Bab enam : Semenarik itu

Amar terduduk di salah satu kursi sofa yang ada di villa Bening itu. Agak absurd kelakuannya mengingat dia rela pindah ke villa itu sekedar ingin lebih dekat dengan Vio.

Violet... perempuan cantik dengan tinggi badan rata-rata orang Indonesia, berkulit kuning langsat, bermata bulat dengan senyum teramat manis itu, belakangan hari membuat sesuatu yang bernama hati di dada Amar berdetak lebih kencang dari biasanya.

Cintanya yang mati sejak beberapa tahun lalu, perlahan mulai menemui detaknya lagi, dan dirasa Violah yang membuat detaknya mulai menyepat dan berdesir lagi.

"Kenapa sih Bang?!" Suara seseorang yang sejak tadi Amar tunggu itu terdengar ketus saat berbicara dengan seseorang yang sedang menghubunginya melalui telepon.

"Please lah, kita nggak ada hubungan apapun yang mengharuskan aku buat ijin atau pamit sama kamu! Orang tuaku aja fine-fine aja kok, kenapa kamu yang repot!" Jelas suara itu terdengar ketus dan tak bersahabat.

"Lhah kan emang iya, masak nggak paham juga?" tanya Vio sambil terkekeh pelan, di telinga Amar sih terdengar mengejek.

"Udah ah, aku mau jalan dulu!"

Lalu hening, Amar tak mendengar percakapan dia arah tapi di telinganya terdengar hanya satu arah, hanya Vio yang berbicara.

Amar mengintip dari gorden, Vio melangkah keluar dari halaman villa menuju ke pantai yang ada di depannya sana.

Yup benar banget, villa ini memang memiliki dua halaman depan yang menghadap jalan utama dan halaman belakang yang langsung menghadap ke laut lepas.

Vio terus melangkah lalu berdiri tepat di bibir pantai, matanya menatap ke depan, seolah disana ada jawaban dari semua masalah yang ia hadapi saat ini.

Dante... satu nama yang begitu penting yang Vio tempatkan spesial di hatinya, tapi nama itu juga yang menggoreskan luka dan ketidakpastian dalam hatinya.

"Kemarin ayam tetangga aku mati gegara kebanyakan bengong." Amar sudah berdiri di samping Vio sambil matanya ikut menatap ke depan.

"Gue bukan ayam, btw!" sahut Vio ketus.

"Aku nggak bilang kamu ayam," sahut Amar sambil terkekeh pelan.

"Cckk... ganggu orang aja kerjaannya!" Vio pun pergi dari sana dan berniat menyusuri pantai yang sangat panjang ini.

Amar pun berjalan dan membuntuti Vio, Amar memperhatikan perempuan cantik yang berjalan di depannya itu.

Tanpa ingin mengganggu atau menginterupsi apapun yang sedang Vio pikirkan saat ini, Amar tetap mengikuti langkah Vio.

Akhirnya Vio berhenti di sebuah kedai kelapa hijau dan duduk di sana. Amar menatap Vio lalu tanpa seijin Vio, duduk di samping gadis cantik itu.

Amar tak ingin menginterupsi keriuhan yang ada di kepala Vio, dia cukup sadar bahwa mereka tidak dekat, jadi alih-alih mencari perhatian dengan banyak bicara, Amar memilih menemaninya dalam diam.

"Mass... " panggil Vio membuat Amar tersentak.

"Hmm... " Amar menyahut dengan suara lembut.

"Punya temen tapi mesra nggak?" tanya Vio dengan tatapan masih ke depan memandang ombak yang berkejaran di pantai.

"Nope!" sahut Amar mantap.

"Kenapa? Kan enak Mas, tanpa status tapi ada pendamping," celetuk Vio pelan.

"Buang-buang waktu, nggak gentleman banget, kasihan ceweknya kan waktunya kebuang percuma."

"Sama pramugari juga nggak pernah ada hubungan dekat sama sekali?" tanya Vio lagi.

"Nggak, aku lebih suka hubungan profesional dalam pekerjaan, nggak suka melibatkan perasaan," jawab Amar lagi.

Vio menghela nafas panjang, mau dibolak-balik seperti apa memang dirinya yang akan dirugikan dalam hubungan 'pertemanan rasa pacar' seperti yang selama ini dijalaninya bersama Dante.

Apalagi perempuan sebagai pihak yang sering melibatkan perasaan dan ujung-ujungnya baper dengan perhatian lebih yang diberikan oleh seorang pria kepadanya.

"Aku ternyata bodoh!" maki Vio pelan ke dirinya sendiri.

Amar menarik tangan Vio dan menyeret lembut gadis itu ke kafe yang berada tak jauh dari mereka.

"Masss... Mas mau ngapain!?" tanya Vio panik.

"Temenin aku makan, denger kamu curhat, perutku jadi laper!" ucap Amar santai.

Vio berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Amar tapi gagal, Amar terus menggenggam tangan itu sampai mereka memasuku sebuah kafe yang menyajikan hidangan western.

"Bisa makan steak kan?" tanya Amar sambil menyerahkan buku menu ke Vio.

Dengan cemberut Vio menerima buku itu tanpa menjawab pertanyaan Amar.

"Di sini ada menu ikan goreng nggak Mbak?" tanya Amar sengaja banget biar bisa dikomentari Vio.

"Kalo nyari ikan goreng, noh sana ke tukang pecel lele, bukan ke kafe kayak gini!" ucap Vio ketus.

Amar terkekeh lalu menyebutkan makanan pesanannya. "Kamu mau wagyu juga Vi?" tanya Amar.

"Iya samain aja, tingkat kematengannya?" tanya Amar.

"Well done!"

"Makan steak itu enaknya medium rare, bukan mateng!" ucap Amar.

"Kan itu Mas, kalo aku tuh suka yang matang!" sahut Vio tak mau kalah.

"Termasuk cowok?" tanya Amar.

"Maksudnya?" Vio mengeryit tak mengerti.

"Suka punya pacar yang seumuran atau yang lebih matang?" tanya Amar akhirnya.

"Matang... emangnya mangga, mateng enak dimakan," celetukan Vio membuat Amar terkekeh.

"Btw Mas, makan di tempat ini lumayan mahal lho, nanti sampai villa aku ganti ya, aku nggak bawa dompet soalnya," ucap Vio untuk mengusir rasa gugup yang tiba-tiba menyerang. Amar kalau sedang tertawa ternyata semenarik itu, ganteng dan terlihat humble.

"Nggak usah, tenang aja, gaji pilot cukup buat njajanin kamu kayak ginian," tolak Amar santai.

"Dih sombong banget sih!"

Amar terkekeh pelan. "Kamu kerja atau punya usaha Vi?"

"Aku masih kuliah Mas, ambil S2, sambil merintis usaha kecil-kecil, " jawab Vio.

"Oh good dong."

Makanan mereka datang dan akhirnya mereka menghentikan aksi saling bertanya karena mereka menikmati makanannya dengan nikmat.

Setelah mereka selesai makan dan Amar membayar tagihannya, mereka keluar dari kafe itu dan memutuskan kembali ke villa tempat mereka menginap.

Sampai di depan pintu villa yang ditempati Vio, Amar menatap Vio dalam. "Besok aku harus terbang lagi ke Jakarta, sejak aku tahu kamu waktu itu di saat menghadiri pernikahan temanku sampai dengan hari ini, aku... merasa tertarik sama kamu. Kalo boleh aku ingin mengenal kamu lebih dekat lagi."

Vio terpaku dan terdiam, ada sesuatu yang mengikat lidahnya hingga ia tak bisa mengatakan apapun.

Mereka baru bertemu beberapa kali dan Amar dengan gentleman nya mengatakan ingin lebih dekat dengannya, apa Vio tidak salah dengar?

"Aku nggak minta jawaban kamu hari ini, aku akan menghubungi kamu lagi nanti saat kamu telah kembali ke Jakarta."

Vio menatap punggung Amar yang pergi menjauh, kartu nama pria itu ada di genggamannya sekarang.

Harusnya Dante yang mengatakan hal itu, bukan cowok yang baru Vio kenal beberapa hari!

Terpopuler

Comments

Diana Resnawati

Diana Resnawati

Amar gentlemen ga kyk Dante

2025-02-14

0

lihat semua
Episodes
1 Bab satu : Teman rasa Pacar
2 Bab dua : Sesuatu di pesta
3 Bab tiga : Nyenggol lagi
4 Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5 Bab lima : Ditolong orang itu
6 Bab enam : Semenarik itu
7 Bab tujuh : Bertemu Vio
8 Bab delapan : Gentleman
9 Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10 Bab sepuluh : Perasaan Dante
11 Bab sebelas : Dinner tak biasa
12 Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13 Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14 Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15 Bab Lima Belas : Konfrontasi
16 Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17 Bab Tujuh Belas : Meleleh
18 Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19 Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20 Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21 Bab Dua puluh satu : Persaingan
22 Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23 Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24 Bab 24 : Adu ketegangan
25 Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26 Bab 26 : Mobil misterius
27 Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28 Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29 Bab 29 : Berartinya Dirimu
30 Bab 30 : She's mine!
31 Bab 31 : Harus A
32 Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33 Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34 Bab 34 : Belum seserius itu kok
35 Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36 Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37 Bab 37 : Curahan hati Amar
38 Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39 Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40 Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41 Bab 41 : Terungkap
42 Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43 Bab 43 : Ancaman Asa
44 Bab 44 : Bibit pengkhianat
45 Bab 45 : Diperjuangkan
46 Bab 46 : Lamaran
47 Bab 47 : Bertemu Mama
48 Bab 48 : Menikah denganmu
49 Bab 49 : Landasan pacu
50 Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51 Bab 51 : London dan pesonanya
52 Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53 Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54 Bab 54 : Drama oleh-oleh
55 Bab 55 : Pasti kangen banget
56 Bab 56 : Penisirin!
57 Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58 Bab 58 : Rumah baru kita
59 Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60 Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61 Bab 61 : Klien Ter-rese
62 Bab 62 : Cemburu itu berat
63 Bab 63 : Diperkarakan
64 Bab 64 : Lawan tangguh
65 Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66 Bab 66 : Aku nggak mandul!
67 Bab 67 : Menenangkan diri
68 Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69 Bab 69 : Nasi goreng termahal
70 Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71 Bab 71 : Korban selanjutnya
72 Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73 Bab 73 : Hello... Sydney!
74 Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75 Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76 Bab 76 : Let's Go!
77 Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78 Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79 Bab 79 : Candu Banget
80 Bab 80 : Ada apa ini?
81 Bab 81 : Bad Mood
82 Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83 Bab 83 : Semua jadi sasaran
84 Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85 Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86 Bab 86 : Jadi masalah lagi
87 Bab 87 : Para shareholders
88 Bab 88 : Membumi
89 Bab 89 : Lega
90 Bab 90 : Mumet
91 Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92 Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93 Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya
Episodes

Updated 93 Episodes

1
Bab satu : Teman rasa Pacar
2
Bab dua : Sesuatu di pesta
3
Bab tiga : Nyenggol lagi
4
Bab empat : Dia, dia dan dia lagi
5
Bab lima : Ditolong orang itu
6
Bab enam : Semenarik itu
7
Bab tujuh : Bertemu Vio
8
Bab delapan : Gentleman
9
Bab sembilan : Mungkin ini yang terbaik
10
Bab sepuluh : Perasaan Dante
11
Bab sebelas : Dinner tak biasa
12
Bab dua belas : Makan malam yang menegangkan
13
Bab Tiga Belas : Andai bisa memutar waktu
14
Bab Empat Belas : Lebih baik selesai sekarang
15
Bab Lima Belas : Konfrontasi
16
Bab Enam Belas : Makna Dari Kesetiaan
17
Bab Tujuh Belas : Meleleh
18
Bab Delapan Belas : Kamu Cantik.
19
Bab Sembilan Belas : Menyeriusi Kamu
20
Bab Dua Puluh : Tugas yang mendebarkan
21
Bab Dua puluh satu : Persaingan
22
Bab Dua puluh dua : Oh ya udah kalo gitu, bye sayang.
23
Bab Dua puluh tiga : Nasi padang dan tentang Safira
24
Bab 24 : Adu ketegangan
25
Bab 25 : Membuat nyaman dan mengerti
26
Bab 26 : Mobil misterius
27
Bab 27 : Cerita tentang masa itu.
28
Bab 28 : Kita tak bisa memilih lahir darimana
29
Bab 29 : Berartinya Dirimu
30
Bab 30 : She's mine!
31
Bab 31 : Harus A
32
Bab 32 : Dicintai dengan ugal-ugalan
33
Bab 33 : Pertemuan tak terduga
34
Bab 34 : Belum seserius itu kok
35
Bab 35 : Ada apa dengan keluarga Mahendra
36
Bab 36 : Wisuda dan kejutan manis
37
Bab 37 : Curahan hati Amar
38
Bab 38 : Jangan berfikir aneh-aneh
39
Bab 39 : Kudu kuat-kuat mental
40
Bab 40 : Tidak bisa mundur lagi
41
Bab 41 : Terungkap
42
Bab 42 : Nggak sengajain buat pamer!
43
Bab 43 : Ancaman Asa
44
Bab 44 : Bibit pengkhianat
45
Bab 45 : Diperjuangkan
46
Bab 46 : Lamaran
47
Bab 47 : Bertemu Mama
48
Bab 48 : Menikah denganmu
49
Bab 49 : Landasan pacu
50
Bab 50 : Perjalanan menuju ke Eropa
51
Bab 51 : London dan pesonanya
52
Bab 52 : Masih tentang bulan madu
53
Bab 53 : Kehidupan baru dimulai
54
Bab 54 : Drama oleh-oleh
55
Bab 55 : Pasti kangen banget
56
Bab 56 : Penisirin!
57
Bab 57 : Kehabisan kata-kata
58
Bab 58 : Rumah baru kita
59
Bab 59 : Pindah ke rumah baru
60
Bab 60 : Bulan madu di rumah saja
61
Bab 61 : Klien Ter-rese
62
Bab 62 : Cemburu itu berat
63
Bab 63 : Diperkarakan
64
Bab 64 : Lawan tangguh
65
Bab 65 : Susahnya bilang maaf
66
Bab 66 : Aku nggak mandul!
67
Bab 67 : Menenangkan diri
68
Bab 68 : Jangan dengarkan omongan orang
69
Bab 69 : Nasi goreng termahal
70
Bab 70 : Permintaannya semakin aneh!
71
Bab 71 : Korban selanjutnya
72
Bab 72 : Ngidam jadi alasan
73
Bab 73 : Hello... Sydney!
74
Bab 74 : Bukan cinta terlarang
75
Bab 75 : Keluarga bahagia versi kami
76
Bab 76 : Let's Go!
77
Bab 71 Jalan-jalan sekaligus bulan madu
78
Bab 78 : Jalan-jalan sekaligus bulan madu part dua
79
Bab 79 : Candu Banget
80
Bab 80 : Ada apa ini?
81
Bab 81 : Bad Mood
82
Bab 82 : Masa lalu yang menyapa
83
Bab 83 : Semua jadi sasaran
84
Bab 84 : Alasan di balik Vio badmood
85
Bab 85 : Menularkan kebahagiaan
86
Bab 86 : Jadi masalah lagi
87
Bab 87 : Para shareholders
88
Bab 88 : Membumi
89
Bab 89 : Lega
90
Bab 90 : Mumet
91
Bab 91 : Bahagia itu diusahakan bukan dapat gratis
92
Bab 92 : Bukan ajang pamer diri
93
Bab 93 (Ending) : Bahagia selamanya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!