Amar membukakan pintu mobilnya untuk Vio, kali ini mereka mengunjungi sebuah mall untuk memulai aktivitas kencan pertama mereka.
"Langsung nonton dulu kan?" tanya Amar sambil menggenggam tangan Vio dengan mesra.
Dengan wajah merona, Vio mengangguk dan tersenyum manis kepada Amar.
"Boleh nggak senyumnya disimpen dulu?" tanya Amar sambil mereka terus berjalan dan bergandengan tangan mesra.
"Kenapa?" Vio mengeryit bingung, masak senyum saja mesti dilarang segala.
"Karena senyum kamu itu manisssss banget Babe, dan aku nggak rela banyak cowok diluaran sana yang ikut menikmati senyuman kamu itu," jawab Wisnu santai.
"Gombal Mas!" Vio terkekeh sambil menutup mulutnya dengan tangannya yang bebas.
Amar pun ikut terkekeh, kebahagiaan itu menular begitu cepat sampai ke dalam hatinya, namanya juga di jalur yang sama kan.
Mereka naik ke lantai tujuh, dan Amar meminta Vio untuk duduk menunggunya membeli tiket.
"Mau beli minuman ama camilan nggak Babe?" tanya Amar sekembalinya dia dari membeli tiket.
"Biar aku yang beli Mas." Vio hendak berdiri, tapi dengan cepat Amar menahannya.
"Biar Mas aja, kamu mau apa?" tanya Amar sambil menyerahkan dua buah tiket kepada Vio.
"Air mineral sama popcorn aja Mas," jawab Vio sambil menatap Amar yang berdiri di depannya.
"Itu aja? Nggak mau roti?" tanya Amar, Vio menggeleng.
Amar pun pergi mengantri di store yang menjual berbagai makanan dan minuman untuk para pengunjung yang ingin menonton film.
Tak lama Amar kembali dengan membawa dua botol air mineral dan juga popcorn berukuran besar.
"Thanks Mas." Vio menerima kotak popcorn itu dan memangku.
Mereka menunggu pintu teater terbuka sambil mengobrol tentang banyak hal.
"Aku lagi ngajuin pengurangan schedule terbang keluar. " Tiba-tiba Amar memberitahukan rencana untuk mengalihkan schedule terbangnya lebih banyak ke dalam negeri.
"Kenapa Mas? Kan keren bisa bawa pesawat sampai ke luar negeri sana." ucap Vio.
"Aku ingin lebih dekat sama kamu, kenal lebih dalam sama kamu, lalu menyeriusi kamu," ucap Amar santai.
Vio mengerjapkan matanya pelan, agak bingung dengan kalimat menyeriusi kamu tadi.
Saat Vio ingin menanyakan tentang arti menyeriusi kamu tadi, suara pemberitahuan pintu teater dimana film yang akan mereka tonton telah dibuka.
Amar berdiri lalu mengulurkan tangannya meminta tangan Vio untuk ia genggam.
Dengan senyum malu-malu, Vio menyambut tangan itu dan mereka berjalan saling bergandengan.
Namanya juga baru saja pacaran, apalagi keduanya termasuk golongan fakir asmara, hingga saat keduanya sama-sama menemukan orang yang cocok, mereka bisa klop dan pas satu sama lain.
Film diputar, Amar membawa tangan Vio yang ada dalam genggamannya mendekatkan tangan itu dan menciumnya lembut.
Dalam keremangan lampu, wajah Vio kembali merona dan tersipu, sungguh Amarta pria dewasa yang bisa memperlakukan pasangan dengan sangat baik.
Hampir dua jam mereka berada di dalam gedung itu, setelah film selesai diputar, keduanya melanjutkan tujuan mereka ke sebuah restaurant fine dining.
Tapi saat mata Amar melihat store jam tangan, dia menarik Vio lembut untuk memasuki store tersebut.
"Mau beli jam tangan Mas?" tanya Vio memindai jam tangan dengan harga lumayan mahal itu.
"Heem." jawab Amarta lalu meminta salah satu karyawan di tempat itu untuk mengambilkan beberapa jam couple.
"Ini bagus nggak Babe?" tanya Amarta sambil menyodorkan dua model jam tangan couple.
"Bagus yang ini deh Mas, lebih kasual dan manis. Eh tapi ini buat siapa?" tanya Vio.
"Tolong bungkus yang ini ya Mas, sekalian potongin sesuai dengan lingkar tangan kita," ucap Amar sambil menyerahkan kedua jam tersebut dan kartu debetnya untuk membayarnya kepada karyawan itu
"Aku yang bayar punyaku aja Mas." Vio bersiap mengambil dompetnya di dalam tasnya.
"Nggak! Jangan! Biar Mas yang bayar." Amar menahan tangan Vio yang berada di dalam tasnya itu.
" Padahal udah dibilangin aku nggak suka dibeliin barang-barang mahal kayak gini." Vio mengerucutkan bibirnya bersiap mengomel kepada pacarnya tersebut.
Pun saat Mas penjaga toko tersebut mengukur tangan Vio untuk memotong rantai jam itu, Vio masih saja cemberut.
"Mas tuh pengen couple-an sama kamu Babe, sebenarnya mau couple-an cincin tapi takut Ibu ngedesek buat ngelamar kamu," sahut Amar santai.
Vio menunduk, entah sudah berapa kali dia harus menyembunyikan rona wajahnya karena selalu tersanjung sepanjang hari ini.
Jam tangan baru itu sudah terpasang di tangan masing-masing, Amar terlihat bahagia, tak menjadi masalah buatnya untuk merogoh kantongnya cukup dalam, semata-mata dia tahu bahwa Vio terlalu berarti buatnya dan Vio juga bukan termasuk dalam kumpulan perempuan materialistis yang menggunakan kesempatan untuk mengeruk keuntungan dari pasangannya.
"Mas, karena Mas udah banyak ngeluarin uang buat kencan kita hari ini, untuk makan malamnya biar aku yang bayar ya," pinta Vio sungguh-sungguh.
Vio memang belum bekerja, tapi Vio juga memiliki uang, ya meskipun uang yang ada di dompetnya itu kebanyakan adalah uang saku pemberian orang tuanya, karena usahanya kan memang baru dirintis belum mendapatkan hasil yang maksimal.
"Iya ntar gampang!" sahut Amar mengiyakan saja, nanti saat mereka selesai makan, Amar bisa ijin keluar sebentar dan membayar makanan mereka, karena pantang bagi Amar, dia dibayari oleh pasangannya.
Mereka memilih menu yang aman untuk Vio, makanan tanpa rasa pedas dan asam agar lambung Vio tak mendapatkan masalah, itulah yang mereka pesan.
"Masss." Mata Vio bergerak gelisah saat ia teringat kembali kalimat menyeriusi tadi.
"Kenapa?" tanya Amar menatap Vio lembut dan dalam.
"Um, aku, um." Vio kesulitan menyampaikan pertanyaan.
Amar menggenggam tangan Vio lembut. "Ngomong aja Babe, aku dengerin kok," ucap Amar sambil dadanya berdetak lebih kencang, takut Vio menyampaikan sesuatu yang tak ingin Amar dengar, karena secepat ini Amar terperangkap dalam pesona Violet.
"Aku mau tanya tentang arti menyeriusi tadi?" tanya Vio malu-malu.
Amar menarik nafas lega. "Ya menyeriusi."
"Maksudnya gimana sih Mas?" tanya Vio lagi.
"Menyeriusi kamu, artinya aku ingin menikahi kamu dan menjadikan kamu Ibu dari anak-anakku kelak," jawab Amar santai.
"Massss!" Vio mencubit tangan Amar pelan.
"Kamu nggak mau Babe?" tanya Amar.
"Bukannya nggak mau Mas, tapi aku rasa kita perlu pengenalan lebih lagi sebelum kita masuk ke jenjang yang lebih serius lagi."
"Makanya aku ngajuin pergantian schedule terbangku, at least ketika aku melayani rute penerbangan domestik, aku punya banyak waktu sama kamu, artinya semakin cepat kita saling mengenal semakin cepat aku menyeriusi kamu."
"Ya ampun gercep banget sih Mas, padahal Ayah kemarin udah wanti-wanti ke aku buat nyelesain S2 ku dulu sebelum nikah."
"Udah selesai kan?"
"Tinggal acc bab penutup, semoga Pak Pram nggak kebanyakan drama lagi," jawab Vio pelan.
"Ya udah cepet kelarin biar Mas bisa cepet nyeriusin kamu." Amar berdiri. "Mas ke toilet dulu ya."
Seperti rencananya tadi, sebelum Amar keluar ke toilet, Amar mampir ke meja kasir untuk membayar makanan mereka.
Jadilah lelaki sejati yang tak akan mau dibayari makan oleh perempuan, itu semboyan Amar sejak dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Diana Resnawati
Amar memang lelaki sejati👍
2025-02-15
0