Sembilan

Kiran : Ayo kita bertemu. Kamu bisa tidak?

Kiran : Biar aku saja yang ke kamu!

Membaca pesan tersebut, Zico langsung tersenyum puas. Zico merasa menang. Sungguh ada sensasi kebahagiaan luar biasa yang membuat Zico merasa jauh lebih hebat karena berhasil membuat istri orang mengemis sentuhannya.

Di tempat berbeda, sebisa mungkin Yusuf membuat ponsel Kirana tak terkunci. Yusuf yang sengaja menyita ponsel Kirana sengaja menggunakannya untuk berkomunikasi dengan Zico. Mereka berkirim pesan dan tampaknya Zico tidak curiga. Zico mengajak Kirana ketemuan di sebuah hotel.

“Bajin.gan!” Kata itu langsung melesat dari bibir Yusuf ketika Zico membalas pesan di ponsel Kirana.

Alamat hotel sudah Yusuf kantongi, dan ia langsung menggunakan mobilnya untuk ke sana.

“Apa yang membuat Kirana begitu dengan mudahnya menceritakan semuanya kepada Zico? Kenapa dia dengan begitu mudahnya berpaling dariku? Ini sungguh belum ada dua minggu dari pertengkaran kami!”

“Belum ada dua minggu aku memintanya untuk tidak perlu memikirkan tentang anak!”

“Belum ada dua minggu dia meyakinkanku bahwa dia tidak bisa tanpa aku!”

“Aku pikir semuanya sudah baik-baik saja. Namun, ... ternyata aku salah.”

“Apakah mantan terindah berikut masa lalu mereka, jauh lebih penting ketimbang aku yang suaminya?”

“Jika memang aku mandul dan itu menjadi hal fatal yang tidak bisa Kirana terima, kenapa dia tetap mempertahankan aku? Kenapa dia akan membuatku membesarkan anak hara.mnya dengan laki-laki lain?”

“Bukankah lebih baik bercerai agar mereka bisa melakukan semuanya dengan leluasa? Supaya mereka tidak harus bersembunyi-sembunyi lagi dariku!”

Yusuf mengerem mendadak mobilnya tepat di depan pintu masuk jalan tol. Ia menangis tersedu-sedu dan beberapa kali menin.ju setir. Hingga klakson yang ada di sana turut meriuhkan keadaan. Untungnya, di belakangnya tidak ada pengemudi lain. Meski pengemudi di kanan kirinya, Yusuf yakini sudah menjadikannya sebagai fokus perhatian.

Rasa sesak yang begitu menyiksa memenuhi dadanya. Yusuf bukan hanya merasa dikhianati, tetapi juga dibuang. Hingga Yusuf akhirnya menyadari, meminta Zico berhenti bukanlah yang harusnya ia lakukan lebih dulu. Sebab mengamankan sang istri, memastikan sang istri mengambil keputusan, merupakan yang harus ia lakukan. Andai pada akhirnya dirinya lah yang tetap dibuang, itu jauh lebih baik ketimbang bertahan tapi terjadi perzinahan.

***

“Aku sudah tahu semuanya.” Yusuf terdiam dan memang tidak bisa melanjutkan ucapannya. Ia menatap saksama kedua mata Kirana yang mulai menatapnya.

Selain mendadak membangunkannya meski Yusuf masih melakukannya penuh kelembutan, Kirana juga mendapati ponselnya ada di tangan kanan Yusuf.

Bingung, khawatir, bahkan takut, seketika menjadi satu dan membuat Kirana tak bisa berpikir. Kirana sampai lupa bernapas untuk beberapa saat.

“Aku mandul ... karena di masa lalu. Saat kamu dan Zico masih SMA, kamu pernah hamil anak Zico kemudian kami abor.si,” ucap Yusuf dengan emosi yang masih tertahan.

“S—sayang ...?” refleks Kirana di tengah jantungnya yang berdentam-dentam. Di sana terdengar kacau dan seolah nyaris meledak. Ditambah lagi ketika ia menatap kedua mata Yusuf yang ternyata sembab sekaligus basah. Kedua mata Yusuf nyaris tak berkedip dalam menatapnya!

Benarkah Yusuf tahu semuanya? Dari mana? Karena sandi di ponsel Kirana saja sudah Kirana ganti? Kirana yakin Yusuf sudah tidak bisa mengakses ponselnya. Dalam diamnya Kirana terus bertanya-tanya. Namun, ia tetap belum mendapatkan jawabannya.

Layaknya niat terakhir Yusuf, ia sungguh tak akan meminta pihak lain termasuk itu Zico, untuk berhenti. Sebab andai istrinya tulus kepadanya. Andai istrinya wanita baik-baik. Sebur.uk apa pun istrinya di masa lalu, istrinya pasti tidak akan main serong darinya.

Tegar dan penuh kesabaran, Yusuf menghela napas pelan sekaligus dalam. Ia sadar, sang istri sudah mulai ketakutan. Apalagi ketika ia memberikan ponselnya dan jelas meminta istrinya untuk menerimanya.

“Coba dibuka, WA kamu dan Zico,” lembut Yusuf.

“S—sayang ....” Kirana berusaha mengelak. Ia benar-benar ketakutan dan tak mau menerima ponselnya.

“Aku sudah tahu semuanya,” lembut Yusuf. “Sekarang bahkan Zico sedang menunggumu di hotel!”

“Hah ...?” batin Kirana benar-benar syok. Apalagi ia memang baru bangun tidur. Ibaratnya, nyawanya saja belum terkumpul.

“Enggak apa-apa aku mandul. Yang penting aku tidak zalim apalagi menghalangi kebahagiaan orang lain,” ucap Yusuf.

“Sayang ... kamu salah paham.” Air mata Kirana jatuh.

“Jadi, jika memang kamu masih mau lanjut dengan Zico yang di masa lalu bisa membuat kamu hamil, ... aku mundur,” lirih Yusuf benar-benar sakit.

“Sayang, ... Sayang aku mohon jangan bilang begitu!” tegas Kirana mulai histeris.

“Aku enggak mau jadi orang zalim karena aku percaya, karma, bahkan azab dari tebar tuai itu ada!” dalam Yusuf yang akhirnya menitikkan air mata.

“Kamu salah paham. Aku hanya ingin membuat hubungan kita sempurna dengan kehadiran seorang anak—”

“Aku enggak butuh anak. Aku mandul! Aku sadar diri!” lirih Yusuf memotong penjelasan Kirana.

Kirana terdiam menatap tak percaya Yusuf. Bisa ia pastikan, Yusuf memang sudah tahu semuanya. Semua rencananya dengan Zico.

“Sebelum semuanya telanjur jauh, ... aku akan mengembalikan kamu ke orang tua kamu. Aku ingin menyudahi semuanya secara baik-baik karena saat memulainya pun, kamu melakukannya dengan baik-baik!” tegas Yusuf masih bisa mengontrol emosinya meski Kirana sibuk memintanya berhenti membahas perpisahan.

Masih sangat Yusuf ingat. Bahwa di masa lalu, Kirana lah yang terus mengejarnya. Kirana yang terus meyakinkannya dan Kirana sampai meminta bantuan mamanya hingga akhirnya Yusuf luluh.

“Aku enggak mau kehilangan kamu! Enggak ... aku mohon, aku enggak mau!” histeris Kirana sambil memeluk Yusuf. Pelukan yang makin lama makin erat meski kali ini, Yusuf sama sekali tidak membalasnya.

“Jika Zico jauh lebih membuat kamu bahagia, tapi kamu enggak berani bilang ke aku apalagi ke orang tua kamu, nanti aku bantu. Karena andai aku tetap berusaha mempertahankan hubungan sekaligus pernikahan kita, tapi kamu yang aku pertahankan enggak mau. Yang ada kita pasti hanya akan saling melukai.”

“Mau aku marah-marah ke kamu, bahkan aku bunuh kalian, tapi kalian suka sama suka. Kalian mau sama mau. Tentu justru aku yang salah.”

“Namun jika kamu dengan Zico, ... kamu juga harus siap andai suatu hari, Zico meninggalkanmu untuk cinta lain. Sekarang saja statusnya suami orang. Mau enggak mau, siap enggak siap.”

“Sayang, ... sudah cukup! Aku benar-benar minta maaf!” Kirana tersedu-sedu sambil tetap memeluk erat sang suami.

“Separuh nyawaku sudah pergi bersama rencanamu dan Zico. Aku hancur, ... terlalu sulit untuk dijelaskan mengenai apa yang aku rasakan sekarang,” ucap Yusuf.

“Kamu tidak harus memilih aku. Karena andai kamu memang ingin dengan Zico, ... aku ikhlas!” ucap Yusuf benar-benar pasrah.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***