Bab tujuh : Bertemu Vio

"Yakin mau balek sekarang?" tanya Celine sambil tidur menelungkup memperhatikan Vio yang sedang memasukkan bajunya ke dalam koper.

"Iya, mumpung otak gue lagi encer, mau buru-buru nyelesain tesis gue," jawab Vio menoleh ke Celine sebentar lalu kembali memasukkan baju-bajunya.

"Bukan karena Amarta yang janji ngedeketin lo kalo lo sampai Jakarta?" kulik Celine lagi.

"Nggaklah! Gue juga belum berminat membuka hati!" sahut Vio tegas.

"Ya bagus deh. Gue kurang setuju lo ama dia!"

"Kenapa?" Vio menautkan alisnya, bingung dengan ucapan Celine.

"Profesinya bikin gue nethink!"

"Gue juga!" ucap Vio lalu menutup kopernya dan menguncinya.

"Bagus kalo lo udah kasih batasan sama hati lo!"

"Tapi Cel, kemarin dia cerita ke gue kalo dia nggak tertarik berhubungan dengan teman kerjanya, dia bilang lebih suka bekerja dengan profesional," cerita Vio sambil mengingat setiap detail cerita Amar kemarin.

"Dan lo percaya?" tanya Celine menatap curiga.

"Ya enggak, tapi kan kita nggak boleh souzon juga," jawab Vio santai.

"Jadi udah mantep buat mutusin Dante?"

"Kami nggak pacaran kalo lo lupa!" ketus Vio lalu membaringkan tubuhnya dengan punggung Celine sebagai bantal kepalanya.

"Aelah sensi amat sih neng!" ledek Celine dengan diiringi tawa cekikikan.

"Tapi Cel, menurut lo Amar gimana?" tanya Vio matanya menatap ke atas memperhatikan plafon berwarna putih itu.

"Nggak bisa menilai, ketemu aja baru beberapa kali juga, gimana gue bisa tahu dia baik atau jahat. Denger ya Vi, jaman sekarang tuh banyak orang ganteng hatinya jahat, banyak orang jelek hatinya baik. Ganteng aja nggak cukup!"

"Perasaan gue cuman ngomong sepotong, kenapa lo jawabnya panjang kayak rel kereta." Vio menepuk pelan panttat Celine.

Celine terkekeh. "Maksud gue tuh Cel, dari penampakan luarnya dia gimana? Biasanya kan lo jago menilai orang." Vio bergumam lagi.

"Dari kaca mata luar gue sih, dia gentle dan baik, tapi kesan pertama kan nggak selalu sesuai kenyataan, contohnya Dan... " Belum selesai Celine berbicara, ponsel Vio tiba-tiba berbunyi.

"Amar!" jerit Vio tertahan sambil menunjukkan layar ponselnya ke Celine.

Dengan dramatis Celine memutar bola matanya, sudah tahu tabiat Vio yang sering absurd itu.

"Hallo Mas," sapa Vio setelah ia menggeser tombol hijau di ponselnya.

"Aku sebentar lagi mau take off, kamu jadi pulang ke Jakarta hari ini?" tanya Amar dari seberang sana.

"Iya, ambil penerbangan sore," jawab Vio.

"Take care ya Vi, minggu depan kalo aku udah landing di Jakarta, aku mampir ke rumah." Setelah mengucapkan selamat jalan, sambungan telepon mereka terputus.

"Cie cie, yang langsung mop on!" ledek Celine saat melihat Vio terpekur melihat ponselnya yang telah kembali menghitam.

"Ngeledek mulu lo!" Vio mendengus kencang, kesal karena Celine terus meledaknya.

"Enaknya yang cakep, lepas dari satu langsung bisa nangkep yang lain."

"Heh! Kayak lo nggak aja! Tuh si Darwin apa Marvel lho gantungin kayak kunci!" omel Vio kesal, pasalnya Celine terkenal player, tidak pernah serius sama satu pria saja.

"Gue ngaku, emang gue belum nemu yang cocok, salah sendiri mereka mau gue kacangin!" Celine terkekeh geli mengingat kelakuannya yang keterlaluan itu.

"Gue mau tidur bentar Cel, nanti jam dua bangunin gue."

Vio memejamkan mata dan mulai terlelap.

***

Vio sedang mengobrol dengan bundanya tentang perkembangan usahanya dan juga tesisnya.

"Udah masuk bab tiga sih Bun, mudah-mudahan cepet kelar ya, aku udah pengen lulus aja nih." Adu Vio sambil mengunyah kacang.

"Amin. Terus EO, pegang event apa sekarang?" tanya Rissa.

"Ini lagi mau pegang pameran tunggalnya kak Letta. Asli deg-degan banget, Bunda tahu kan siapa Kak Letta, takut ngecewain dia aja."

"Banyak-banyak nanya Kak, Letta Devano kan baik, mereka nggak mungkin kok cuek kalo kamu sering laporan progres persiapannya," ucap Rissa menaikkan kepercayaan diri Vio.

"Iya sih, aku salut sama keluarga itu, keluarga kelas atas tapi humble nya bikin aku tuh suka malu kalo harus menyombongkan diri."

"Memang kadang yang benar-benar kaya tuh malah low profile beda banget ama orang kaya nanggung!" celetuk Rissa membuat Vio terkekeh.

"Non Vio, ada temennya." Simbok datang menginterupsi keduanya.

"Siapa Mbok?" tanya Vio sambil mendongak menatap Simbok yang berdiri di belakangnya.

"Nggak tahu Non, cowok, Simbok lupa nanya namanya," jawab Simbok.

"Dante bukan?" tanya Rissa.

"Bukan Bu." Lalu Simbok berlalu untuk menyelesaikan pekerjaannya lagi.

Vio bangkit berdiri dan berlalu ke ruang tamu. "Mas Amar!" sapa Vio terkaget melihat keberadaan Amar di rumahnya.

Vio duduk di depan Amar, ada meja kecil yang menghalangi mereka, tak lama Simbok keluar membawa camilan dan dua gelas jus jeruk.

"Makasih Bik," ucap Amar sopan, Vio mengerjap mendengar Amar mengucapkan terimakasih kepada art nya.

"Baru nyampai Mas?" tanya Vio memecah kebisuan.

"Iya, nyampai tadi siang, istirahat bentar terus kesini."

"Nggak capek memang?" tanya Vio.

"Nggak sih, sekarang ada mood booster yang bikin nggak capek," ucap Amar sambil tersenyum.

Vio tersenyum menanggapi hal itu, sudah terbiasa mendengar gombalan receh yang sering dilontarkan Dante, hingga Vio tak ingin besar kepala karena kalimat ambigu yang diucapkan Amar itu.

Mereka berbincang dengan menanyakan kabar masing-masing, sampai suara mobil terdengar masuk ke garasi, lalu langkah kaki memasuki ruang dalam dari pintu samping yang menghubungkan garasi dengan ruang keluarga.

"Tamunya Vio Yang?" suara bariton masuk ke telinga Amar.

"Iya Mas, sini tasnya, mandi dulu sana, baju gantinya udah aku siapin di sofa." Suara perempuan terdengar juga di telinga Amar.

Amar menebak itu orang tua dari perempuan cantik yang beberapa hari ini membuat dia blingsatan.

"Ayah sama Bunda ku Mas."

"Oh." Amar mengangguk mengerti dan mereka pun melanjutkan perbincangan mereka hingga beberapa saat lamanya. Amar pribadi tegas yang enak diajak ngobrol hingga membuat Vio betah berlama-lama dengan Amar.

"Kak... dipanggil Bunda suruh makan katanya, sekalian ajak Mas itu." Asa muncul dari dalam secara tiba-tiba.

"Kita disuruh makan sama Bunda Mas."

"Aku nggak enak Vi."

"Nggak papa sih, Ayah Bunda ku baik kok. Ayok!"

Dengan sungkan Amar mengikuti Vio masuk lebih dalam ke rumah itu. Amar melihat sekilas foto keluarga yang tertempel di dinding itu.

"Malem Om Tante." Amar menjabat tangan Rama dan Rissa.

"Duduk duduk, siapa namanya?" tanya Rama ramah.

"Amarta Om," jawab Amar sopan.

Mereka pun duduk di meja makan yang terdiri dari enam kursi itu, Vio duduk di sebelah Amar dan membantu pria itu mengambil makanannya.

"Mas mau ikannya atau ayam?" tanya Rissa sigap melayani suaminya.

"Ikan aja ama sayur Yang," ucap Rama lembut.

"Amar nggak usah malu-malu ya, disini kalo malem makannya tanpa nasi, cuman Asa yang makan nasi." Rissa dengan ramah mempersilakan Amar.

Amar menatap terkagum dengan keluarga ini, rasa berbeda untuk Vio itu semakin menjadi setelah melihat bagaimana harmonisnya keluarga ini.

Bolehkah Amar secepat ini merasakan sayang yang beda terhadap Vio?

Terpopuler

Comments

Diana Resnawati

Diana Resnawati

kluarga yg harmonis😊

2025-02-14

0

lihat semua
Episodes
1 Bab satu : Teman rasa Pacar
2 Bab dua : Sesuatu di pesta
3 Bab tiga : Nyenggol lagi
4 Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5 Bab lima : Ditolong orang itu
6 Bab enam : Semenarik itu
7 Bab tujuh : Bertemu Vio
8 Bab delapan : Gentleman
9 Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10 Bab sepuluh : Perasaan Dante
11 Bab sebelas : Dinner tak biasa
12 Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13 Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14 Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15 Bab Lima Belas : Konfrontasi
16 Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17 Bab Tujuh Belas : Meleleh
18 Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19 Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20 Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21 Bab Dua puluh satu : Persaingan
22 Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23 Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24 Bab 24 : Adu ketegangan
25 Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26 Bab 26 : Mobil misterius
27 Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28 Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29 Bab 29 : Berartinya Dirimu
30 Bab 30 : She's mine!
31 Bab 31 : Harus A
32 Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33 Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34 Bab 34 : Belum seserius itu kok
35 Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36 Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37 Bab 37 : Curahan hati Amar
38 Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39 Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40 Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41 Bab 41 : Terungkap
42 Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43 Bab 43 : Ancaman Asa
44 Bab 44 : Bibit pengkhianat
45 Bab 45 : Diperjuangkan
46 Bab 46 : Lamaran
47 Bab 47 : Bertemu Mama
48 Bab 48 : Menikah denganmu
49 Bab 49 : Landasan pacu
50 Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51 Bab 51 : London dan pesonanya
52 Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53 Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54 Bab 54 : Drama oleh-oleh
55 Bab 55 : Pasti kangen banget
56 Bab 56 : Penisirin!
57 Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58 Bab 58 : Rumah baru kita
59 Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60 Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61 Bab 61 : Klien Ter-rese
62 Bab 62 : Cemburu itu berat
63 Bab 63 : Diperkarakan
64 Bab 64 : Lawan tangguh
65 Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66 Bab 66 : Aku nggak mandul!
67 Bab 67 : Menenangkan diri
68 Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69 Bab 69 : Nasi goreng termahal
70 Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71 Bab 71 : Korban selanjutnya
72 Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73 Bab 73 : Hello... Sydney!
74 Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75 Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76 Bab 76 : Let's Go!
77 Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78 Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79 Bab 79 : Candu Banget
80 Bab 80 : Ada apa ini?
81 Bab 81 : Bad Mood
82 Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83 Bab 83 : Semua jadi sasaran
84 Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85 Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86 Bab 86 : Jadi masalah lagi
87 Bab 87 : Para shareholders
88 Bab 88 : Membumi
89 Bab 89 : Lega
90 Bab 90 : Mumet
91 Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92 Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93 Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya
Episodes

Updated 93 Episodes

1
Bab satu : Teman rasa Pacar
2
Bab dua : Sesuatu di pesta
3
Bab tiga : Nyenggol lagi
4
Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5
Bab lima : Ditolong orang itu
6
Bab enam : Semenarik itu
7
Bab tujuh : Bertemu Vio
8
Bab delapan : Gentleman
9
Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10
Bab sepuluh : Perasaan Dante
11
Bab sebelas : Dinner tak biasa
12
Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13
Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14
Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15
Bab Lima Belas : Konfrontasi
16
Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17
Bab Tujuh Belas : Meleleh
18
Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19
Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20
Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21
Bab Dua puluh satu : Persaingan
22
Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23
Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24
Bab 24 : Adu ketegangan
25
Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26
Bab 26 : Mobil misterius
27
Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28
Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29
Bab 29 : Berartinya Dirimu
30
Bab 30 : She's mine!
31
Bab 31 : Harus A
32
Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33
Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34
Bab 34 : Belum seserius itu kok
35
Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36
Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37
Bab 37 : Curahan hati Amar
38
Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39
Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40
Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41
Bab 41 : Terungkap
42
Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43
Bab 43 : Ancaman Asa
44
Bab 44 : Bibit pengkhianat
45
Bab 45 : Diperjuangkan
46
Bab 46 : Lamaran
47
Bab 47 : Bertemu Mama
48
Bab 48 : Menikah denganmu
49
Bab 49 : Landasan pacu
50
Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51
Bab 51 : London dan pesonanya
52
Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53
Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54
Bab 54 : Drama oleh-oleh
55
Bab 55 : Pasti kangen banget
56
Bab 56 : Penisirin!
57
Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58
Bab 58 : Rumah baru kita
59
Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60
Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61
Bab 61 : Klien Ter-rese
62
Bab 62 : Cemburu itu berat
63
Bab 63 : Diperkarakan
64
Bab 64 : Lawan tangguh
65
Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66
Bab 66 : Aku nggak mandul!
67
Bab 67 : Menenangkan diri
68
Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69
Bab 69 : Nasi goreng termahal
70
Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71
Bab 71 : Korban selanjutnya
72
Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73
Bab 73 : Hello... Sydney!
74
Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75
Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76
Bab 76 : Let's Go!
77
Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78
Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79
Bab 79 : Candu Banget
80
Bab 80 : Ada apa ini?
81
Bab 81 : Bad Mood
82
Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83
Bab 83 : Semua jadi sasaran
84
Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85
Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86
Bab 86 : Jadi masalah lagi
87
Bab 87 : Para shareholders
88
Bab 88 : Membumi
89
Bab 89 : Lega
90
Bab 90 : Mumet
91
Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92
Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93
Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!