Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang

Amar sedang berjalan keluar bandara sambil mendorong kopernya, saat ia menerima sebuah notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya yang baru ia aktifkan beberapa menit yang lalu.

Amar menarik ponsel tersebut dari saku celananya dan memeriksa pengirim pesan tersebut, Amar merasakan kekecewaan saat mengetahui bukan sang kekasih yang mengiriminya chat melainkan nomor sang kakak iparlah yang masuk.

Safira mengirim sebuah foto sepasang pria dan wanita yang duduk berhadapan , pria itu terlihat menggenggam tangan sang wanita, dan yang bikin Amarta shock adalah sesosok perempuan yang tak lain adalah Vio kekasihnya itu.

Dengan wajah menegang Amarta menekan nomor ponsel Vio, tak memerlukan waktu lama panggilan tersebut pun diterima oleh sang kekasih.

"Di mana Vi?" tanya Amar.

"Di rumah Mas," jawab Vio terdengar lirih dan seperti habis menangis.

"Tadi dari kampus jadi mampir beli keperluan klien?" tanya Amar lagi.

"Nggak jadi Mas, tiba-tiba kepalaku pusing, Pak Pram kasih konsulnya lama banget," keluh Vio pelan.

"Ya udah istirahat aja kalo lagi sakit Vi." Setelah mengucapkan salam, sambungan telepon itupun terputus.

Amar menatap ponsel dalam genggaman itu, jujur perasaannya begitu terluka saat mengetahui Vio bertemu pria lain dan tidak jujur kepadanya.

Haruskah Amar percaya dengan foto tersebut yang nyata-nyata menampilkan gambar kemesraan sang kekasih dengan pria lain.

Tapi dalam hati sana Amar ingin mencari kepastian apa yang foto itu tampilkan dan dia harus bersabar menunggu hingga beberapa hari ke depan karena Amarta harus menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu.

***

Hari ini setibanya di Jakarta selepas ia mendarat di Cengkareng, Amar segera bergegas menuju ke rumah Vio.

Rasa yang ia pendam beberapa hari itu terasa sudah tak bisa ia tahan lagi untuk ia konfrontasikan dengan sang kekasih.

"Lho Mar, udah sampai lagi di Jakarta?" Rissa menyambut Amar yang ada di depan pintu rumahnya.

"Vio ada Tante?" tanya Amar setelah ia mencium punggung tangan Rissa.

"Ada, Vionya sakit beberapa hari dia nggak keluar rumah, sebentar Tante panggilin dulu ya." Rissa pun masuk ke dalam untuk memanggil Vio.

"Mas," panggil Vio dengan wajah pucat.

"Kamu sakit apa Vi?" tanya Amarta.

"Meriang plus pusing Mas, mungkin efek begadang buat nyelesain tesis sama nyiapin konsep klien aku," jawab Vio.

Simbok keluar dan membawa dua gelas jus jeruk dan meletakkannya di meja di ruang tamu tersebut.

"Makasih Mbok," ucap Amar sopan.

"Njih sami-sami Mas." Simbok pun masuk ke dalam rumah.

"Mas kenapa belakangan hari kayak ngilang gitu, nggak pernah hubungi aku?" tanya Vio sambil merapatkan jaketnya.

"Emangnya kabar dari aku masih penting buat kamu?" tanya Amarta.

Vio mengeryit bingung. "Jelas pentinglah Mas, aku suka khawatir pekerjaan Mas kan beresiko."

"Oh, aku kira kamu nggak peduli sama keadaan aku," sahut Amarta sedikit ketus.

"Hah?! Maksud Mas apa? Kok kayak marah gitu sama aku, aku ada salah ya?" tanya Vio hati-hati.

"Emang nggak berasa kalo kamu ada salah sama aku?" Amarta membalikkan pertanyaan Vio, harusnya Vio jujur bertemu pria lain di belakangnya, jadi Amarta bisa membangun kepercayaan lagi terhadap kekasihnya itu.

"Aku nggak ngerti deh Mas!" ucap Vio sambil memeluk tubuhnya yang semakin menggigil.

"Ini apa?" Amarta pun menyerahkan ponselnya yang ada gambar Vio bersama pria lain beberapa hari yang lalu.

Vio mengerjap pelan, siapa orang yang sekurang kerjaan itu memfoto pertemuannya waktu itu dengan Dante.

"Sebuah foto belum tentu menggambarkan kejadian yang sebenarnya Mas, aku memang belum sempet ngasih tahu Mas tentang pertemuanlu dengan Dante waktu itu, karena... yah bagiku itu bukan sesuatu yang penting untuk diceritakan. Toh aku disana juga nggak sampai lima menit." ucap Vio pelan, ada sesuatu yang menusuk ulu hatinya karena pertemuannya dengan Dante waktu itu membuat mood Amarta memburuk seperti itu.

"Mungkin itu bukan hal yang penting buat kamu, tapi buat aku itu penting Vi, aku ngerasa dibohongi."

"Dibohongi seperti apa sih Mas? Dia ngajakin ngobrol dan aku hanya memberi waktu beberapa menit untuk dia mengutarakan maksudnya menemui aku. Just it nggak ada apapun yang terjadi!" Suara Vio mulai meninggi.

"Tapi kalian peganga! tangan Vi, itu apa maksudnya!" Amarta pun semakin meninggikan suaranya meski dengan pelan.

"Kami nggak pegangan tangan, dia yang menyentuh tanganku dan seketika tanganku langsung aku tarik. Aku tahu batasan apa yang boleh aku lakuin dan yang nggak Mas!" teriak Vio tak terima dituduh seperti itu.

"Please Vi turunkan suara kamu, aku nggak enak sama Bunda kamu," pinta Amar menurunkan suaranya.

"Siapa sih yang mau adu domba kita, Mas bisa lihat CCTV di tempat itu untuk menyakinkan apa yang aku ucapkan!" ucap Vio meraup wajahnya kesal.

"Vi... aku." Amarta mulai kehilangan kata-katanya saat melihat Vio mulai berkaca-kaca.

"Lebih baik kita selesaiin hubungan kita sekarang juga Mas, mumpung kita juga belum lama menjalin hubungan jadi lebih mudah memutuskannya daripada nanti-nanti, aku orang yang memegang teguh komitmenku dengan orang lain, dan aku nggak suka disudutkan seperti ini!" Vio ingin berdiri saat tiba-tiba Amar menggenggam tangannya erat.

"Vi, please, kita bisa selesaiin masalah ini, " pinta Amar lembut.

"Harusnya Mas nanya baik-baik bukan malah menuduhku seperti itu. Aku nggak suka dituduh kayak gitu, ya aku akui aku salah karena menemui Dante tanpa ijin Mas dulu, tapi waktu itu Mas lagi di atas kan, bagaimana aku mau minta ijin. Aku anggap pertemuan itu closure hubungan kami yang memang belum tuntas sebelumnya dan aku sudah bilang ke dia kalo aku udah punya Mas sekarang." Suara Vio semakin menghilang ketika menyampaikan penjelasannya, lalu suara itu menghilang dan ketika Amar menoleh, tubuh Vio sudah terkulai pingsan.

"Vi, Vio!" panggil Amarta panik.

Dengan tergesa Amarta mengangkat tubuh Vio ke dalam rumahnya. "Tante Rissa, Vio pingsan!"

Rissa masuk dari teras belakang dan bergegas membuka pintu kamar Vio dan meminta Amar meletakkan Vio ke atas tempat tidurnya.

"Mau dibawa ke rumah sakit nggak Tan?" tanya Amar.

"Saya panggil dokter pribadi kami aja Mar, sebentar ya. " Rissa keluar kamar Vio untuk mengambil ponselnya dan menghubungi dokter pribadi mereka dan juga Rama sang suami.

Amar memegang tangan Vio yang terasa begitu panas, ada rasa sesal telah mengkonfrontasi masalah mereka saat Vio sedang sakit.

Dalam benak Amarta ada rasa bingung kenapa Safira sekali lagi membuat ulah seperti ini, setelah sebelumnya Amar putus hubungan dengan pacar terdahulunya dan trauma dengan perempuan hingga Amar bertemu Vio dan berani membuka hatinya lagi.

Terpopuler

Comments

Diana Resnawati

Diana Resnawati

dasar kaka ipar...bikin gedeg aja

2025-02-15

0

lihat semua
Episodes
1 Bab satu : Teman rasa Pacar
2 Bab dua : Sesuatu di pesta
3 Bab tiga : Nyenggol lagi
4 Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5 Bab lima : Ditolong orang itu
6 Bab enam : Semenarik itu
7 Bab tujuh : Bertemu Vio
8 Bab delapan : Gentleman
9 Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10 Bab sepuluh : Perasaan Dante
11 Bab sebelas : Dinner tak biasa
12 Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13 Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14 Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15 Bab Lima Belas : Konfrontasi
16 Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17 Bab Tujuh Belas : Meleleh
18 Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19 Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20 Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21 Bab Dua puluh satu : Persaingan
22 Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23 Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24 Bab 24 : Adu ketegangan
25 Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26 Bab 26 : Mobil misterius
27 Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28 Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29 Bab 29 : Berartinya Dirimu
30 Bab 30 : She's mine!
31 Bab 31 : Harus A
32 Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33 Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34 Bab 34 : Belum seserius itu kok
35 Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36 Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37 Bab 37 : Curahan hati Amar
38 Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39 Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40 Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41 Bab 41 : Terungkap
42 Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43 Bab 43 : Ancaman Asa
44 Bab 44 : Bibit pengkhianat
45 Bab 45 : Diperjuangkan
46 Bab 46 : Lamaran
47 Bab 47 : Bertemu Mama
48 Bab 48 : Menikah denganmu
49 Bab 49 : Landasan pacu
50 Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51 Bab 51 : London dan pesonanya
52 Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53 Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54 Bab 54 : Drama oleh-oleh
55 Bab 55 : Pasti kangen banget
56 Bab 56 : Penisirin!
57 Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58 Bab 58 : Rumah baru kita
59 Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60 Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61 Bab 61 : Klien Ter-rese
62 Bab 62 : Cemburu itu berat
63 Bab 63 : Diperkarakan
64 Bab 64 : Lawan tangguh
65 Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66 Bab 66 : Aku nggak mandul!
67 Bab 67 : Menenangkan diri
68 Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69 Bab 69 : Nasi goreng termahal
70 Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71 Bab 71 : Korban selanjutnya
72 Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73 Bab 73 : Hello... Sydney!
74 Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75 Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76 Bab 76 : Let's Go!
77 Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78 Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79 Bab 79 : Candu Banget
80 Bab 80 : Ada apa ini?
81 Bab 81 : Bad Mood
82 Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83 Bab 83 : Semua jadi sasaran
84 Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85 Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86 Bab 86 : Jadi masalah lagi
87 Bab 87 : Para shareholders
88 Bab 88 : Membumi
89 Bab 89 : Lega
90 Bab 90 : Mumet
91 Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92 Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93 Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya
Episodes

Updated 93 Episodes

1
Bab satu : Teman rasa Pacar
2
Bab dua : Sesuatu di pesta
3
Bab tiga : Nyenggol lagi
4
Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5
Bab lima : Ditolong orang itu
6
Bab enam : Semenarik itu
7
Bab tujuh : Bertemu Vio
8
Bab delapan : Gentleman
9
Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10
Bab sepuluh : Perasaan Dante
11
Bab sebelas : Dinner tak biasa
12
Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13
Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14
Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15
Bab Lima Belas : Konfrontasi
16
Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17
Bab Tujuh Belas : Meleleh
18
Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19
Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20
Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21
Bab Dua puluh satu : Persaingan
22
Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23
Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24
Bab 24 : Adu ketegangan
25
Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26
Bab 26 : Mobil misterius
27
Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28
Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29
Bab 29 : Berartinya Dirimu
30
Bab 30 : She's mine!
31
Bab 31 : Harus A
32
Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33
Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34
Bab 34 : Belum seserius itu kok
35
Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36
Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37
Bab 37 : Curahan hati Amar
38
Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39
Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40
Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41
Bab 41 : Terungkap
42
Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43
Bab 43 : Ancaman Asa
44
Bab 44 : Bibit pengkhianat
45
Bab 45 : Diperjuangkan
46
Bab 46 : Lamaran
47
Bab 47 : Bertemu Mama
48
Bab 48 : Menikah denganmu
49
Bab 49 : Landasan pacu
50
Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51
Bab 51 : London dan pesonanya
52
Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53
Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54
Bab 54 : Drama oleh-oleh
55
Bab 55 : Pasti kangen banget
56
Bab 56 : Penisirin!
57
Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58
Bab 58 : Rumah baru kita
59
Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60
Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61
Bab 61 : Klien Ter-rese
62
Bab 62 : Cemburu itu berat
63
Bab 63 : Diperkarakan
64
Bab 64 : Lawan tangguh
65
Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66
Bab 66 : Aku nggak mandul!
67
Bab 67 : Menenangkan diri
68
Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69
Bab 69 : Nasi goreng termahal
70
Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71
Bab 71 : Korban selanjutnya
72
Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73
Bab 73 : Hello... Sydney!
74
Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75
Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76
Bab 76 : Let's Go!
77
Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78
Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79
Bab 79 : Candu Banget
80
Bab 80 : Ada apa ini?
81
Bab 81 : Bad Mood
82
Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83
Bab 83 : Semua jadi sasaran
84
Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85
Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86
Bab 86 : Jadi masalah lagi
87
Bab 87 : Para shareholders
88
Bab 88 : Membumi
89
Bab 89 : Lega
90
Bab 90 : Mumet
91
Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92
Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93
Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!