Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan

"Jam tangan baru Kak?" tanya Rissa saat Vio duduk di sampingnya untuk menikmati sarapannya yang sudah kesiangan itu.

Vio mengangkat pergelangan tangannya dan melihat jam tangan pemberian Amar kemarin. "Couple-an sama Mas Amar Bun," jawab Vio lalu menyendok lagi makanannya.

"Inget pesan Bunda sama Ayah lho Kak."

"Iya Bun, Vio inget kok. Tapi Bun, Vio bingung deh, kenapa ya Mas Amar tuh gercep banget sama hubungan kami ini. Vio malah khawatir deh."

"Khawatir gimana?" tanya Rissa bingung.

"Ya kayak terlalu cepat gitu deh."

Rissa tertawa. "Kamu lupa gimana perjalanan Ayah sama Bunda dulu, baru kenal hitungan bulan, tahu-tahu Bunda sama Ayah menikah aja."

"Kalo itu kan special case Bun, aku yang jatuh cinta ke Bunda duluan," ucap Vio sambil mengingat bagaimana dulu dia tak pernah klop dengan perempuan yang dibawa sang Ayah untuk menjadi bundanya.

"Eit... sembarangan kalo ngomong! Kamu memang yang milihin, tapi Ayah beneran jatuh cinta sama bundamu ya!" Rama masuk ke rumah masih memakai baju olahraganya.

"Iya iya, Vio tahu Yah!" Vio mendengus pelan, pasalnya dia paham bagaimana dulu ayahnya dan bundanya menikah karena sedikit ada paksaan dari Vio, karena Vio kecil hanya mau Rissa yang menggantikan ibu kandungnya yang pergi saat Vio masih kecil dulu.

Vio selesai dengan bubur ayamnya, lalu membawa piring kotor bekasnya makan ke wastafel dan mencucinya.

Meski mereka memiliki art, berkat didikan tegas Rissa kepada kedua anaknya, mereka terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah semisal membersihkan kamar masing-masing atau mencuci bekas makan minum mereka.

"Habis ini Vio ijin ketemu klien ya Bun, Yah. Mungkin pulang agak sorean, sekalian mau cari beberapa material untuk kebutuhan klien," pamit Vio mulai bersiap dengan tas dan laptopnya.

"Sendiri?" tanya Rissa.

"Ngajakin Astrid kok Bun. Oh iya hampir lupa, kalo gudang belakang Vio pakai buat ruang kerja boleh nggak Yah, Bun."

"Gudang kosong itu?" tanya Rissa.

"Iyah."

"Mana layak sih Kak."

"Terus gimana Bun, aku butuh naruh barang-barang, kamarku rasanya terlalu sempit."

"Kenapa nggak kamar tamu depan itu kita renov aja, nanti kita tambahin bangunan untuk menerima klien," usul Rissa.

"Tapi kan disana banyak tanamannya Bunda, nanti rusak Bun." Vio jelas menolak kalau dia harus mengorbankan kebun bunga kesayangan bundanya itu. Kalau masalah meeting dengan klien, bisa meeting di kafe atau restaurant.

"Nanti Bunda pindahin sebagian di halaman belakang, gampang itu." Rissa mengibaskan tangannya lembut, demi kenyamanan Vio, mengorbankan beberapa tanamannya dirasa Rissa tak masalah.

"Nanti aja kita omonginnya, aku harus berangkat sekarang, takut telat. " Vio pun bergegas merapikan bawaannya dan pamit kepada kedua orang tuanya.

Vio dan Astrid menemui klien mereka untuk membicarakan konsep yang klien mau.

Memerlukan waktu lebih dari satu jam untuk mereka menyatukan ide, hingga mereka harus memesan tambahan minuman dan snack karena sungkan kepada pemilik kafe yang sering melirik ke arah mereka.

"Jadi deal ya Mbak, konsepnya mau seperti ini? Nanti kita perlu meeting beberapa kali lagi untuk mematangkan konsep kita ini."

Klien Vio mengangguk setuju, lalu setelah dirasa cukup untuk meeting hari itu, klien tersebut pamit undur diri.

"Riweh ya Trid kalo harus meeting di luar terus kayak gini?" Vio mengeluh sambil membereskan beberapa kertas dan tablet ke dalam tasnya.

"Iya, mana pemilik kafenya jutek banget lagi, nggak didatengin lagi baru kapok!" Astrid mengomel dengan judesnya.

"Padahal lagi sepi juga ya, dan kita juga pesen snack dan minuman tambahan lho." Vio mengerucutkan bibirnya sebal.

"Ya udah yuk Mbak, kita pergi dari sini, males dipelototin terus!" Astrid berdiri, membantu Vio membawa barangnya.

Vio sendiri melipir untuk membayar tagihannya yang nominalnya bisa dibilang tidak murah itu.

"Maaf ya Mbak, aku meetingnya kelamaan, sebenarnya mau rekomen ke temen-temen sih buat mampir kesini, tapi takut mereka ngeganggu pengunjung yang lain, soalnya kan temenku banyak yang pebisnis, meetingnya pada lama-lama," ucap Vio saat menerima kartu debetnya setelah digesekkan ke mesin EDC.

Pemilik kafe itu terkesiap, dia tak menyangka bahwa perempuan muda dan cantik itu ternyata memiliki circle seperti yang ia sampaikan tadi.

Vio pun melenggang meninggalkan tempat itu. "Jadi nemenin kan Trid?" tanya Vio saat keduanya berada di dalam mobil.

"Jadi Mbak, hari ini aku off, jadi aku bisa temenin Mbak Vio seharian."

Vio bersiap menginjak pedal gas, saat ponsel yang ia letakkan di samping kursinya bergetar, ada nama Masku dilayar sana.

"Iya Mas," sapa Vio setelah Vio menggeser tombol hijau itu.

"Lagi di mana Babe?" tanya Amar.

"Lagi mau otw ke salah satu vendor pernak-pernik Mas, kenapa?"

"Bisa minta tolong nggak Babe?"

"Minta tolong apa Mas?"

"Temenin Ibu ketemu sama orang yayasan dong, Fira nggak bisa nganterin katanya," jawab Amar penuh pengharapan.

"Sekarang banget Mas?" tanya Vio dengan gelisah, dia kan baru sekali bertemu Bu Tari, masak sekarang dia harus pergi berduaan dengan ibu dari pacarnya itu.

"Iya, bisa kan? Soalnya Ibu nggak terbiasa pergi sendirian kalo ketemu orang penting kayak gini, biasa Bapak atau salah satu dari kami yang nemenin."

Vio menggusah nafasnya pelan, dalam benaknya ini semacam test untuk dirinya layak atau tidak layak mendampingi Amarta, setelah sebelumnya Amarta mengungkapkan ingin menyeriusi dirinya.

"Nggak bisa ya Babe?" tanya Amar saat di seberang sana Vio cukup lama terdiam.

"Eh bisa, bisa Mas. Aku harus ketemu Ibu dimana?" tanya Vio akhirnya, ada rasa tak enak dalam hatinya kalau ia harus menolak permintaan Amarta barusan.

"Ibu tungguin kamu di rumah."

"Oh ya udah kalo gitu aku kesana sekarang, tapi share loc ya Mas, aku lupa-lupa ingat sama rumah Mas."

"Oke Babe, btw thanks ya Babe dan hati-hati di jalan."

Pesan Amar masuk ke dalam ponsel Vio. Vio mengaktifkan map dan bersiap menuju ke rumah orang tua Amar.

Deheman seseorang mengagetkannya. "Lupa kalo masih bawa aku Mbak?!" tanya Astrid dengan muka jutek.

"Maaf ya Trid, grogi gue karena dapet tugas yang mendebarkan kayak gini," celetuk Vio sambil meringis, menampilkan deretan giginya yang putih.

"Emang galak Mbak?" tanya Astrid sambil bergidik.

"Nggak sih, persoalannya aku baru sekali ketemu sama ibunya Mas Amar."

"Mas Amar?"

"Pacar aku Trid!" ketus Vio kesal, pasalnya pertanyaan Astrid membuat Vio jadi semakin grogi.

"Ya udah Mbak, aku pulang aja, bobok cantik sampai sore mumpung libur." Astrid bersiap membuka pintu mobil Vio.

"Eh bentar bentar Trid." Vio mengambil dua lembar uang seratus ribuan dan menyerahkan ke Astrid. "Buat ongkos pulang sama jajan."

"Ah, makasih Mbak Vio, aku nggak jadi pulang, mau ke mall aja jajan ramen."

Astrid turun dari mobil Vio dan melambai saat Vio meninggalkan tempat itu.

Sambil mengikuti arahan Mbak gugle yang sedang mengarahkan rute menuju ke tempat yang ditujunya, sesekali Vio mendesah untuk mengurai rasa groginya.

Ketika mobil Vio sudah sampai ke tempat tujuannya, tangan Vio mendadak menjadi dingin dan semakin grogi.

"Duh pacar gue kebangetan banget sih, masak baru pacaran sebulan lebih, gue udah disuruh berduaan sama nyokapnya!"

Setelah mengucapkan omelannya beberapa kali, akhirnya Vio turun dari mobilnya dan memencet bel yang terdapat di pagar itu.

"Siang Pak," sapa Vio kepada salah satu sekuriti yang mengintip dari kotak kecil yang berada di pagar tersebut.

"Siang Mbak, mau cari siapa?!" tanya sekuriti tersebut galak.

"Pak Satpam itu Vio calon mantu Ibu!" seruan seorang perempuan dari teras sana membuat pak satpam bergegas membukakan pintu.

"Mbak Vio?" tanya pak Satpam memastikan.

"Iya Pak," jawab Vio sopan.

"Mari Mbak, sekalian aja mobilnya dimasukin." Pak Satpam membuka pintu gerbang itu lebar-lebar.

Vio masuk kembali ke dalam mobilnya dan memarkirkan mobilnya di halaman rumah itu.

Bu Tari menunggu Vio di teras rumah itu, dengan senyum merekah dia menyambut calon menantunya itu.

"Bu." Vio mendekat dan mencium punggung tangan ibu dari pacarnya itu.

"Ya ampun mantu Ibu tambah cakep aja." Tari memeluk tubuh Vio erat.

"Maaf ya, gara-gara Amar yang terlalu berlebihan, Ibu jadi ngrepotin kamu," ucap Tari sambil membimbing Vio masuk ke dalam rumah.

Kaki mereka belum masuk ke dalam rumah, saat mobil lain masuk ke pekarangan rumah itu.

"Safira!"

Episodes
1 Bab satu : Teman rasa Pacar
2 Bab dua : Sesuatu di pesta
3 Bab tiga : Nyenggol lagi
4 Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5 Bab lima : Ditolong orang itu
6 Bab enam : Semenarik itu
7 Bab tujuh : Bertemu Vio
8 Bab delapan : Gentleman
9 Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10 Bab sepuluh : Perasaan Dante
11 Bab sebelas : Dinner tak biasa
12 Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13 Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14 Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15 Bab Lima Belas : Konfrontasi
16 Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17 Bab Tujuh Belas : Meleleh
18 Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19 Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20 Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21 Bab Dua puluh satu : Persaingan
22 Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23 Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24 Bab 24 : Adu ketegangan
25 Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26 Bab 26 : Mobil misterius
27 Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28 Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29 Bab 29 : Berartinya Dirimu
30 Bab 30 : She's mine!
31 Bab 31 : Harus A
32 Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33 Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34 Bab 34 : Belum seserius itu kok
35 Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36 Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37 Bab 37 : Curahan hati Amar
38 Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39 Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40 Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41 Bab 41 : Terungkap
42 Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43 Bab 43 : Ancaman Asa
44 Bab 44 : Bibit pengkhianat
45 Bab 45 : Diperjuangkan
46 Bab 46 : Lamaran
47 Bab 47 : Bertemu Mama
48 Bab 48 : Menikah denganmu
49 Bab 49 : Landasan pacu
50 Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51 Bab 51 : London dan pesonanya
52 Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53 Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54 Bab 54 : Drama oleh-oleh
55 Bab 55 : Pasti kangen banget
56 Bab 56 : Penisirin!
57 Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58 Bab 58 : Rumah baru kita
59 Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60 Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61 Bab 61 : Klien Ter-rese
62 Bab 62 : Cemburu itu berat
63 Bab 63 : Diperkarakan
64 Bab 64 : Lawan tangguh
65 Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66 Bab 66 : Aku nggak mandul!
67 Bab 67 : Menenangkan diri
68 Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69 Bab 69 : Nasi goreng termahal
70 Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71 Bab 71 : Korban selanjutnya
72 Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73 Bab 73 : Hello... Sydney!
74 Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75 Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76 Bab 76 : Let's Go!
77 Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78 Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79 Bab 79 : Candu Banget
80 Bab 80 : Ada apa ini?
81 Bab 81 : Bad Mood
82 Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83 Bab 83 : Semua jadi sasaran
84 Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85 Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86 Bab 86 : Jadi masalah lagi
87 Bab 87 : Para shareholders
88 Bab 88 : Membumi
89 Bab 89 : Lega
90 Bab 90 : Mumet
91 Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92 Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93 Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya
Episodes

Updated 93 Episodes

1
Bab satu : Teman rasa Pacar
2
Bab dua : Sesuatu di pesta
3
Bab tiga : Nyenggol lagi
4
Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5
Bab lima : Ditolong orang itu
6
Bab enam : Semenarik itu
7
Bab tujuh : Bertemu Vio
8
Bab delapan : Gentleman
9
Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10
Bab sepuluh : Perasaan Dante
11
Bab sebelas : Dinner tak biasa
12
Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13
Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14
Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15
Bab Lima Belas : Konfrontasi
16
Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17
Bab Tujuh Belas : Meleleh
18
Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19
Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20
Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21
Bab Dua puluh satu : Persaingan
22
Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23
Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24
Bab 24 : Adu ketegangan
25
Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26
Bab 26 : Mobil misterius
27
Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28
Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29
Bab 29 : Berartinya Dirimu
30
Bab 30 : She's mine!
31
Bab 31 : Harus A
32
Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33
Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34
Bab 34 : Belum seserius itu kok
35
Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36
Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37
Bab 37 : Curahan hati Amar
38
Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39
Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40
Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41
Bab 41 : Terungkap
42
Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43
Bab 43 : Ancaman Asa
44
Bab 44 : Bibit pengkhianat
45
Bab 45 : Diperjuangkan
46
Bab 46 : Lamaran
47
Bab 47 : Bertemu Mama
48
Bab 48 : Menikah denganmu
49
Bab 49 : Landasan pacu
50
Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51
Bab 51 : London dan pesonanya
52
Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53
Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54
Bab 54 : Drama oleh-oleh
55
Bab 55 : Pasti kangen banget
56
Bab 56 : Penisirin!
57
Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58
Bab 58 : Rumah baru kita
59
Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60
Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61
Bab 61 : Klien Ter-rese
62
Bab 62 : Cemburu itu berat
63
Bab 63 : Diperkarakan
64
Bab 64 : Lawan tangguh
65
Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66
Bab 66 : Aku nggak mandul!
67
Bab 67 : Menenangkan diri
68
Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69
Bab 69 : Nasi goreng termahal
70
Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71
Bab 71 : Korban selanjutnya
72
Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73
Bab 73 : Hello... Sydney!
74
Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75
Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76
Bab 76 : Let's Go!
77
Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78
Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79
Bab 79 : Candu Banget
80
Bab 80 : Ada apa ini?
81
Bab 81 : Bad Mood
82
Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83
Bab 83 : Semua jadi sasaran
84
Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85
Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86
Bab 86 : Jadi masalah lagi
87
Bab 87 : Para shareholders
88
Bab 88 : Membumi
89
Bab 89 : Lega
90
Bab 90 : Mumet
91
Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92
Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93
Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!