Vi mengingat-ingat lagi sebelum kejadian itu terjadi. Yang ia ingat, ia hanya meminta gadis yang ada di sabelahnya itu untuk membuatkan kopi, dan setelah ia meminum kopi merasakan sedikit pusing, lalu meminta gadis itu membawakan segelas air putih untuknya. Vi terus mengingatnya tanpa henti, Vi yakin kopi itu bukan kopi yang biasa ia konsumsi di kantornya, apalagi Vi ingat gadis itu memakai kopi milik Alex yang belum diseduh, karena Alex pulang dengan gugup, anaknya masuk rumah sakit.
“Shit! Ini semua karena kamu, Alex! Kau tidak berubah, selalu bawa kopi laknat itu kalau kamu ingin lama-lama dengan istrimu di kamar!” umpat Vi dengan meremas kepalanya.
Ardini masih menangis, ia tidak memedulikan Vi berkata apa. Yang ia pikirkan adalah masa depan dirinya sudah hancur. Rencananya mungkin akan terkubur dalam jika setelah kejadian malam ini hidupnya akan berubah menjadi hancur karena kemungkinan dia akan mengandung benih dari atasannya itu. Apalagi Ardini sudah memiliki kekasih, dan dalam waktu dekat ini Ardini akan meresmikan hubungannya dengan kekasihnya.
“Kau juga ceroboh, kenapa kau bikin kopi yang akan Alex bikin!” ucap Vi kasar.
Tidak ada jawaban dari Ardini, karena dia masih merasakan kehancuran hidupnya malam ini. Kehormatannya raib malam ini diambil oleh Vijendra, CEO dengan sejuta pesona dan sangat dikagumi oleh semua karyawan perempuan di kantornya.
Vi melihat Ardini masih menangis, ia tahu betapa sakitnya gadis itu. Vi secara tidak sengaja telah memperkosa gadis itu, Vi yakin tadi telah menyakiti gadis itu karena dia suka main dengan kasar, apalagi yang ia ingat hanya Sirta dalam bayangannya.
“Pakai bajumu, aku akan antar kamu pulang,” ucap Vi.
Vi memakai bajunya lebih dulu, lalu ia mengambilkan baju milik Ardini, dan menyuruh Ardini memakainya. Setelah Ardini selesai memakai bajunya, Vi mengajak Ardini untuk pulang.
Ardini mencoba mengusap air matanya. Ia tidak mau ketauhuan habis menangis saat keluar dari kantor, apalagi di depan pasti ada Satpam yang jaga. Ardini berusaha berjalan dengan hati-hati, karena sakit masih menyerang di area pangkal pahanya. Vi berjalan di belakang Ardini, ia tidak mau menyentuh Ardini, karena dari awal Ardini sudah menolak untuk dipapah Vi.
“Tunggu di depan sana, saya ambil mobil, saya antar kamu pulang!”
Ardini hanya berjalan, tidak memedulikan ucapan Vi. Dia benci dengan laki-laki yang baru saja mengambil mahkotanya dengan paksa. Apalagi menyalahkan dirinya yang salah membuatkan kopi. Akan tetapi Ardini juga menyadarinya, dia salah karena asal bikin kopi, padahal kopi milik Alex itu kopi yang berbeda dengan kopi yang ada di tempat kopi.
Vi pulang, dan meliaht Ardini berjalan di trotoar dengan langkah yang gontai dan terpincang-pincang. Vi berhenti di depan Ardini, lalu ia menyuruh Ardini masuk, ikut dengannya, dan mengantarkan pulang Ardini sampai rumahnya.
Ardini menurutinya, tidak mungkin juga ia pulang dalam keadaan seperti ini dengan jalan kaki, tidak mungkin juga ia meminta dijemput kekasihnya, karena kekasihnya juga sedang bekerja di Pabrik, dan dapat jatah shift malam.
Suasana di dalam mobil hening, Ardini masih menangis, dan Vi masih diliputi rasa bersalah pada Ardini.
“Aku akan bertanggung jawab!” ucap Vi begitu tegas.
Namun, Ardini masih saja diam, dia hanya bisa menangis. Bertanggung jawab bagaimana? Vi adalah laki-laki yang memiliki istri, dan Ardini sudah memiliki kekasih, dan sebentar lagi akan meresmikan hubungannya?
“Namamu siapa?” tanya Vi.
“Ardini, Tuan,” jawab Ardini dengan suara serak.
“Adin, jika kamu hamil, jangan pernah gugurkan anak itu, aku akan bertanggung jawab penuh atas apa yang sudah aku lakukan, bahkan aku siap untuk menikahimu!” tegas Vi.
“Tuan punya istri. Aku tidak akan hamil!” ucap Ardini.
“Kau masih gadis, aku yang mengambil kegadisanmu, kalau aku tidak bertanggung jawab aku akan merasa berdosa sepanjang hidupku! Aku juga butuh seorang anak, istriku tidak mau memberikanku anak, jadi jika kamu hamil, aku akan menikahimu, Adin!”
Adin. Baru kali ini Ardini mendengar orang memanggilnya dengan sebutan Adin, semua orang yang kenal dengannya, memanggilnya Dini, di kantor pun semua OB memanggilnya Dini, Vi memberikan panggilan yang berbeda sendiri.
“Di mana rumahmu?”
“Di kampung itu, ke depan dua ratus meter lagi, lalu ada Gang, saya turun di depan gang saja!” pinta Ardini.
“Saya antar kamu sampai depan rumah!”
“Gangnya sempit, Tuan.”
“Tidak masalah, asal saya sudah tahu itu rumah kamu. Kamu tinggal dengan orang tuamu?” tanya Vi.
“Saya tinggal dengan adik saya, dan nenek, Tuan. Kedua orang tua saya meninggal sudah lama,” jawab Ardini.
Vi menganggukkan kepalanya. Ia menatap Ardini sekilas, rasa bersalah semakin menyelimuti dirinya. Ia sudah merusak gadis yang sangat lugu itu. Meski jauh dari kata cantik, namun Ardini berparas manis.
“Ini rumah saya, Tuan,” ucap Ardini.
“Mau saya antar ke dalam?”
“Tidak usah, lebih baik tuan pulang, terima kasih,” ucap Ardini.
“Sekali lagi saya minta maaf, Adin,” ucap Vi.
Ardini mengangguk, lalu ia membuka pintu mobil Vi dan keluar. Akan tetapi saat Ardini akan keluar, Vi menahan tangan Ardini.
“Sebentar Adin!”
“Ada apa Tuan?”
“Ini ada sedikit uang dariku. Jangan kau anggap aku membayarmu, aku akan bertanggung jawab mulai detik ini, Adin. Apa yang akan terjadi padamu itu tanggung jawabku sekarang. Pakai uang ini untuk kebutuhanmu, dan jika kau terlambat datang bulan, segeralah periksakan dirimu,” ucap Vi.
“Tidak perlu, Tuan. Terima kasih,” tolak Ardini.
“Adin, jangan tolak semua ini. Aku akan semakin merasa bersalah jika begini,” ucap Vi.
“Maaf, saya tidak bisa. Dan tolong lupakan kejadian tadi, Tuan. Anggap tidak pernah terjadi!” ucap Ardini, dia langsung meninggalkan Vi, dan masuk ke dalam rumahnya.
Vi memukul kemudinya dengan keras. Ia meremas rambutnya. Tidak pernah ia bayangkan akan begini, dirinya akan menyentuh perempuan selain istrinya. Semua itu bermula dari kopi milik Alex. Vi tetap ingin bertanggung jawab, ia tidak mau lepas tanggung jawab begitu saja, apalagi jika sampai Ardini hamil, dia tidak mungkin akan lepas tanggung jawab.
“Apa ini Doa Eyang Nungki terkabul? Kemarin selalu saja menyuruhku menikah lagi, bahkan sampai memarahi Sirta karena Sirta tidak mau hamil. Dan mengancam Sirta kalau tidak mau hamil, aku akan menikah lagi. Kenapa harus dengan gadis itu?” ucap Vi dengan kacau.
Ardini masuk ke dalam kamarnya, ia menangis sejadi-jadinya, untung saja saat dia pulang Nenek dan Adik Perempuannya sudah tidur semua, dan tidak ada yang tahu kalau Ardini pulang. Karena semua tahu kalau Ardini malam ini lembur sampai malam.
“Bagaimana ini? Aku sudah seperti ini, apa Yanuar akan mau menikahiku? Apa dia mau menerimaku yang seperti ini? Aku tidak sanggup jika aku harus jujur dengan Yanuar,” batin Ardini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
next Kak ❤️❤️❤️👍👍👍🥰🥰🥰
2024-07-06
0
sarinah najwa
semangat up sudah kasih vote💪💪💪💪🥰🥰
2024-07-06
1