Bab sebelas : Dinner tak biasa

Vio mengantar kepergian Dante dengan perasaan...entahlah, mungkin bisa dibilang Vio sudah terlepas dari fase patah hatinya.

Dibilang sosok Dante sudah terhapus sempurna di hatinya memang belum, tapi sosok sempurna itu telah tergeser sedikit oleh sosok Amar yang memaksa masuk ke dalam hatinya.

Meski sedih tapi perasaan Vio juga merasa plong, setidaknya dia tak akan mengorbankan waktunya kepada seseorang yang belum selesai dengan masa lalunya.

"Cie cie yang baru aja jadi jomblo!" ledek Asa sambil cengar-cengir tanpa dosa.

"Gue nggak jomblo!" sahut Vio kesal sama adik lelaki satu-satunya itu.

"Oh iya ada ban serepnya!"

"Asa! Nggak baik ngatain orang dengan ban serep, Mas Amar punya nama!" Rissa muncul dari kamarnya diikuti oleh Rama.

"Becanda Bun." Asa nyengir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Jangan suka mengolok-olok orang kayak gitu Dek, Kak Vio lagi sedih lho," ucap Rama dengan lembut.

"Sedih dibikin sendiri Yah, coba dari dulu jadi cewek jangan polos-polos, beberapa bulan nggak ada kepastian lebih baik... " Asa mempraktikkan tangannya seperti gunting 'kres!'

"Kamu kayak udah pengalaman aja!" Vio mencibir adiknya yang baru menginjak usia belasan itu.

"Tapi aku mah gentle Kak, nggak mungkin mempermainkan perasaan cewek, suka ya bilang suka, nggak tertarik langsung aku tolak." Ucapan Asa yang terdengar santai dan tanpa beban itu tak ayal membuat Vio dan Rissa melotot tak percaya.

Rama terkekeh saat melihat wajah istrinya berubah menjadi judes seperti itu, Rama percaya bahwa Asa hanya sekedar naksir menaksir dan belum ke jenjang pacaran, namanya anak baru usia tujuh belas tahun.

Ting... sebuah notifikasi masuk ke ponsel Vio, dengan seksama Vio membaca sebaris tulisan yang membuat hatinya menghangat.

Tolong ijin ke Ayah sama Bunda kamu, besok malam aku mau ajak kamu dinner.

"Yah, Bun," panggil Vio dengan wajah merona.

Rissa dan Rama menatap Vio. "Besok Vio diajakin Mas Amar dinner," lanjutnya lagi.

"Kamu udah mantep mau buka hati buat Amar Kak?" tanya Rama hati-hati.

"Menurut Ayah?" Vio balik bertanya.

"Kok tanya Ayah?"

"Dari kaca mata Ayah, Mas Amar gimana?"

"Ayah suka sama cowok gentleman yang mau meminta ijin ke orang tua si cewek buat ngedeketin, udah mau berbagi cerita tentang keluarganya, at least dia sungguh-sungguh pengen kenal kamu. Lagian dia juga sopan dan baik, semoga apa yang terlihat sekarang adalah kepribadiannya yang sesungguhnya ya," jawab Rama panjang lebar.

"Soal profesinya Yah? Ayah nggak khawatir?" tanya Vio ragu-ragu. Tentu saja kita semua tahu ada beberapa oknum yang membuat profesi ini dianggap negatif oleh sebagian orang.

"Profesi nggak menjamin Kak, nggak semua pilot seperti itu kan, semoga Amar juga nggak seperti itu."

"Ya udah kalo Ayah sama Bunda nggak keberatan sama Mas Amar."

"Pesen Bunda cuman satu, sebelum buka hati lebar-lebar, buka dulu mata, telinga dan pikiran kamu, lihat dia bagaimana, kalo nanti rasanya ada yang kurang srek langsung saja ungkapin perasaan kamu, bila perlu tinggalin."

"Yang... " tegur Rama pelan.

"Habis aku sebel sama pasangan Vio sebelumnya!" sahut Rissa sambil melengos.

***

Vio menatap deretan baju semi resmi yang tergantung di rak lemari bajunya.

Meski Amar bilang bahwa makan malam ini bukan makan malam resmi, tapi tetap saja Vio tidak ingin memakai baju asal-asalan.

"Bun... kira-kira bagusan yang ini atau yang ini ya Bun?" Vio mengangkat midi dress yang panjangnya selutut dengan warna terracotta dan sheath dress berwarna biru muda.

"Yang terracotta aja Kak, takutnya yang sheath dress terlalu seksi untuk makan malam pertama kalian," jawab Rissa sambil tersenyum.

"Oh oke Bun, makasih." Vio pun berlalu dari sana dan mulai bersiap. Amar tadi sudah mengirim pesan akan menjemputnya sekitar jam enam tiga puluh malam.

Tak banyak make up yang Vio aplikasikan di wajah, karena pada dasarnya Vio tidak suka bermake up aneh-aneh persis banget sama Bunda Rissanya.

Jam enam lebih dua puluh Amar sudah datang, saat ia menunggu Vio selesai, Amar berbincang sesaat dengan Ayah dan Bunda dari Vio.

Satu hal yang bikin kedua orang tua itu lega, Amar yang dengan jelas memberi tahukan dimana dia tinggal, hingga membuat Rissa khususnya tak was-was melepas Vio dengan Amar yang baru beberapa bulan ia kenal itu.

"Udah Mas, ayok berangkat." Vio keluar dengan wajah yang lebih segar dan can't dari biasanya.

Amar berdehem beberapa kali, mengusir rasa gugup yang tiba-tiba menyergap, rasa kagum itu semakin merasuki hatinya.

"Vio berangkat dulu ya Yah, Bun," pamit Vio sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya itu. Amar pun melakukan hal yang sama.

"Inget ya Kak, jam malam tetap berlaku," ucap Rissa saat Vio masih ada di depannya.

"Iya Tante, saya pastikan Vio sampai rumah sebelum jam sepuluh malam."

Amar mengangguk kecil lalu menggiring Vio untuk masuk ke dalam mobilnya.

Amar belum menjalankan mobilnya, sejenak dia menatap Vio kembali, sekedar menikmati kecantikan perempuan yang belakangan hari ini membuat hidupnya gelisah.

"Kenapa sih Mas? Aku berlebihan ya?" tanya Vio.

Amar menggeleng pelan. "Kamu cantik banget Vi," puji Amar pelan.

Pipi Vio merona mendapat sanjungan itu, siapa sih yang tidak tersanjung saat seorang pria memuji dirinya? Pada dasarnya perempuan adalah makhluk yang butuh validasi dari orang lain bahwa mereka cantik dan menarik.

"Udah dong Mas, jangan muji terus, aku jadi malu lho."

Amar pun terkekeh lalu perlahan dia melajukan mobilnya ke suatu tempat yang menjadi tujuan mereka, yang Vio kira mereka akan makan di sebuah restaurant.

Ternyata Amar membawa Vio ke rumah orang tuanya untuk makan malam bersama orang tua dan kakaknya beserta istrinya.

"Nggak papa kan?"

Vio tersenyum kaku, mereka baru pedekate tapi Amar ternyata seserius ini dengan mengenalkannya kepada kedua orang tuanya.

Bukankah laki-laki seperti ini yang perempuan butuhkan, laki-laki yang mengenalkan keluarganya kepada perempuannya, begitu juga laki-laki yang mau mengenal keluarga perempuannya.

"Ini rumah aku Vi." Amar memasukan mobilnya di belakang mobil yang telah terparkir terlebih dulu.

"Mas Aditya sama Mbak Fira udah datang duluan Vi." Amar membukakan pintu mobil untuk Vio, dan menggenggam tangan Vio yang terasa dingin.

"Rileks Vi, orang tuaku easy going kok kayak orang tua kamu."

"Pak Bu." Amar menyapa orang tuanya dengan sopan lalu mencium punggung tangan keduanya.

"Kenalin ini Vio." Amar mendorong lembut punggung Vio, dan Vio pun mencium punggung tangan kedua orang tua Amar.

"Ah ini yang namanya Vio, cantik banget kamu Nak," puji Tari sambil memeluk Vio dengan lembut.

Vio menyapa kakak lelaki Amar yang bernama Adit dan juga kakak iparnya Amar yang bernama Safira itu.

Vio bisa melihat kilatan rasa tak suka saat menyapa Fira. 'Ada apa ini? Padahal gue baru kenal dia hari ini.'

Episodes
1 Bab satu : Teman rasa Pacar
2 Bab dua : Sesuatu di pesta
3 Bab tiga : Nyenggol lagi
4 Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5 Bab lima : Ditolong orang itu
6 Bab enam : Semenarik itu
7 Bab tujuh : Bertemu Vio
8 Bab delapan : Gentleman
9 Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10 Bab sepuluh : Perasaan Dante
11 Bab sebelas : Dinner tak biasa
12 Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13 Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14 Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15 Bab Lima Belas : Konfrontasi
16 Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17 Bab Tujuh Belas : Meleleh
18 Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19 Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20 Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21 Bab Dua puluh satu : Persaingan
22 Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23 Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24 Bab 24 : Adu ketegangan
25 Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26 Bab 26 : Mobil misterius
27 Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28 Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29 Bab 29 : Berartinya Dirimu
30 Bab 30 : She's mine!
31 Bab 31 : Harus A
32 Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33 Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34 Bab 34 : Belum seserius itu kok
35 Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36 Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37 Bab 37 : Curahan hati Amar
38 Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39 Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40 Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41 Bab 41 : Terungkap
42 Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43 Bab 43 : Ancaman Asa
44 Bab 44 : Bibit pengkhianat
45 Bab 45 : Diperjuangkan
46 Bab 46 : Lamaran
47 Bab 47 : Bertemu Mama
48 Bab 48 : Menikah denganmu
49 Bab 49 : Landasan pacu
50 Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51 Bab 51 : London dan pesonanya
52 Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53 Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54 Bab 54 : Drama oleh-oleh
55 Bab 55 : Pasti kangen banget
56 Bab 56 : Penisirin!
57 Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58 Bab 58 : Rumah baru kita
59 Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60 Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61 Bab 61 : Klien Ter-rese
62 Bab 62 : Cemburu itu berat
63 Bab 63 : Diperkarakan
64 Bab 64 : Lawan tangguh
65 Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66 Bab 66 : Aku nggak mandul!
67 Bab 67 : Menenangkan diri
68 Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69 Bab 69 : Nasi goreng termahal
70 Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71 Bab 71 : Korban selanjutnya
72 Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73 Bab 73 : Hello... Sydney!
74 Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75 Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76 Bab 76 : Let's Go!
77 Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78 Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79 Bab 79 : Candu Banget
80 Bab 80 : Ada apa ini?
81 Bab 81 : Bad Mood
82 Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83 Bab 83 : Semua jadi sasaran
84 Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85 Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86 Bab 86 : Jadi masalah lagi
87 Bab 87 : Para shareholders
88 Bab 88 : Membumi
89 Bab 89 : Lega
90 Bab 90 : Mumet
91 Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92 Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93 Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya
Episodes

Updated 93 Episodes

1
Bab satu : Teman rasa Pacar
2
Bab dua : Sesuatu di pesta
3
Bab tiga : Nyenggol lagi
4
Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5
Bab lima : Ditolong orang itu
6
Bab enam : Semenarik itu
7
Bab tujuh : Bertemu Vio
8
Bab delapan : Gentleman
9
Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10
Bab sepuluh : Perasaan Dante
11
Bab sebelas : Dinner tak biasa
12
Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13
Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14
Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15
Bab Lima Belas : Konfrontasi
16
Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17
Bab Tujuh Belas : Meleleh
18
Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19
Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20
Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21
Bab Dua puluh satu : Persaingan
22
Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23
Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24
Bab 24 : Adu ketegangan
25
Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26
Bab 26 : Mobil misterius
27
Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28
Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29
Bab 29 : Berartinya Dirimu
30
Bab 30 : She's mine!
31
Bab 31 : Harus A
32
Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33
Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34
Bab 34 : Belum seserius itu kok
35
Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36
Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37
Bab 37 : Curahan hati Amar
38
Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39
Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40
Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41
Bab 41 : Terungkap
42
Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43
Bab 43 : Ancaman Asa
44
Bab 44 : Bibit pengkhianat
45
Bab 45 : Diperjuangkan
46
Bab 46 : Lamaran
47
Bab 47 : Bertemu Mama
48
Bab 48 : Menikah denganmu
49
Bab 49 : Landasan pacu
50
Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51
Bab 51 : London dan pesonanya
52
Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53
Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54
Bab 54 : Drama oleh-oleh
55
Bab 55 : Pasti kangen banget
56
Bab 56 : Penisirin!
57
Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58
Bab 58 : Rumah baru kita
59
Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60
Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61
Bab 61 : Klien Ter-rese
62
Bab 62 : Cemburu itu berat
63
Bab 63 : Diperkarakan
64
Bab 64 : Lawan tangguh
65
Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66
Bab 66 : Aku nggak mandul!
67
Bab 67 : Menenangkan diri
68
Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69
Bab 69 : Nasi goreng termahal
70
Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71
Bab 71 : Korban selanjutnya
72
Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73
Bab 73 : Hello... Sydney!
74
Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75
Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76
Bab 76 : Let's Go!
77
Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78
Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79
Bab 79 : Candu Banget
80
Bab 80 : Ada apa ini?
81
Bab 81 : Bad Mood
82
Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83
Bab 83 : Semua jadi sasaran
84
Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85
Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86
Bab 86 : Jadi masalah lagi
87
Bab 87 : Para shareholders
88
Bab 88 : Membumi
89
Bab 89 : Lega
90
Bab 90 : Mumet
91
Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92
Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93
Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!