"Cie Cie, yang udah nggak jomblo lagi." Vio disambut suara cempreng Ara yang menyambutnya di lobby kampus tempat mereka menimba ilmu.
"Harus gitu nggak jomblonya disebut segala?" Vio memutar kedua bola matanya.
"Kan emejing gitu Vi, terikat dalam hubungan semu selama dua tahun, eh cuman hitungan bulan nemu pengganti yang high quality gitu." Lagi-lagi Ara meledek Vio yang berjalan bergandengan tangan dengan Celine di depannya.
"Gue aja juga bingung lho Ra, kayak nggak nyangka banget gitu bisa jadian sama Mas Amar, nggak kenal sebelumnya eh tahu-tahu klop gitu," ucap Vio sambil menghadap Ara dan berjalan dengan cara mundur.
"Jalannya aja juga beda lho Cel sekarang!" Lagi-lagi Ara meledek Vio.
"Jelas dong." Vio pun kembali membalikkan badannya dan berjalan berlenggak-lenggok seperti peragawati.
"Belagu lo!" Celine merangkul leher Vio dengan kesal.
"Makanya Cel, pilih salah satu biar lo juga kayak Vio." Ara kini meledek Celine.
"Kayak lo nggak aja Ra!" dengus Celine kesal.
"Kalo gue kan emang belum niat buat cari suami, ntar aja kalo tesis gue udah kelar, udah dapet gelar master, baru deh gue cuci gudang."
Vio dan Celine tertawa terbahak, beberapa pasang mata menatap ketiganya, tiga perempuan kece penghuni kampus ini, jangankan angkatan mereka, adik kelas pun pada berkhayal bisa menjadi pacar salah satu dari ketiganya.
"Eh bentar babe, Mas Amar telepon." Vio menggeser posisinya menempel ke tembok.
"Hallo Mas," sapa Vio dengan wajah merona, Celine dan Ara yang melihat wajah merona Vio hanya bisa memutar matanya jengah.
"Dimana Sayang?" tanya Amar membuat wajah Vio semakin merona.
"Dih, dih, parah banget ih. Lo ntar kalo jatuh cinta jangan kayak Vio ya Cel," ucap Ara sengaja banget suaranya dikeras-kerasin agar Amar mendengar.
"Di kampus, mau konsul bab terakhir Mas, " jawab Vio.
"Oh ya udah kalo gitu, nanti aku hubungi lagi ya Sayang. Salam sama sahabat kamu yang ikutan nguping itu."
Lalu sambungan telepon keduanya terputus, dan Vio menatap keduanya galak. "Bacot kenceng banget deh ngomongnya!"
Para adek kelas yang tadi mendengar ucapan Ara jadi melempem karena salah satu bintang kampus ini ternyata sudah ada yang punya.
"Padahal dia yang paling pas di hati adek, apalah daya adek nggak berani mengutarakan cinta kepadanya," ucap salah satu adik kelas yang bernama Tomtom itu sok dramatis.
"Dih alay lo!" ketus Celine sambil memutar bola matanya malas.
"Eh tuh Pak Pram, gue masuk dulu ya. " Vio bergegas masuk ke dalam ruangan dosen muda itu.
Perlu waktu lumayan lama Vio berkonsultasi dengan dosen pembimbingnya itu, sampai akhirnya Vio keluar dengan muka cemberut.
"Kenapa wajah lo kayak orang kebelet pipis gitu Vi?" tanya Ara saat Vio sudah ada dideketnya.
"Pak Pram ngeselin banget deh!"
"Kenapa? Nembak lo lagi?" tanya Celine.
"Nggak sih, tapi masak dia bilang mau nikah karena patah hati ama gue, ngeselin banget becandanya!"
"Dih dia nggak becanda kali, mungkin beneran suka sama lo, tapi lo nya kan waktu itu kepantek sama janji palsunya mister php... hahahaha!" Ara tertawa terbahak membayangkan Vio jadian sama Pak Pram yang ganteng dan kharismatik itu.
"Lo becandanya nggak asyik banget sih Ra, masak dosen bisa jatuh cinta sama mahasiswanya," omel Vio dengan wajah ditekuk.
"Dasar nggak peka ya gitu, giliran sama si Ente kepekaan sampai dua tahun bertahan dalam kisah semu!" ucap Ara.
"Namanya Dante, bukan Ente!" ketus Vio kesal.
Ara dan Celine tertawa sampai terbahak, adalah suatu kesenangan tersendiri bisa menggoda Vio seperti itu.
"Kalian masih ada matkul lagi kan? Tuh Bu Julia udah jalan ke kelas, hush sana, sana belajar yang rajin!" usir Vio tanpa akhlak.
"Bjirr... kagak ada akhlak emang!" Celine bersungut.
"Lo habis ini mau kemana Vi?" tanya Ara sebelum dia masuk kelas.
"Cari keperluan EO kayaknya Cel, ada klien masuk lagi. Dah sana masuk kelas," usir Vio saat melihat kedua sahabatnya masih bertahan di tempat yang sama.
"Bye... " Vio pun memilih meninggalkan tempat itu dan memutuskan mencari pernak-pernik untuk keperluan pesta teman bundanya yang mempercayakan acara ulang tahun anaknya kepada EO miliknya.
Vio siap membuka pintu mobilnya, saat sebuah suara menginterupsinya.
"Vi... boleh ngobrol sebentar?" Dante menatap penuh harap kepada Vio yang terlihat enggan berinteraksi lagi dengannya.
"Ngobrol apaan ya Bang?" tanya Vio.
"Boleh nggak sambil kita makan siang?" ajak Dante penuh harap.
Vio melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. "Aku nggak bisa lama-lama tapi Bang, aku mau ada perlu habis ini."
"Iya nggak papa, sepuluh lima belas menit juga nggak papa kok."
"Ya udah, Abang mau ngobrol apa?" tanya Vio.
"Jangan di sini boleh nggak?" pinta Dante lembut.
"Ya udah kita ke kafe yang di depan kampus aja kalo gitu, soalnya aku beneran mepet waktunya." Akhirnya Vio mengiyakan saja ajakan Dante, toh meski mereka tak jadi sepasang kekasih, bukan berarti mereka harus musuhan kan.
Vio masuk ke dalam mobilnya dan melaju menuju kafe yang dimaksud olehnya tadi.
Dante mengikuti mobil Vio dari belakang, ada rasa yang berbeda saat ia melihat ke dalam mata bening Vio.
Pijar yang dulu pernah menjadi miliknya itu, sekarang terlihat meredup dan menatap kosong kepadanya.
Mereka parkir bersebelahan dan masuk ke dalam tempat itu beriringan, Dante sempat membukakan pintu untuk Vio, lalu mereka duduk berhadapan setelah sebelumnya memesan kopi.
"Mau ngomong apa Bang?" tanya Vio.
"Vi, aku tahu aku salah, selama dua tahun kebersamaan kita, aku nggak pernah kasih kamu kepastian, aku ngerti kalo kamu ragu." Dante memulai kalimatnya.
"Oh itu, nggak papa kali Bang, aku tahu kok setiap orang kan masing-masing butuh proses untuk menyakinkan diri, dan aku ngerti, mungkin Abang memang nggak seyakin itu sama aku, ya nggak papa, namanya juga perasaan," ucap Vio tenang dan santai.
"Aku tahu aku ngebuang-buang waktu kamu, makanya sekarang aku mau ngungkapin perasaan aku ke kamu sesungguhnya."
Vio menegang saat tangannya yang berada di atas meja di raih dan digenggam oleh Dante.
Buru-buru Vio menarik tangannya yang ada di genggaman Dante itu.
"Ternyata aku nggak bisa hidup tanpa kamu Vi, aku, aku sayang kamu," ucap Dante akhirnya.
Vio menarik nafas panjang, jujur rasa itu belum hilang sepenuhnya dari hatinya, tapi dia harus realistis bahwa ada sosok Zefanya yang bakalan jadi batu sandungan dalam hubungan mereka.
Apalagi sekarang Vio sudah menerima Amar sebagai kekasihnya, rasanya Vio tak akan setega itu melepas pria yang sebaik dan bertanggung jawab seperti Amar.
"Tapi maaf Bang, aku nggak bisa menerima perasaan Abang," ucap Vio lirih.
"Kenapa?" tanya Dante kaget.
"Karena aku udah punya pacar sekarang, dan aku nggak mau mengecewakan dia," jawab Vio sungguh-sungguh.
"Siapa?" tanya Dante penasaran, pasalnya dia tahu tak banyak teman pria Vio.
"Seseorang yang mau menjalin hubungan serius sama aku Bang," jawab Vio.
"Andai waktu bisa diputar ya Vi."
"Andai waktu bisa diputar, Abang bisa memperjuangkan perasaan Abang sama Zefanya!" sahut Vio mantap.
"Vi, kamu tahu?" tanya Dante terlihat shock.
"Iya Bang aku tahu, btw aku harus pergi, aku duluan ya Bang." Vio mengangguk sopan lalu pergi dari tempat itu.
Tanpa Vio sadari kebersamaannya bersama Dante difoto seseorang dan dikirimkan ke Amarta yang sedang mengemudikan pesawat di atas sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
kalea rizuky
cih nembak tp lu masih lom move on ama mantan aneh lu te sate
2024-12-29
0