"Sekarang udah nyampai Bali Mas?" tanya Vio saat Amar menghubungi sore itu.
"Udah Vi, dari sejam yang lalu."
"Udah makan belum Mas?" tanya Vio.
"Udah tadi di Bandara, sekarang tinggal rebahannya aja Vi, gimana progress persiapan pameran tunggalnya Valletta?" tanya Amar penuh minat.
"Sudah hampir lima puluh persen rampung sih Mas, asli aku masih deg-degan ini, takut Kak Letta kecewa dengan hasil konsep yang aku kerjakan."
"Percaya diri Vi, kamu pasti bisa kok, Mas yakin kamu tuh punya potensi besar."
"Thanks buat support nya Mas."
Lalu mereka melanjutkan obrolan mereka tentang banyak hal, termasuk tentang dunia penerbangan yang bikin Vio penasaran dan takjub.
Jam tujuh malam, setelah mereka mengobrol hampir dua jam, sambungan mereka akhirnya terputus juga.
Saat Vio hendak mengerjakan konsep ulang tahun salah satu kliennya, sebuah ketukan di pintu kamarnya terdengar.
Vio beranjak dan membuka pintu itu. "Kenapa Sa?" tanya Vio saat melihat adek semata wayangnya ada di depannya.
"Ada bang Dante Kak," jawab Asa membuat Vio menegang.
"Bilang aja... "
"Udah aku bilangin ada Kak," sahut Asa cuek.
"Ish... bukannya nanya dulu," sungut Vio kesal.
"Kata Bunda, berbohong itu dosa!" sahut Asa langsung ngeloyor pergi.
"Dasar saudara lucknut lo!" maki Vio dengan suara lirih, takut di dengar oleh bundanya dan ia akan dihadiahi ceramah yang panjang kayak rel kereta.
"Bang." sapa Vio pada seorang lelaki yang beberapa bulan belakangan ini sengaja ia hindari.
"Hai Vi." Dante berdiri dan menjabat tangan Vio, ada rasa berbeda yang tercipta di antara mereka, Vio seakan membatasi diri.
"Hai Bang, apa kabar?" Vio hanya mencoba beramah tamah, karena sejatinya dia enggan meneruskan hubungan mereka yang seperti ini.
Apalagi sekarang ada Amar yang telah meminta ijin kepada Vio dan orang tua Vio untuk mendekatinya.
"Baik Vi, maaf ya kalo aku ganggu waktu kamu," ucap Dante sambil menatap wajah Vio yang terlihat bersinar dan bahagia.
"No problem Bang, aku juga lagi nggak sibuk-sibuk amat kok."
"Kamu baik kan Vi? Aku liat kamu lebih ceria dan bahagia."
"Iyakah?" tanya Vio sambil memegang kedua pipinya yang pasti bersemu merah karena pujian itu, bukan karena dia tersanjung sama Dante, tapi ingatannya melayang ke sosok Amar yang dewasa dan juga mengerti dirinya.
Di mana pun Amar berada pasti pria itu menyempatkan diri untuk menyapa dan menanyakan keadaan Vio, jujur hal itu membuat Vio merasa dihargai.
"Vi... Abang ada salah sama kamu ya?" tanya Dante tiba-tiba.
Vio menegakkan tubuhnya dan mencari jawaban yang tepat.
"Kok dua bulan belakangan ini kamu kayak ngehindari aku," lanjut Dante lagi.
"Gimana ya Bang, aku hanya... ingin realistis aja sih," jawab Vio.
"Realistis, maksudnya?" Dante mengernyitkan keningnya bingung.
"Ya realistis aja Bang, aku rasa Abang tahu apa maksudku," jawab Vio dengan suara agak ketus.
"Abang beneran nggak tahu apa maksud kamu Vi," ucap Dante memang beneran tak mengerti apa yang dimaksud oleh Vio.
"Aku hanya nggak mau menghabiskan waktu untuk sesuatu yang nggak pasti, " gumam Vio tapi masih bisa didengar dengan jelas oleh Dante.
"Nggak pasti bagaimana maksudnya?" tanya Dante semakin dibuat bingung.
"Hubungan kita, menurut Abang hubungan kita bagaimana sih Bang?" tanya Vio akhirnya.
"Ya kita kan deket Vi," jawab Dante cepat.
"Deket? Deket yang seperti apa? Temen, sahabat atau apa? Soalnya aku bingung untuk menjelaskan status kita."
"Ya kita deket, lebih dari temen."
"Hanya lebih dari temen kan? Aku bahkan nggak bisa mengakui Abang sebagai kekasihku, padahal aku menjaga hubungan dengan orang lain karena dekat sama Abang, tapi sampai kapan status kita lebih dari sekedar teman itu."
Dante menegang, dia tahu bahwa selama dua tahun ini menggantung status hubungan mereka, semata karena dia masih meraba perasaannya sendiri dan dia ingin lebih memantapkan hati, Dante tak ingin menyakiti Vio nantinya.
"Please Vi, kasih aku waktu sedikit lebih lama lagi, aku butuh waktu untuk menyakinkan diri."
"Tapi maaf Bang, bahkan Ayah dan Bundaku udah. mulai keberatan dengan hubungan kita ini. Dan aku minta Abang nggak usah menemui aku lagi, karena aku... aku udah membuka hati untuk orang lain," aku Vio jujur.
Mendengar hal itu Dante tersentak, tak mengira secepat itu Vio membuka hati untuk orang lain, padahal Dante yakin bahwa ia berhasil menggenggam hatinya Vio.
"Kamu serius Vi?" tanya Dante.
"Iya Bang, maaf ya aku harus melangkah maju."
"Kamu nggak ingin memperjuangkan perasaanku?" tanya Dante dengan suara frustasi.
Vio tersenyum lalu menggeleng dengan pelan, rasanya apa yang dinasihatkan bundanya kemarin memang betul adanya, buat apa bertahan sama perasaan orang lain yang tak sepenuhnya membuka hati untuknya, lebih baik memulai dengan yang baru yang mau berjuang bersama dengannya.
Dante menyugar rambutnya pelan, agaknya dia harus kehilangan seseorang yang sekarang telah merajai hatinya tanpa ia sadari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Nabila
2 tahun.. emang perasaanmu kamu simpan di luar negeri
2025-01-08
0
Diana Resnawati
enyahkan Dante.fokus ke Amar ya Vio
2025-02-14
0
Nurwana
2 tahun bukan waktu yang sebentar Dante...
2025-01-05
0