Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan

Amar menatap tangannya yang mendadak kosong, dia terhenyak saat Vio memilih menarik tangannya dari dalam genggaman tangan Amar.

"Vi... " panggil Amar nelangsa, iya, Amar paham dia yang salah asal tuduh tanpa mendengar bahkan mencari bukti terlebih dulu.

Vio melengos, menatap dinding kamar berwarna biru muda itu.

"Besok pagi aku ada flight, pulang dari terbang aku akan menemui kamu lagi. Get well soon." Amar berdiri dan mencium pelipis Vio sedikit lebih lama.

Lalu sebelum berlalu dari sana, Amar mengusap puncak kepala Vio dan pergi dari kamar tersebut.

"Mar, temenin makan Om dulu!" Titah Rissa saat Amar mau pamit pulang.

Sebenarnya Amar ingin menolak, tapi dia sungkan kepada kedua orang tua Vio itu.

Asa, pria ganteng baru gede itu menatap Amar dengan mata mendelik, jelas sekali kalau Asa terlihat marah kepada Amar.

"Mas Amar bikin Kak Vio sakit ya?" todong Asa langsung.

"Dek, kok ngomongnya kayak gitu? Kak Vio sakit kan karena kecapaian," tegur Rissa lembut.

"Iya lho Dek, Kakak sakit kan karena kecapaian, belakangan hari banyak klien masuk, dan kamu tahu sendiri Kakak tuh semua dikerjain sendiri." Rama menambahi ucapan Rissa.

Demi mendengar kalimat sang Ayah, otomatis Asa langsung terdiam, meskipun ayahnya jarang marah tapi justru ketika petuah bijak keluar dari sang kepala rumah tangga, seisi rumah ini pasti akan patuh.

Mereka makan dengan santai sampai semua makanan di piring mereka tandas, saat mereka menikmati pencuci mulut, barulah Rama mengajak berbincang Amar.

"Kapan terbang Mar?" tanya Rama.

"Besok pagi Om," jawab Amar sopan.

"Yang fokus, nggak usah kebanyakan mikir dan negatif thinking, Vio adalah gadis yang bisa dipercaya dan sangat setia. Baginya kesetiaan itu adalah modal utama dalam menjalin sebuah hubungan," ucap Rama santai namun tegas.

"Iya Om, saya salah, saya kemakan omongan orang," ucap Amar.

"Om bisa jamin bahwa Vio akan memegang komitmen selama dia sudah menentukan pilihannya, bahkan dulu sama Dante pun dia bisa sesetia itu, dua tahun lamanya dia digantung dan dia tetap setia."

Amar menganggukkan kepalanya pelan. "Iya Om."

"Tapi kamu harus ekstra sabar Mar, saat Vio merajuk seperti ini kamu akan sangat sangat susah untuk membujuknya," ucap Rissa menambahi.

Amar menatap Rissa dengan wajah pias. "Soalnya Mas Amar salah sih, kesetiaan adalah harga mati di rumah ini. Misal Mas Amar menuduh Kak Vio tentang hal yang lain mungkin Kak Vio masih mudah buat dibujukin!" Celetuk Asa tiba-tiba lalu Asa berdiri. "Aku belajar dulu ya Bun, Yah, omongannya tingkat dewa soalnya aku belum cukup umur."

Dan Asa pun pergi dari meja makan dan masuk ke kamarnya sendiri.

Otak Amar berputar tentang kata-kata Asa tadi mengenai kata kesetiaan, apakah Rissa dan Rama pernah terlibat perselingkuhan yang menyebabkan Vio trauma.

"Maafin Asa ya Mar, maklum namanya juga abg, omongannya suka asal." Rissa tersenyum lalu merapikan piring bekas dessert tadi.

Amar bertahan disana dan berbicara beberapa hal dengan Rama, sampai dia ijin mengundurkan diri karena besok subuh dia harus sudah ada di Bandara.

***

Benar seperti yang diucapkan Rissa waktu itu, bahwa membujuk Vio yang sedang merajuk itu tak semudah membalikkan tangan.

Bahkan Amar dibuat blingsatan karena semua pesan dan panggilannya tak ada satupun yang direspon oleh Vio.

Amar sampai frustasi dan harus mengerahkan seluruh kemampuannya untuk fokus bekerja.

Sampai empat hari kemudian, saat Amar landing di Cengkareng, pria itu bergegas mengganti seragamnya di toilet Bandara dan melaju ke kediaman orang tua Vio dengan menggunakan taksi.

City car milik Vio terparkir manis di sudut garasi rumah itu, Amar menekan bel beberapa kali sampai kemudian salah satu Bibik yang bekerja di rumah itu keluar untuk menemuinya.

"Vio nya ada kan Bik?" tanya Amar saat melihat Bibik kebingungan saat menyambut Amar.

"Um, gimana ya Mas, kemarin non Vio bilang kalo ada laki-laki yang nyariin non Vio suruh bilang nggak ada," jawab Bibik takut-takut.

Amar mengulum senyumnya karena gemes dengan sikap Vio yang merajuk seperti itu.

"Nggak papa Bik, nanti kalo Vio marah biar marah sama saya, lagian ada sesuatu yang mesti saya bicarain, ini menyangkut hidup dan mati seseorang," ucap Amar melebih-lebihkan.

Tapi benar kan, andai Amar tetap tak bisa fokus menjalankan kemudi pesawat, bukankah keselamatan penumpangnya menjadi taruhannya.

Mendengar hal itu, Bibik langsung membuka pintu gerbang lebar-lebar dan mempersilakan Amar untuk masuk ke dalam.

"Non Vio, Non Vio, ada ya nyariin." Bibik masuk dan memberi tahu Vio yang sedang asyik mengunyah sesuatu.

"Siapa?" tanya Vio.

"Masnya Non Vio," jawab Bibik.

"Kan aku udah bilangin Bik, aku nggak mau ada tamu cowok!" sahut Vio dengan nada kesal.

"Kata Masnya tadi menyangkut hidup dan mati orang Non, Bibik takut," sahut Bibik.

Mendengar obrolan keduanya itu membuat Amar yang berada di ruang tamu terkekeh geli.

"Suruh pulang aja Bik, aku nggak mau ketemu!" perintah Vio lagi.

"Nggak berani ah Non. Non Vio aja sana yang usir sendiri," sahut Bibik santai dan berlalu ke belakang rumah.

Sudah bekerja disana lumayan lama, sejak Vio dan Asa masih kecil malah, jadi Bibik bisa sesantai itu sama penghuni rumah itu.

Dengan kesal Vio sengaja mengulur waktu dan membiarkan Amar menunggu sendirian di ruang tamu rumahnya.

Baru setelah bundanya datang dan menegurnya, Vio baru beranjak keluar dan menemui Amar.

"Ngapain kesini? Kan udah dibilangin aku nggak mau ketemu cowok!" Vio berdiri dengan lengannya bersandar di pintu penghubung antara ruang keluarga dan ruang tamu.

Bukannya takut Amar justru tersenyum lebar melihat Vio yang se menggemaskan itu kalau sedang merajuk.

"Babe... nggak kangen ama aku?" tanya Amar.

"Siapa itu Babe?" tanya Vio dengan alis bertaut.

"Kamulah siapa lagi," sahut Amar.

"Nggak konsisten, sebentar-bentar panggil Sayang, lain hari panggil Babe, kayak punya cewek banyak aja manggilnya bisa ketuker gitu." Vio mencibir sambil melengos.

Andai saja sekarang ini mereka sedang tak berada di rumah Vio, sudah dipastikan Amar akan menyerang bibir tipis yang sedang berbicara dengan memonyongkan bibirnya.

"Karena kamu itu sayangnya aku, Baby-nya aku, segala-galanya buat aku. Maafin aku yang udah nggak percaya sama kamu ya Babe." Amar mendekat dan berlutut di hadapan Vio.

Tangannya membuka kotak beludru yang berisi cincin dengan mata berlian di tengahnya itu.

"Please maafin aku, aku janji nggak bakalan meragukan kamu lagi." Amar meraih tangan itu lalu mencium punggung tangan itu dengan mesra.

Perempuan biasa akan luluh mendapat perlakuan itu, apakah Vio juga seperti itu? Let's see ya guys.

Terpopuler

Comments

Diana Resnawati

Diana Resnawati

minta maaf aja ngasihnya cincin berlian.jd mau kyk vio🤭

2025-02-15

0

lihat semua
Episodes
1 Bab satu : Teman rasa Pacar
2 Bab dua : Sesuatu di pesta
3 Bab tiga : Nyenggol lagi
4 Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5 Bab lima : Ditolong orang itu
6 Bab enam : Semenarik itu
7 Bab tujuh : Bertemu Vio
8 Bab delapan : Gentleman
9 Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10 Bab sepuluh : Perasaan Dante
11 Bab sebelas : Dinner tak biasa
12 Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13 Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14 Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15 Bab Lima Belas : Konfrontasi
16 Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17 Bab Tujuh Belas : Meleleh
18 Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19 Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20 Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21 Bab Dua puluh satu : Persaingan
22 Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23 Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24 Bab 24 : Adu ketegangan
25 Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26 Bab 26 : Mobil misterius
27 Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28 Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29 Bab 29 : Berartinya Dirimu
30 Bab 30 : She's mine!
31 Bab 31 : Harus A
32 Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33 Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34 Bab 34 : Belum seserius itu kok
35 Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36 Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37 Bab 37 : Curahan hati Amar
38 Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39 Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40 Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41 Bab 41 : Terungkap
42 Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43 Bab 43 : Ancaman Asa
44 Bab 44 : Bibit pengkhianat
45 Bab 45 : Diperjuangkan
46 Bab 46 : Lamaran
47 Bab 47 : Bertemu Mama
48 Bab 48 : Menikah denganmu
49 Bab 49 : Landasan pacu
50 Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51 Bab 51 : London dan pesonanya
52 Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53 Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54 Bab 54 : Drama oleh-oleh
55 Bab 55 : Pasti kangen banget
56 Bab 56 : Penisirin!
57 Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58 Bab 58 : Rumah baru kita
59 Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60 Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61 Bab 61 : Klien Ter-rese
62 Bab 62 : Cemburu itu berat
63 Bab 63 : Diperkarakan
64 Bab 64 : Lawan tangguh
65 Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66 Bab 66 : Aku nggak mandul!
67 Bab 67 : Menenangkan diri
68 Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69 Bab 69 : Nasi goreng termahal
70 Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71 Bab 71 : Korban selanjutnya
72 Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73 Bab 73 : Hello... Sydney!
74 Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75 Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76 Bab 76 : Let's Go!
77 Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78 Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79 Bab 79 : Candu Banget
80 Bab 80 : Ada apa ini?
81 Bab 81 : Bad Mood
82 Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83 Bab 83 : Semua jadi sasaran
84 Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85 Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86 Bab 86 : Jadi masalah lagi
87 Bab 87 : Para shareholders
88 Bab 88 : Membumi
89 Bab 89 : Lega
90 Bab 90 : Mumet
91 Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92 Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93 Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya
Episodes

Updated 93 Episodes

1
Bab satu : Teman rasa Pacar
2
Bab dua : Sesuatu di pesta
3
Bab tiga : Nyenggol lagi
4
Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5
Bab lima : Ditolong orang itu
6
Bab enam : Semenarik itu
7
Bab tujuh : Bertemu Vio
8
Bab delapan : Gentleman
9
Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10
Bab sepuluh : Perasaan Dante
11
Bab sebelas : Dinner tak biasa
12
Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13
Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14
Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15
Bab Lima Belas : Konfrontasi
16
Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17
Bab Tujuh Belas : Meleleh
18
Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19
Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20
Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21
Bab Dua puluh satu : Persaingan
22
Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23
Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24
Bab 24 : Adu ketegangan
25
Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26
Bab 26 : Mobil misterius
27
Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28
Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29
Bab 29 : Berartinya Dirimu
30
Bab 30 : She's mine!
31
Bab 31 : Harus A
32
Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33
Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34
Bab 34 : Belum seserius itu kok
35
Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36
Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37
Bab 37 : Curahan hati Amar
38
Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39
Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40
Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41
Bab 41 : Terungkap
42
Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43
Bab 43 : Ancaman Asa
44
Bab 44 : Bibit pengkhianat
45
Bab 45 : Diperjuangkan
46
Bab 46 : Lamaran
47
Bab 47 : Bertemu Mama
48
Bab 48 : Menikah denganmu
49
Bab 49 : Landasan pacu
50
Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51
Bab 51 : London dan pesonanya
52
Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53
Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54
Bab 54 : Drama oleh-oleh
55
Bab 55 : Pasti kangen banget
56
Bab 56 : Penisirin!
57
Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58
Bab 58 : Rumah baru kita
59
Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60
Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61
Bab 61 : Klien Ter-rese
62
Bab 62 : Cemburu itu berat
63
Bab 63 : Diperkarakan
64
Bab 64 : Lawan tangguh
65
Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66
Bab 66 : Aku nggak mandul!
67
Bab 67 : Menenangkan diri
68
Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69
Bab 69 : Nasi goreng termahal
70
Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71
Bab 71 : Korban selanjutnya
72
Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73
Bab 73 : Hello... Sydney!
74
Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75
Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76
Bab 76 : Let's Go!
77
Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78
Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79
Bab 79 : Candu Banget
80
Bab 80 : Ada apa ini?
81
Bab 81 : Bad Mood
82
Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83
Bab 83 : Semua jadi sasaran
84
Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85
Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86
Bab 86 : Jadi masalah lagi
87
Bab 87 : Para shareholders
88
Bab 88 : Membumi
89
Bab 89 : Lega
90
Bab 90 : Mumet
91
Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92
Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93
Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!