "Eh, Zaza bagaimana?" tanya Miana

    "Biarkan saja disitu. Siapa yang sanggup menggotongnya? Dia sudah pulas, tak boleh dibangunkan, nanti kaget." Dan memang benar, Zaza susdah mulai kedengaran mendengkur halus.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!