"Beneran mau nyusul Celine ke Bali?" Rama masuk ke kamar anak sulungnya yang pintunya terbuka lebar itu.
"Iya Yah, lumayan bisa refresing sekalian cari ide buat konsep EO aku." Vio melanjutkan menata baju-bajunya ke dalam dua koper kecil. Rencananya dia akan stay di Bali lumayan lama, meskipun di Bali bertebaran store yang menjual baju, tapi Vio memilih membawa baju yang ada di lemarinya.
Rama mengusap kepala Vio dengan sayang, tak perlu meminta penjelasan ke Vio langsung, karena Rissa sudah bercerita apa yang terjadi. Vio dan Rissa hubungannya sedekat itu, hampir tak ada rahasia di antara dua perempuan cantik itu.
"Kak.... " Giliran Rissa yang masuk ke dalam kamar Vio.
"Udah selesai packingnya?" tanya Rissa kemudian.
"Udah Bun."
"Jaga diri baik-baik ya Kak, Ayah sama Bunda percaya sama kamu, jangan salah gunakan kepercayaan itu ya." Rissa mengelus pundak Vio dengan sayang.
"Iya Bun. Lagian kan disana ada om sama tantenya Celine Bun, nggak mungkin kami bisa macem-macem juga."
Setelah menghabiskan waktu berbincang agak lama dengan kedua orang tuanya, Vio diantar kedua orang tuanya berangkat ke bandara.
Kuliah empat sks kembali Vio terima selama perjalanan ke bandara, dan Vio senang-senang saja mendengar petuah bijak itu, tak ada rasa jengkel apalagi sampai membalikkan kata-kata ke mereka.
Setelah mereka berpelukan, kini waktunya Vio untuk masuk ke dalam. bandara.
Mungkin karena melamun atau apa, Vio tanpa sadar menyenggol seseorang yang berjalan di depannya.
"Ma maaf Mas, saya nggak sengaja," ucap Vio sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
"It's oke Mbak," sahut pria itu.
Vio mengangguk sekali lagi lalu pergi meninggalkan orang itu.
"Dua kali dia nabrak gue, sayang cakep-cakep tapi beg*!" ucap pria itu kepada punggung Vio yang menjauh.
Vio menunggu beberapa saat lamanya untuk masuk ke dalam pesawat, sebuah panggilan telepon kembali ia terima, dengan malas Vio memasukkan ponselnya ke dalam tas.
Mungkin lebih dari dua belas kali panggilan telepon dan puluhan chat yang dikirim oleh Dante ke nomornya, satupun tak ada yang Vio balas.
Vio cukup tahu diri untuk tidak semakin menjerumuskan dirinya kedalam ketidakpastian hubungan yang mungkin akan membuatnya akan terluka nantinya.
Vio duduk dekat jendela di pesawat ini, sengaja memilih tempat itu agar tidak terganggu oleh penumpang lain yang duduk di sampingnya yang kemungkinan akan keluar masuk untuk pergi ke toilet.
Vio memasang seat belt lalu mulai memejamkan mata, seorang pria yang tanpa sengaja disenggol Vio sebanyak dua kali itu duduk di sampingnya.
Pria yang tak lain Amarta itu melirik Vio yang terlihat sudah memejamkan mata dan memasang bantal di lehernya.
Seorang pramugari berjalan hilir mudik untuk membantu penumpang yang memerlukan bantuannya, lalu sesaat kemudian pesawat itu pun mengangkasa di udara.
Sebentar-sebentar Amar melirik Vio yang terlelap di sampingnya itu dengan pandangan penuh ketertarikan.
Cantik dan menarik, meski di mata Amar perempuan yang duduk di sebelahnya itu seperti orang tulalit karena banyak melamun.
Tiba-tiba saja kepala Vio terkulai di pundak Amar, wangi parfum maskulin tercium di hidung Amar.
"Buset baru ngeh kalo badannya wangi banget deh, maskulin yang feminim gitu, hmm enak banget."
"Hai Capt," sapa seorang pramugari yang mengenal Amarta itu menyapa ramah.
"Hai Del," balas Amar sopan dan pelan, Amar hanya tak ingin menganggu Vio yang tampak begitu terlelap itu.
"Pacar?" goda Della menyerahkan kopi kepada Amar.
"Calon pacar," jawab Amar sambil terkekeh pelan.
"Oh... good luck Capt." Dan Della pun berlalu untuk menawarkan minuman dan makanan ke penumpang yang lain.
Sebuah guncangan kecil terasa, dengan reflek Vio menegakkan tubuhnya dan menyadari dia tadi bersandar di bahu Amar.
"Eh Mas... maaf saya tidur di pundak Mas ya." Dengan wajah bersemburat merah Vio menyembunyikan rasa malunya.
"It's oke Mbak," sahut Amar sopan.
Vio mengeryit kemudian mengingat sosok Amar yang ia tabrak tadi pagi saat ia memasuki bandara.
"Mas yang tadi saya tabrak kan?" tanya Vio.
"Iya... tadi pagi dan beberapa hari yang lalu saat menghadiri pesta pernikahan teman sekolah saya," jawab Amar santai.
Pernikahan... beberapa hari yang lalu.
Ingatan tentang malam itu kembali ke terlintas di benak Vio, rasa yang ingin ia buang saat ia meninggalkan Jakarta tadi siang membuat Vio kembali tertunduk.
Rasanya tuh... capek dan sakit hati banget, dua tahun waktunya terbuang percuma hanya untuk menunggu seorang pria selesai dengan masa lalunya.
Vio menghela nafas panjang lalu melemparkan pandangannya ke luar jendela, hanya ada awan putih dan sesekali awan mendung melintas di dekatnya.
Amar melirik Vio yang kembali terlihat sendu dan melamun lagi.
Oh melarikan diri ke Bali karena patah hati tho.
Begitu kira-kira yang Amar pikirkan tentang Vio, dan tak ingin mengganggu perempuan cantik yang sedang patah hati itu, Amar memutuskan untuk tidur mumpung perjalanannya bersisa setengah jalan.
Vio melirik pria di sebelah yang sedang memejamkan mata itu, rahang tegas dan wajahnya pun cukup ganteng, membuat pria yang duduk di sampingnya itu terlihat gentleman.
"Wajahku nggak ada yang salah btw," ucap Amar tiba-tiba.
Vio melengos, malu karena kepergok sedang memperhatikan Amarta.
"Kalo memang nggak pantas untuk dipertahankan lebih baik dilepaskan, memang menyakitkan tapi lebih baik daripada makan ati," ucap Amar pelan sambil kembali memejamkan matanya.
"Siapa yang patah hati sih?!" ketus Vio senewen.
"Aku nggak nuduh kamu patah hati btw," balas Amar kini membuka matanya dan menatap Vio.
Vio kembali melengos karena tahu apa yang diucapkan Amar benar adanya.
"Amarta." Amar mengulurkan tangannya mengajak Vio berkenalan.
Vio menatap tangan yang menggantung di depannya tanpa minat. Pantang baginya berkenalan dengan seorang pria di sebuah transportasi umum, pasti pria iseng yang memanfaatkan situasi dan kondisi.
Melihat Vio tak merespon tangannya, Amar kembali menarik tangannya dan kembali memejamkan matanya dengan perasaan dongkol tapi sekaligus kagum.
Tak banyak perempuan yang menolak diajak berkenalan oleh pria seganteng dirinya.
Dua puluh menit kemudian pesawat akhirnya mendarat, tanpa menoleh ke Vio, Amar langsung berdiri dan mengantri bersama penumpang lain yang juga hendak turun juga.
"See you next time Capt." sapa seorang pramugari menyapa Amar yang berjalan melewatinya.
Vio membelalakan matanya tak percaya. "Nggak mungkin kan dia pilot?" gumam Vio kepada dirinya sendiri.
Bahkan Vio benar-benar sadar siapa pria tadi saat seorang pramugari menggodanya dengan ramah.
"Take care ya Mbak, dapet salam dari Captain Amarta Yasa Mahendra."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Nabila
semoga ini jodohnya vio biar dante nyesel
2025-01-08
0
kalea rizuky
calon jodoh vi
2024-12-29
0
Rien
/Drool//Drool//Drool//Drool/
2024-07-19
0