Amar sedang berjalan keluar bandara sambil mendorong kopernya, saat ia menerima sebuah notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya yang baru ia aktifkan beberapa menit yang lalu.
Amar menarik ponsel tersebut dari saku celananya dan memeriksa pengirim pesan tersebut, Amar merasakan kekecewaan saat mengetahui bukan sang kekasih yang mengiriminya chat melainkan nomor sang kakak iparlah yang masuk.
Safira mengirim sebuah foto sepasang pria dan wanita yang duduk berhadapan , pria itu terlihat menggenggam tangan sang wanita, dan yang bikin Amarta shock adalah sesosok perempuan yang tak lain adalah Vio kekasihnya itu.
Dengan wajah menegang Amarta menekan nomor ponsel Vio, tak memerlukan waktu lama panggilan tersebut pun diterima oleh sang kekasih.
"Di mana Vi?" tanya Amar.
"Di rumah Mas," jawab Vio terdengar lirih dan seperti habis menangis.
"Tadi dari kampus jadi mampir beli keperluan klien?" tanya Amar lagi.
"Nggak jadi Mas, tiba-tiba kepalaku pusing, Pak Pram kasih konsulnya lama banget," keluh Vio pelan.
"Ya udah istirahat aja kalo lagi sakit Vi." Setelah mengucapkan salam, sambungan telepon itupun terputus.
Amar menatap ponsel dalam genggaman itu, jujur perasaannya begitu terluka saat mengetahui Vio bertemu pria lain dan tidak jujur kepadanya.
Haruskah Amar percaya dengan foto tersebut yang nyata-nyata menampilkan gambar kemesraan sang kekasih dengan pria lain.
Tapi dalam hati sana Amar ingin mencari kepastian apa yang foto itu tampilkan dan dia harus bersabar menunggu hingga beberapa hari ke depan karena Amarta harus menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu.
***
Hari ini setibanya di Jakarta selepas ia mendarat di Cengkareng, Amar segera bergegas menuju ke rumah Vio.
Rasa yang ia pendam beberapa hari itu terasa sudah tak bisa ia tahan lagi untuk ia konfrontasikan dengan sang kekasih.
"Lho Mar, udah sampai lagi di Jakarta?" Rissa menyambut Amar yang ada di depan pintu rumahnya.
"Vio ada Tante?" tanya Amar setelah ia mencium punggung tangan Rissa.
"Ada, Vionya sakit beberapa hari dia nggak keluar rumah, sebentar Tante panggilin dulu ya." Rissa pun masuk ke dalam untuk memanggil Vio.
"Mas," panggil Vio dengan wajah pucat.
"Kamu sakit apa Vi?" tanya Amarta.
"Meriang plus pusing Mas, mungkin efek begadang buat nyelesain tesis sama nyiapin konsep klien aku," jawab Vio.
Simbok keluar dan membawa dua gelas jus jeruk dan meletakkannya di meja di ruang tamu tersebut.
"Makasih Mbok," ucap Amar sopan.
"Njih sami-sami Mas." Simbok pun masuk ke dalam rumah.
"Mas kenapa belakangan hari kayak ngilang gitu, nggak pernah hubungi aku?" tanya Vio sambil merapatkan jaketnya.
"Emangnya kabar dari aku masih penting buat kamu?" tanya Amarta.
Vio mengeryit bingung. "Jelas pentinglah Mas, aku suka khawatir pekerjaan Mas kan beresiko."
"Oh, aku kira kamu nggak peduli sama keadaan aku," sahut Amarta sedikit ketus.
"Hah?! Maksud Mas apa? Kok kayak marah gitu sama aku, aku ada salah ya?" tanya Vio hati-hati.
"Emang nggak berasa kalo kamu ada salah sama aku?" Amarta membalikkan pertanyaan Vio, harusnya Vio jujur bertemu pria lain di belakangnya, jadi Amarta bisa membangun kepercayaan lagi terhadap kekasihnya itu.
"Aku nggak ngerti deh Mas!" ucap Vio sambil memeluk tubuhnya yang semakin menggigil.
"Ini apa?" Amarta pun menyerahkan ponselnya yang ada gambar Vio bersama pria lain beberapa hari yang lalu.
Vio mengerjap pelan, siapa orang yang sekurang kerjaan itu memfoto pertemuannya waktu itu dengan Dante.
"Sebuah foto belum tentu menggambarkan kejadian yang sebenarnya Mas, aku memang belum sempet ngasih tahu Mas tentang pertemuanlu dengan Dante waktu itu, karena... yah bagiku itu bukan sesuatu yang penting untuk diceritakan. Toh aku disana juga nggak sampai lima menit." ucap Vio pelan, ada sesuatu yang menusuk ulu hatinya karena pertemuannya dengan Dante waktu itu membuat mood Amarta memburuk seperti itu.
"Mungkin itu bukan hal yang penting buat kamu, tapi buat aku itu penting Vi, aku ngerasa dibohongi."
"Dibohongi seperti apa sih Mas? Dia ngajakin ngobrol dan aku hanya memberi waktu beberapa menit untuk dia mengutarakan maksudnya menemui aku. Just it nggak ada apapun yang terjadi!" Suara Vio mulai meninggi.
"Tapi kalian peganga! tangan Vi, itu apa maksudnya!" Amarta pun semakin meninggikan suaranya meski dengan pelan.
"Kami nggak pegangan tangan, dia yang menyentuh tanganku dan seketika tanganku langsung aku tarik. Aku tahu batasan apa yang boleh aku lakuin dan yang nggak Mas!" teriak Vio tak terima dituduh seperti itu.
"Please Vi turunkan suara kamu, aku nggak enak sama Bunda kamu," pinta Amar menurunkan suaranya.
"Siapa sih yang mau adu domba kita, Mas bisa lihat CCTV di tempat itu untuk menyakinkan apa yang aku ucapkan!" ucap Vio meraup wajahnya kesal.
"Vi... aku." Amarta mulai kehilangan kata-katanya saat melihat Vio mulai berkaca-kaca.
"Lebih baik kita selesaiin hubungan kita sekarang juga Mas, mumpung kita juga belum lama menjalin hubungan jadi lebih mudah memutuskannya daripada nanti-nanti, aku orang yang memegang teguh komitmenku dengan orang lain, dan aku nggak suka disudutkan seperti ini!" Vio ingin berdiri saat tiba-tiba Amar menggenggam tangannya erat.
"Vi, please, kita bisa selesaiin masalah ini, " pinta Amar lembut.
"Harusnya Mas nanya baik-baik bukan malah menuduhku seperti itu. Aku nggak suka dituduh kayak gitu, ya aku akui aku salah karena menemui Dante tanpa ijin Mas dulu, tapi waktu itu Mas lagi di atas kan, bagaimana aku mau minta ijin. Aku anggap pertemuan itu closure hubungan kami yang memang belum tuntas sebelumnya dan aku sudah bilang ke dia kalo aku udah punya Mas sekarang." Suara Vio semakin menghilang ketika menyampaikan penjelasannya, lalu suara itu menghilang dan ketika Amar menoleh, tubuh Vio sudah terkulai pingsan.
"Vi, Vio!" panggil Amarta panik.
Dengan tergesa Amarta mengangkat tubuh Vio ke dalam rumahnya. "Tante Rissa, Vio pingsan!"
Rissa masuk dari teras belakang dan bergegas membuka pintu kamar Vio dan meminta Amar meletakkan Vio ke atas tempat tidurnya.
"Mau dibawa ke rumah sakit nggak Tan?" tanya Amar.
"Saya panggil dokter pribadi kami aja Mar, sebentar ya. " Rissa keluar kamar Vio untuk mengambil ponselnya dan menghubungi dokter pribadi mereka dan juga Rama sang suami.
Amar memegang tangan Vio yang terasa begitu panas, ada rasa sesal telah mengkonfrontasi masalah mereka saat Vio sedang sakit.
Dalam benak Amarta ada rasa bingung kenapa Safira sekali lagi membuat ulah seperti ini, setelah sebelumnya Amar putus hubungan dengan pacar terdahulunya dan trauma dengan perempuan hingga Amar bertemu Vio dan berani membuka hatinya lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Diana Resnawati
dasar kaka ipar...bikin gedeg aja
2025-02-15
0