Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan

Bu Tari dan pak Hendra menggiring anak, menanti dan calon menantu mereka menuju ke ruang makan.

"Ayo Vi duduk sini deket Ibu." Bu Tari menepuk tempat duduk di sebelah kanannya.

Dengan lembut Amarta menarik kursi itu untuk Vio, sedang dia sendiri duduk di sebelah kanannya Vio.

Seperti biasa Bapak duduk di kursi paling ujung, yang memang dikhususkan untuk Bapak sebagai kepala rumah tangga.

Aditya dan Safira duduk di hadapan Ibu, Vio dan Amarta. Sesekali mata cantik kakak ipar Amar itu menatap Vio dengan sorot penasaran dan... tak suka, serasa Vio itu saingannya.

"Jangan malu-malu Vi, ayo mau makan yang mana?" Bu Tari mendekatkan beberapa piring lauk dan sayur ke dekat Vio.

"Udah Bu, nanti biar Vio ambil sendiri." Tentu saja Vio yang baru pertama kali datang merasa tak enak hati mendapat perlakuan seperti itu.

"Kamu suka makan yang mana Vi?" tanya Amar berinisiatif menuang nasi ke piring Vio. "Segini cukup?" tanya Amarta.

"Kebanyakan Mas," jawab Vio pelan, takut suaranya terdengar oleh yang lain.

"Itu cuman seujung centong, lauknya mau apa?" tanya Amar lagi.

"Daging cabe hijau aja sama sayur," jawab Vio pelan.

Dengan cekatan Amar mengambilkan permintaan Vio itu. "Aku bisa ambil sendiri Mas!" tegur Vio pelan.

Bu Tari dan Pak Hendra justru terkekeh melihat Vio menjadi salah tingkah karena perlakuan manis Amar.

"Dia biasa begitu Vi, nggak usah sungkan di depan Ibu sama Bapak," ucap Bu Tari membuat ketegangan di hati Vio sedikit mereda.

Vio menatap bu Tari dan tersenyum simpul, saat itulah dia menatap Fira menarik sudut bibirnya, terlihat sinis dan tak suka.

"Papa kerja dimana Vi?" tanya Aditya setelah mereka menyantap makanannya.

Vio hendak mengambil tissue tapi tangan Amar dengan cepat menariknya untuk Vio. "Makasih Mas. Ayah kerja kantoran Mas, karyawan biasa," jawab Vio sopan, lagi-lagi Vio melihat Fira menarik sudut bibirnya, yang sekarang seperti puas gitu penampakannya mendengar ayah Vio yang berprofesi sebagai karyawan biasa.

"Presdir tepatnya Mas. " Amar dengan cepat menyeletuk menambahi keterangan Vio yang merendah itu.

"Wow... " puji Aditya.

"Bukan perusahaannya sendiri kok Mas, masih jadi karyawan orang lain."

"Di perusahaan apa Vi?" tanya Fira.

"Cemerlang Indonesia," jawab Vio.

"Kalo Vio ini lagi ambil S2 Pak Bu, dia juga punya bisnis event organizer, " ucap Amar bangga.

"Masih kecil-kecilan Mas!" tegur Vio pelan.

"Semua juga berawal dari kecil, kecuali kamu pewarisnya," sahut Amar santai.

"Sudah, sudah, ayo lanjutkan makanannya, kalian nggak tahu Vio tegang gitu, kayak lagi ngadepin sidang skripsi aja!" tegur bu Tari membuat semuanya terkekeh.

Mereka pun melanjutkan makan malam mereka sambil mengobrol tentang hal-hal yang ringan.

Bu Tari tampak puas dengan perempuan yang dibawa anak bungsunya itu, cantik, pinter dan dari keluarga baik-baik.

Sampai dengan Vio pamit undur pun tangan bu Tari tak bisa lepas menggenggam tangan Vio.

"Sering-sering main kesini ya Vi," pinta Bu Tari lembut.

Vio pun mengangguk sopan lalu mencium punggung tangan kedua orang tua Amar dan berpamitan dengan kakak dan kakak iparnya Amar.

Sampai di dalam mobil Vio memilih menundukkan kepalanya dalam, ada rasa kesal di hatinya karena diajak makan di rumah orang tuanya Amar dan tanpa persetujuannya terlebih dulu.

"Kamu marah Vi?" tanya Amar hati-hati, mobil sengaja ditepikan di sekitaran rumah Amar.

"Maaf ya aku hanya pengen ngenalin kamu ke keluargaku, sebelum aku melanjutkan hubungan kita ke jenjang yang lebih serius lagi sama kamu."

"Maksud Mas?" tanya Vio akhirnya.

"Ya hubungan mertua dan menantu yang nggak harmonis, aku ingin melihat kamu dan orang tuaku klop nggak," jawab Amar sambil melemparkan senyum terbaiknya.

"Terus menurut Mas?" tanya Vio lagi.

"Ibu Bapak suka sama kamu, dan aku lihat kamu juga nyaman sama Ibu, itu cukup buat aku." Amar mengambil tangan Vio yang ada dipangkuan lalu menggenggamnya erat.

"Violet... maukah kamu jadi pacarku?" tanya Amar sambil menatap ke dalam mata bening itu.

Vio mengerjap pelan, dadanya bergemuruh tanpa diminta dan kupu-kupu berterbangan di perutnya.

"Aku... "

"Iya Mas aku mau." ucap Vio memotong kalimat yang akan diucapkan oleh Amar.

Amar tersenyum lebar mendengar jawaban Vio barusan, dia kira Vio tidak nyaman dengan keluarganya.

"Tapi Mas harus janji."

"Janji apa Sayang?"

"Harus setia, nggak boleh lirak lirik pramugari yang cantik-cantik itu!"

Amar mengacak rambut Vio dengan gemas. "Kalo aku suka sama mereka, sejak dulu salah satunya udah aku pacari!"

Lalu mobil itu pun kembali melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Vio, seperti janji Amar ketika membawa pergi Vio tadi, bahwa Vio harus sudah sampai rumah paling lambat jam sepuluh malam.

Jam sepuluh kurang beberapa menit mobil Amar memasuki halaman rumah Vio.

"Aku pamit sama Ayah Bunda dulu Vi, nggak enak kalo mulangin kamu tapi nggak say hello dulu sama mereka," pinta Amar sambil turun dari mobil membukakan pintu untuk Vio.

"Bentar aku lihat dulu ya Mas." Vio berniat masuk ke dalam rumah untuk memeriksa apakah Ayah atau Bunda masih terjaga.

Vio memdapati Bunda dan Ayahnya lagi menonton drama di televisi saat Vio masuk ke ruang tengah itu.

"Yah Bun, Mas Amar mau pamit," ucap Vio membuat kedua orang yang sedang berbucinan itu mendongak.

"Nggak mau masuk aja Kak?" tanya Rissa sambil berdiri dan memakai sendalnya, diikuti oleh sang suami.

"Udah malem. kali Bun," jawab Vio lalu ikut keluar untuk menghantarkan kepergian Amar.

"Om, Tante." Amar mencium punggung tangan keduanya.

"Makasih ya Mar, udah nganterin Vio tepat waktu," ucap Rama.

"Saya yang makasih Om sudah diijinin bawa Vio makan malam."

Amar pun memutuskan pulang dari rumah Vio dengan perasaan yang lain dari biasanya. Tiga tahun hatinya kosong dan sekarang terisi oleh seseorang yang begitu spesial.

"Gimana, gimana makan malamnya Kak?" tanya Rissa saat Vio duduk di sampingnya sambil melepas sepatu wedges nya.

"Yang," tegur Rama sambil terkekeh.

"Bunda pasti nggak nyangka aku diajak dinner dimana," gumam Vio sambil tersenyum sumringah, berteman dekat selama dua tahun sama Dante tak sekalipun Vio diajak makan malam di rumah pria itu.

"Aku diajakin makan malam di rumah orang tuanya Bun, dikenalin sama mereka, kata Mas Amar dia pengen liat apakah aku sama ibunya bisa klop."

"Lhah kayak kalian mau nikah aja, pacaran aja juga belum."

"Tadi Mas Amar nembak Vio, Bun!" ucap Vio sambil tersenyum malu-malu.

"Ya ampun Mas, kita punya mantu!" teriak Rissa kegirangan.

"Bun!!"

Episodes
1 Bab satu : Teman rasa Pacar
2 Bab dua : Sesuatu di pesta
3 Bab tiga : Nyenggol lagi
4 Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5 Bab lima : Ditolong orang itu
6 Bab enam : Semenarik itu
7 Bab tujuh : Bertemu Vio
8 Bab delapan : Gentleman
9 Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10 Bab sepuluh : Perasaan Dante
11 Bab sebelas : Dinner tak biasa
12 Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13 Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14 Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15 Bab Lima Belas : Konfrontasi
16 Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17 Bab Tujuh Belas : Meleleh
18 Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19 Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20 Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21 Bab Dua puluh satu : Persaingan
22 Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23 Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24 Bab 24 : Adu ketegangan
25 Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26 Bab 26 : Mobil misterius
27 Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28 Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29 Bab 29 : Berartinya Dirimu
30 Bab 30 : She's mine!
31 Bab 31 : Harus A
32 Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33 Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34 Bab 34 : Belum seserius itu kok
35 Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36 Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37 Bab 37 : Curahan hati Amar
38 Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39 Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40 Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41 Bab 41 : Terungkap
42 Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43 Bab 43 : Ancaman Asa
44 Bab 44 : Bibit pengkhianat
45 Bab 45 : Diperjuangkan
46 Bab 46 : Lamaran
47 Bab 47 : Bertemu Mama
48 Bab 48 : Menikah denganmu
49 Bab 49 : Landasan pacu
50 Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51 Bab 51 : London dan pesonanya
52 Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53 Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54 Bab 54 : Drama oleh-oleh
55 Bab 55 : Pasti kangen banget
56 Bab 56 : Penisirin!
57 Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58 Bab 58 : Rumah baru kita
59 Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60 Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61 Bab 61 : Klien Ter-rese
62 Bab 62 : Cemburu itu berat
63 Bab 63 : Diperkarakan
64 Bab 64 : Lawan tangguh
65 Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66 Bab 66 : Aku nggak mandul!
67 Bab 67 : Menenangkan diri
68 Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69 Bab 69 : Nasi goreng termahal
70 Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71 Bab 71 : Korban selanjutnya
72 Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73 Bab 73 : Hello... Sydney!
74 Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75 Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76 Bab 76 : Let's Go!
77 Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78 Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79 Bab 79 : Candu Banget
80 Bab 80 : Ada apa ini?
81 Bab 81 : Bad Mood
82 Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83 Bab 83 : Semua jadi sasaran
84 Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85 Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86 Bab 86 : Jadi masalah lagi
87 Bab 87 : Para shareholders
88 Bab 88 : Membumi
89 Bab 89 : Lega
90 Bab 90 : Mumet
91 Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92 Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93 Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya
Episodes

Updated 93 Episodes

1
Bab satu : Teman rasa Pacar
2
Bab dua : Sesuatu di pesta
3
Bab tiga : Nyenggol lagi
4
Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5
Bab lima : Ditolong orang itu
6
Bab enam : Semenarik itu
7
Bab tujuh : Bertemu Vio
8
Bab delapan : Gentleman
9
Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10
Bab sepuluh : Perasaan Dante
11
Bab sebelas : Dinner tak biasa
12
Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13
Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14
Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15
Bab Lima Belas : Konfrontasi
16
Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17
Bab Tujuh Belas : Meleleh
18
Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19
Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20
Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21
Bab Dua puluh satu : Persaingan
22
Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23
Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24
Bab 24 : Adu ketegangan
25
Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26
Bab 26 : Mobil misterius
27
Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28
Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29
Bab 29 : Berartinya Dirimu
30
Bab 30 : She's mine!
31
Bab 31 : Harus A
32
Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33
Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34
Bab 34 : Belum seserius itu kok
35
Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36
Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37
Bab 37 : Curahan hati Amar
38
Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39
Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40
Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41
Bab 41 : Terungkap
42
Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43
Bab 43 : Ancaman Asa
44
Bab 44 : Bibit pengkhianat
45
Bab 45 : Diperjuangkan
46
Bab 46 : Lamaran
47
Bab 47 : Bertemu Mama
48
Bab 48 : Menikah denganmu
49
Bab 49 : Landasan pacu
50
Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51
Bab 51 : London dan pesonanya
52
Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53
Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54
Bab 54 : Drama oleh-oleh
55
Bab 55 : Pasti kangen banget
56
Bab 56 : Penisirin!
57
Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58
Bab 58 : Rumah baru kita
59
Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60
Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61
Bab 61 : Klien Ter-rese
62
Bab 62 : Cemburu itu berat
63
Bab 63 : Diperkarakan
64
Bab 64 : Lawan tangguh
65
Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66
Bab 66 : Aku nggak mandul!
67
Bab 67 : Menenangkan diri
68
Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69
Bab 69 : Nasi goreng termahal
70
Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71
Bab 71 : Korban selanjutnya
72
Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73
Bab 73 : Hello... Sydney!
74
Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75
Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76
Bab 76 : Let's Go!
77
Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78
Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79
Bab 79 : Candu Banget
80
Bab 80 : Ada apa ini?
81
Bab 81 : Bad Mood
82
Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83
Bab 83 : Semua jadi sasaran
84
Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85
Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86
Bab 86 : Jadi masalah lagi
87
Bab 87 : Para shareholders
88
Bab 88 : Membumi
89
Bab 89 : Lega
90
Bab 90 : Mumet
91
Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92
Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93
Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!