Bella merasa tubuhnya sangat lemah mendengar ucapan pria itu. Dia hampir saja terjatuh jika tidak berpegang ke dinding.
"Apa ibuku sangat kritis?" Bella bertanya untuk meyakinkan pendengarannya.
"Apa kau tadi tak mendengar ucapanku!?"
Bella menarik napas dalam. Dia mencoba menguatkan hatinya. Berjalan menuju pintu keluar. Tanpa kata dia meninggalkan Steven seorang diri.
Sampai di halaman parkir apartemen, Han telah menunggu di dekat mobil. Dia langsung masuk dan meminta asisten pribadinya Steven itu untuk segera menjalankan mobilnya menuju rumah sakit.
Sepanjang perjalanan pikiran Bella selalu tertuju pada ibunya, dan tak berhenti berdoa untuk kesembuhannya.
"Ibu, jangan pergi. Aku tak punya siapa-siapa lagi. Bertahanlah, aku akan usahakan apa pun untuk pengobatan mu sekalipun aku harus bersujud dan menjadi budak seseorang," ucap Bella.
Setengah jam perjalanan sampailah mereka di rumah sakit. Bella langsung keluar dari mobil dan berlari menuju ruang ICU tempat di mana sang ibu berada.
Saat sampai di depan ruangan dia melihat ada tiga dokter sedang menangani sang ibu. Bella ingin masuk tapi tak diizinkan karena sedang dalam penanganan dokter.
Lima belas berlalu. Dokter masih di dalam ruangan ibunya. Hingga pintu itu terbuka. Seorang dokter keluar dari ruang ICU. Bella langsung berdiri dan menghampirinya.
"Bagaimana keadaan ibu saya, Dok?" tanya Bella.
"Apakah Anda keluarga pasien?" Dokter itu balik bertanya.
"Saya anaknya, Dok. Bagaimana keadaan ibu saya?" Kembali Bella bertanya.
Dokter tampak menarik napas. Dia memandangi Bella dengan tatapan sendu. Wanita itu merasa makin gugup. Dia takut mendengar sesuatu hal yang buruk mengenai ibunya.
"Maafkan kami, Mbak. Kami telah berusaha maksimal, tapi semua ketetapan ada ditangan Tuhan. Ibu Anda tidak dapat kami selamatkan," ucap Dokter dengan suara pelan.
"Maksud Dokter?" tanya Bella.
"Ibu Anda telah tiada. Sekali lagi maafkan kami," jawab Dokter itu lagi.
Dunia rasanya hancur mendengar penuturan dokter itu. Tubuh Bella terasa lemah, hampir saja dia jatuh jika tidak di sambut asistennya Steven yang bernama Han.
"Sekali lagi maaf. Jika kami harus mengabarkan berita duka ini. Anda bisa melihatnya sekarang. Jangan lupa pergi ke kasir untuk mengurus administrasi agar jenazah bisa di bawa pulang secepatnya," ucap Dokter itu lagi.
"Baik, Dok," jawab Bella dengan suara pelan.
"Kalau begitu saya pamit. Masih ada pasien yang harus saya tangani. Semoga tabah menghadapi cobaan ini," ucap Dokter sebelum meninggalkan Bella.
Dokter itu lalu meninggalkan Bella yang masih terlihat syok. Dia masih terdiam terpaku. Tak tahu harus melakukan apa. Tubuhnya terasa melayang tanpa ada pijakan.
Terbayang bagaimana hari-harinya nanti tanpa seorang ibu. Selama ini mereka hanya hidup berdua tanpa ada sanak saudara.
"Mbak masuklah, biar aku yang mengurus administrasinya!" seru Han.
Pria itu lalu pergi meninggalkan Bella yang masih terdiam. Dadanya terasa sangat sesak. Tenggorokan ada yang mengganjal sehingga dia hanya bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Setelah bisa menguasai hatinya, Bella lalu masuk ke ruang ICU tempat tubuh ibunya yang telah terbaring kaku.
Tubuh ibunya telah ditutupi selimut hingga seluruh tubuhnya. Dia lalu membukanya. Melihat wajah yang dulu selalu tersenyum menyambut setiap dia pulang kerja.
"Bu, ini mimpikan? Ibu tidak mungkin meninggalkan aku. Aku tak punya siapa-siapa lagi. Bangunlah, Bu. Aku akan lakukan apa saja yang Ibu inginkan, tapi Ibu harus bangun," ucap Bella dengan derai air mata.
Bella mengguncang pelan tubuh ibunya. Dia berpikir dengan begitu sang ibu akan segera sadar. Melihat ibunya tidak bereaksi apa-apa, tubuh Bella luruh ke lantai.
Dia tak percaya jika sang ibu akhirnya meninggalkan dirinya. Bella telah berusaha agar sang ibu bisa di operasi.
Han masuk ke ruangan dan mengatakan pada Bella jika jenasah ibunya sudah bisa di bawa pulang. Dia lalu meminta pihak rumah sakit untuk melakukan pemulangan jenazah ibunya segera.
***
Sore harinya, pemakaman ibunya langsung dilaksanakan. Bella duduk sendirian di sisi kuburan ibunya yang baru saja dimakamkan. Wajahnya dipenuhi oleh ekspresi kesedihan dan tangisnya tak henti-hentinya mengalir. Bella melihat sekitarnya, dan hanya bisa melihat beberapa tetangga yang hadir karena mereka adalah satu-satunya yang mau datang menyaksikan pemakaman ibunya.
Bella mengingat kata-kata ibunya, "Nak, di dunia ini semua di ukur dengan uang. Walau orang mengatakan jika uang bukanlah jaminan kebahagiaan, tapi tanpa uang sudah pasti orang jarang bahagia. Tapi kamu jangan sedih, walau pun kita miskin, tapi kamu jangan pernah mau diinjak harga dirimu. Teruslah berjuang, sampai orang yang dulu meremehkan kamu, akhirnya berubah menghargai!"
Bella akan ingat terus kata ibunya, dia janji akan terus berjuang. Tak akan membiarkan orang menghinanya.
Dia tidak bisa membayangkan hidup tanpa kehangatan ibunya, terutama karena mereka hanya berdua selama hidup mereka yang penuh kesulitan. Bella mengusap air matanya, lalu berbicara pelan ke kuburan ibunya.
"Ibu, maafkan aku karena hanya bisa memberimu pemakaman sederhana. Aku berharap ini cukup untukmu meski tak banyak yang datang. Aku tahu, kamu menemukan kesulitan dan kegembiraan saat kamu hidup. Aku ingin menjadi kuat seperti yang kamu selalu ajarkan padaku."
Tiba-tiba, Bella mendengar suara langkah kaki mendekat di belakangnya. Dia menoleh dan melihat Teti, tetangga sebelahnya, yang membawakan buket bunga putih. Satu-satunya orang yang mau berteman dengannya. "Ini untukmu dan untuk ibumu, Bella," kata Teti dengan penuh simpati.
Bella tersenyum menghampiri Teti dan menerima buket bunga itu. "Terima kasih, Teti. Kamu selalu sangat baik padaku dan ibuku," ucap Bella.
Teti mengangguk dan duduk di sebelah Bella. "Bella, kamu tahu, hidup ini memang keras dan kita tak bisa mengendalikannya. Tapi, kamu harus kuat. Aku tahu, ibumu adalah wanita yang tangguh dan peduli pada kamu. Jangan sedih jika hanya beberapa tetangga yang datang. Kamu harus tetap kuat, seperti Bella yang aku kenal."
Bella mendengarkan kata-kata Teti dengan perhatian. Dia menyadari bahwa meskipun hanya beberapa tetangga yang hadir, mereka adalah orang-orang yang benar-benar peduli dalam hidupnya. Bella merasa lebih lega karena mendapat dukungan dan belasungkawa dari mereka.
"Sekali lagi, terima kasih, Teti," ucap Bella.
Satu persatu para pelayat mulai meninggalkan pemakaman, termasuk Teti. Tapi, Bella masih saja betah duduk di samping kuburan ibunya. Saat magrib dan malam mulai menjelang, barulah Bella beranjak pergi. Dia mencium nisan sang ibunda.
"Ibu, aku melepasmu dengan ribuan tetesan air mataku. Aku merelakan mu dengan hati yang ikhlas. Tidak ada rasa yang lebih sakit yang aku rasakan dari kehilangan seorang ibu. Pada bunga yang ku tabur, ada rindu yang terkubur. Pada air yang ku siram, ada memori usang yang terekam. Pada ibu yang telah tiada terlebih dahulu, bisakah kau hadir menenangkan riuh rindu pada buih masa lalu? Datanglah nanti se kejab dalam tidur di mimpiku. Tiada cinta setulus cintamu, Ibu. Tiada pelukan sehangat pelukanmu, Ibu. Aku titipkan doa pada Allah, bahwa aku merindukanmu. Sekarang hanya sepucuk doa yang aku punya. Semoga kau tenang di alam sana. Sampai jumpa di surga, Ibu."
Tanpa Bella sadar dari tadi seorang pria memperhatikan dirinya. Walau dia tak mendekati pemakaman karena tak mau menjadi pusat perhatian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
sherly
hancur sudah semuanya... dah jual diri si ibu tak bisa selamat walaupun dah dioperasi... malang betul nasibmu bell
2024-09-03
0
Lusiana_Oct13
Hayooo bell km harus semangat jalanin hidup wlpn tampa seorang ibu disisi km lg 💪🏼💪🏼💪🏼
2024-08-19
0
☠ᵏᵋᶜᶟ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳ɳҽˢ⍣⃟ₛ♋
semoga kmu kuat bela
2024-07-09
0