Bu Tari dan pak Hendra menggiring anak, menanti dan calon menantu mereka menuju ke ruang makan.
"Ayo Vi duduk sini deket Ibu." Bu Tari menepuk tempat duduk di sebelah kanannya.
Dengan lembut Amarta menarik kursi itu untuk Vio, sedang dia sendiri duduk di sebelah kanannya Vio.
Seperti biasa Bapak duduk di kursi paling ujung, yang memang dikhususkan untuk Bapak sebagai kepala rumah tangga.
Aditya dan Safira duduk di hadapan Ibu, Vio dan Amarta. Sesekali mata cantik kakak ipar Amar itu menatap Vio dengan sorot penasaran dan... tak suka, serasa Vio itu saingannya.
"Jangan malu-malu Vi, ayo mau makan yang mana?" Bu Tari mendekatkan beberapa piring lauk dan sayur ke dekat Vio.
"Udah Bu, nanti biar Vio ambil sendiri." Tentu saja Vio yang baru pertama kali datang merasa tak enak hati mendapat perlakuan seperti itu.
"Kamu suka makan yang mana Vi?" tanya Amar berinisiatif menuang nasi ke piring Vio. "Segini cukup?" tanya Amarta.
"Kebanyakan Mas," jawab Vio pelan, takut suaranya terdengar oleh yang lain.
"Itu cuman seujung centong, lauknya mau apa?" tanya Amar lagi.
"Daging cabe hijau aja sama sayur," jawab Vio pelan.
Dengan cekatan Amar mengambilkan permintaan Vio itu. "Aku bisa ambil sendiri Mas!" tegur Vio pelan.
Bu Tari dan Pak Hendra justru terkekeh melihat Vio menjadi salah tingkah karena perlakuan manis Amar.
"Dia biasa begitu Vi, nggak usah sungkan di depan Ibu sama Bapak," ucap Bu Tari membuat ketegangan di hati Vio sedikit mereda.
Vio menatap bu Tari dan tersenyum simpul, saat itulah dia menatap Fira menarik sudut bibirnya, terlihat sinis dan tak suka.
"Papa kerja dimana Vi?" tanya Aditya setelah mereka menyantap makanannya.
Vio hendak mengambil tissue tapi tangan Amar dengan cepat menariknya untuk Vio. "Makasih Mas. Ayah kerja kantoran Mas, karyawan biasa," jawab Vio sopan, lagi-lagi Vio melihat Fira menarik sudut bibirnya, yang sekarang seperti puas gitu penampakannya mendengar ayah Vio yang berprofesi sebagai karyawan biasa.
"Presdir tepatnya Mas. " Amar dengan cepat menyeletuk menambahi keterangan Vio yang merendah itu.
"Wow... " puji Aditya.
"Bukan perusahaannya sendiri kok Mas, masih jadi karyawan orang lain."
"Di perusahaan apa Vi?" tanya Fira.
"Cemerlang Indonesia," jawab Vio.
"Kalo Vio ini lagi ambil S2 Pak Bu, dia juga punya bisnis event organizer, " ucap Amar bangga.
"Masih kecil-kecilan Mas!" tegur Vio pelan.
"Semua juga berawal dari kecil, kecuali kamu pewarisnya," sahut Amar santai.
"Sudah, sudah, ayo lanjutkan makanannya, kalian nggak tahu Vio tegang gitu, kayak lagi ngadepin sidang skripsi aja!" tegur bu Tari membuat semuanya terkekeh.
Mereka pun melanjutkan makan malam mereka sambil mengobrol tentang hal-hal yang ringan.
Bu Tari tampak puas dengan perempuan yang dibawa anak bungsunya itu, cantik, pinter dan dari keluarga baik-baik.
Sampai dengan Vio pamit undur pun tangan bu Tari tak bisa lepas menggenggam tangan Vio.
"Sering-sering main kesini ya Vi," pinta Bu Tari lembut.
Vio pun mengangguk sopan lalu mencium punggung tangan kedua orang tua Amar dan berpamitan dengan kakak dan kakak iparnya Amar.
Sampai di dalam mobil Vio memilih menundukkan kepalanya dalam, ada rasa kesal di hatinya karena diajak makan di rumah orang tuanya Amar dan tanpa persetujuannya terlebih dulu.
"Kamu marah Vi?" tanya Amar hati-hati, mobil sengaja ditepikan di sekitaran rumah Amar.
"Maaf ya aku hanya pengen ngenalin kamu ke keluargaku, sebelum aku melanjutkan hubungan kita ke jenjang yang lebih serius lagi sama kamu."
"Maksud Mas?" tanya Vio akhirnya.
"Ya hubungan mertua dan menantu yang nggak harmonis, aku ingin melihat kamu dan orang tuaku klop nggak," jawab Amar sambil melemparkan senyum terbaiknya.
"Terus menurut Mas?" tanya Vio lagi.
"Ibu Bapak suka sama kamu, dan aku lihat kamu juga nyaman sama Ibu, itu cukup buat aku." Amar mengambil tangan Vio yang ada dipangkuan lalu menggenggamnya erat.
"Violet... maukah kamu jadi pacarku?" tanya Amar sambil menatap ke dalam mata bening itu.
Vio mengerjap pelan, dadanya bergemuruh tanpa diminta dan kupu-kupu berterbangan di perutnya.
"Aku... "
"Iya Mas aku mau." ucap Vio memotong kalimat yang akan diucapkan oleh Amar.
Amar tersenyum lebar mendengar jawaban Vio barusan, dia kira Vio tidak nyaman dengan keluarganya.
"Tapi Mas harus janji."
"Janji apa Sayang?"
"Harus setia, nggak boleh lirak lirik pramugari yang cantik-cantik itu!"
Amar mengacak rambut Vio dengan gemas. "Kalo aku suka sama mereka, sejak dulu salah satunya udah aku pacari!"
Lalu mobil itu pun kembali melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Vio, seperti janji Amar ketika membawa pergi Vio tadi, bahwa Vio harus sudah sampai rumah paling lambat jam sepuluh malam.
Jam sepuluh kurang beberapa menit mobil Amar memasuki halaman rumah Vio.
"Aku pamit sama Ayah Bunda dulu Vi, nggak enak kalo mulangin kamu tapi nggak say hello dulu sama mereka," pinta Amar sambil turun dari mobil membukakan pintu untuk Vio.
"Bentar aku lihat dulu ya Mas." Vio berniat masuk ke dalam rumah untuk memeriksa apakah Ayah atau Bunda masih terjaga.
Vio memdapati Bunda dan Ayahnya lagi menonton drama di televisi saat Vio masuk ke ruang tengah itu.
"Yah Bun, Mas Amar mau pamit," ucap Vio membuat kedua orang yang sedang berbucinan itu mendongak.
"Nggak mau masuk aja Kak?" tanya Rissa sambil berdiri dan memakai sendalnya, diikuti oleh sang suami.
"Udah malem. kali Bun," jawab Vio lalu ikut keluar untuk menghantarkan kepergian Amar.
"Om, Tante." Amar mencium punggung tangan keduanya.
"Makasih ya Mar, udah nganterin Vio tepat waktu," ucap Rama.
"Saya yang makasih Om sudah diijinin bawa Vio makan malam."
Amar pun memutuskan pulang dari rumah Vio dengan perasaan yang lain dari biasanya. Tiga tahun hatinya kosong dan sekarang terisi oleh seseorang yang begitu spesial.
"Gimana, gimana makan malamnya Kak?" tanya Rissa saat Vio duduk di sampingnya sambil melepas sepatu wedges nya.
"Yang," tegur Rama sambil terkekeh.
"Bunda pasti nggak nyangka aku diajak dinner dimana," gumam Vio sambil tersenyum sumringah, berteman dekat selama dua tahun sama Dante tak sekalipun Vio diajak makan malam di rumah pria itu.
"Aku diajakin makan malam di rumah orang tuanya Bun, dikenalin sama mereka, kata Mas Amar dia pengen liat apakah aku sama ibunya bisa klop."
"Lhah kayak kalian mau nikah aja, pacaran aja juga belum."
"Tadi Mas Amar nembak Vio, Bun!" ucap Vio sambil tersenyum malu-malu.
"Ya ampun Mas, kita punya mantu!" teriak Rissa kegirangan.
"Bun!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments