Difitnah

Semalaman Billa tidak dapat terlelap dengan tenang, entah berapa kali dia terbangun dan mencoba untuk kembali memejamkan mata dengan susahnya.

Pagi ini ia  tengah duduk di depan TV dengan muka berantakan dan pandangan kosongnya. Seharusnya ia pergi ke kampus untuk mendaftarkan sidang skripsinya, namun kondisi hatinya yang sedang kacau membuatnya malas untuk meninggalkan kostnya ini.

“Mending lo mandi Cha, terus ke kampus buat daftar sidang, jangan ditunda lagi, kan urusan dengan paman lo udah selesai, jadi kenapa lagi sih muka lo kek jeruk purut gini?”

“Cha, kalo seandainya gue masuk penjara karena bunuh orang, lo masih mau gak temenan sama gue? pertanyaan Billa membuat Ocha bergidik.

“Ngeri banget Bil, lo mau bunuh siapa?”

“Paman gue Cha, pengen banget gue patahin lehernya, bisa-bisanya semalam dia bilang ke Bunda gue, kalo gue udah bayar uang 45 juta ke dia dari hasil jual diri, apa gak nangis Bunda gue Cha.”

“Astaghfirullah, itu paman lo beneran manusia gak sih, setan aja minder liat kelakuan dia yang lebih setan dari setan asli, gue bantuin lo Bil buat matahin leher dia, bodo amat dah mau masuk penjara juga.”  emosi Ocha benar-benar sudah di level tertingginya.

“Bunda gue sedih banget Cha, pas denger gimana jahatnya paman sampe tega memfitnah gue Cha, dan gue juga gak berani jujur ke Bunda kalo duit itu dari Pak Aiman, gue bilang lo yang bantuin gue Cha, gapapa kan gue jual nama lo, gue lagi nyari waktu yang pas buat cerita jujur ke Bunda.”

“Iya gapapa, tapi sekarang mending lo mandi deh, terus ke kampus.” 

Billa hanya menuruti apa yang diperintahkan oleh Ocha. Ia berharap saat di kampus nanti ia bisa bertemu dengan Aiman, dan akan mengembalikan sisa uang yang  Aiman kirimkan untuknya.

***

Billa sudah menyelesaikan semua proses pendaftaran sidang skripsinya, kini ia sedang berada di masjid kampusnya, dan baru saja menyelesaikan shalat Ashar. Ia memeriksa ponsel untuk melihat apakah Aiman sudah membalas pesannya yang bertanya dimana Aiman saat ini, karena ia ingin menemui Dosennya itu. Jangankan balasan, bahkan Aiman pun belum membaca pesan yang dikirimkannya.

“Kemana sih ni orang, pesan gue kirim jam 12 sekarang udah jam 4 belum juga dibaca.” Rutuknya pelan.

“Apa gue chat lagi aja ya?” 

“Udah lah chat lagi aja, kali aja chat gue yang tadi tenggelam.”

Dengan lincah jarinya menari di atas keyboard, untuk menanyakan dimana posisi Aiman saat ini. Tak berselang lama, tanda di pesan itu langsung berubah menjadi biru, dan pesan dari Aiman pun masuk ke ponselnya.

Pak Aiman Dosbing😈 

Saya di Auditorium kampus, baru selesai seminar, ada apa?

“Apa bisa saya jumpa bapak hari ini, sebentar saja boleh.”

Pak Aiman Dosbing😈

Nanti saya hubungi, saya mau shalat Ashar dulu.

“Terima kasih pak.” 

“Tumben bener ini balasannya adem gini, jadi ga tega narok emot setan di nama kontaknya, apa gue tarok emot love aja kali ya.” Ucap Billa terkekeh.

Billa memutuskan untuk tetap berada di masjid kampus sembari menunggu kembali kabar dari Aiman. Mata Billa membelalak ketika salah satu teman SMAnya Tari mengirim pesan padanya dengan mengatakan jika istri dari pamannya bercerita ke beberapa orang tentang Billa yang jual diri untuk bisa membayar hutang kepada pamannya.  Tari tidak mempercayai hal itu, dan meminta Billa untuk menegur paman dan istrinya yang terus-terusan menyebarkan berita fitnah itu.

Kepala Billa kembali berdenyut membaca pesan dari Tari. Ia berdecak mengingat bagaimana gilanya adik ayahnya dan istrinya itu. Apa tujuan mereka menghancurkan kehidupan Billa seperti ini, jika itu masalah uang, Billa sudah membayar semuanya, lantas kenapa mereka masih tetap mengusik Billa tanpa henti seperti ini.

Billa berniat menelpon Bundanya, ia tahu jika wanita itu pasti sedang berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.

“Assalamualaikum Bunda.”

“Waalaikumsalam yuk.” Suara Bundanya terdengar berbeda, pasti karena terlalu banyak menangis pikir Billa.

“Bunda jangan nangis terus-terusan ya, nanti Bunda sakit, Bunda percayakan kalo ayuk gak seperti yang mereka fitnah?”

“Bunda percaya sama ayuk nak, Bunda cuma sedih mengingat nasib kamu yang di fitnah sampe segitunya sama paman kamu sendiri, tapi Bunda gak bisa bantu apa-apa, mulut mereka terlalu kejam yuk.” Bundanya kembali terisak.

“Biar Allah aja yang balas Bunda, kita cuma perlu berdoa untuk dilapangkan lagi sabar kita untuk menghadapi mereka.” Sebenarnya Billa sedang berada dalam kondisi suasana hati yang begitu hancur mendengar kenyataan jika pamannya sudah menyebarkan fitnah itu, namun ia harus terlihat kuat di depan Bundanya.

“Kamu baik-baik aja kan yuk?” Bundanya bertanya dengan khawatir.

“Insya Allah ayuk baik-baik aja Bunda, ada berita bagus Bunda yang belum sempat ayuk ceritakan ke Bunda, kalau ayuk hari ini udah daftar sidang, mungkin gak sampai 2 minggu lagi ayuk udah dipanggil sidang Bunda.” Ia berharap berita ini bisa mengobati sedikit kesedihan di hati Bundanya.

“Alhamdulillah yuk, semoga semuanya berjalan lancar ya yuk, jangan lupa ibadah nak ya.” Pesan Bundanya.

Panggilan telepon itu sudah berakhir, Billa melihat layar ponselnya dan ternyata sudah ada pesan dari Aiman yang menanyakan posisinya dimana. Dengan cepat Billa membalas jika dia sedang berada di masjid kampus, dan dimana kira-kira dia bisa menemui Aiman. 

Billa melipat mukenanya, dan memasukkan benda itu ke dalam tas. Lalu keluar dari masjid sambil menunggu balasan dari Aiman. Kini ia tengah terduduk di tangga masjid, namun belum ada tanda-tanda Aiman membalas pesan tersebut, hingga tidak berselang lama sebuah mobil Pajero Sport berwarna hitam berhenti di depannya, dan ia yakin itu adalah Aiman. Dan benar saja begitu kaca mobil diturunkan ia langsung melihat sosok Aiman dengan kemeja berwarna navy, dan rambut bagian depannya yang sedikit basah, wajahnya terlihat sangat tampan dengan rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung, alis tebal dan pupil mata berwarna coklat itu, begitu menyenangkan memandangi wajahnya, namun semua kekaguman Billa akan wajah Aiman itu tidak akan berlaku lagi ketika laki-laki itu sudah bertingkah menyebalkan.

“Jangan kelamaan melamun disitu, ayo buruan masuk ke mobil.”

Hilang sudah semua pujian Billa tentang betapa tampannya Aiman, kini yang ada adalah sosok dingin, datar dan menyebalkan. Tidak ingin membuat Aiman lebih menyebalkan lagi, dengan cepat Billa melangkah ke arah pintu mobil di di sebelah Aiman.

“Kenapa muka kamu itu cemberut, mau cosplay jadi jeruk purut?” 

Billa mendecak pelan, dalam hatinya ia merutuki mulut tajam Aiman.

“Memang sudah setingan pabrik nya gini pak, dulu Bunda saya waktu hamil saya doyan makan jeruk purut, makanya pas saya lahir muka saya begini.” 

Aiman hanya mendelik sekilas mendengar jawaban Billa, sebelum menjalankan mobilnya.

“Pak.”

“Hm.”

“Kalo saya suka cosplay jadi jeruk purut, nah bapak sukanya cosplay jadi Limbad.” Billa meledek dalam hati.

“Tujuan saya mau jumpa bapak itu untuk ngembaliin sisa duit yang bapak kirim ke saya pak.”

“Kenapa ya kepala kamu keras sekali?”

“Karena kalo lembek namanya bukan kepala tapi kelapa muda  pak.”

Geram sekali Aiman mendengar jawaban Billa. Ia melampiaskan kekesalannya dengan memukul pelan kepala Billa dengan tangan kirinya.

“Ya Allah, salah sekali kalau menggunakan bahasa kiasan sama kamu.”

Billa meringis dan mengusap pelan kepalanya yang sedikit sakit akibat perlakuan Aiman.

“Jangan di pukul pak, nanti otak saya geser.”

“Justru saya pukul kepala kamu itu untuk mengembalikan posisi otak kamu yang memang sudah bergeser itu."

“Malas saya ngomong sama bapak, sekarang bapak tinggal kasih aja nomor rekening biar saya kembalikan uangnya, saya sebenarnya mau cek rekening bapak lewat M- Banking, tapi M-banking saya lagi bermasalah mulai semalam, mau ke Bank belum sempat, jadi bapak tolong bilang berapa nomor rekening bapak ke saya.”Ucapnya memelas

“Kalau saya tidak mau kasih?”

“Saya lompat ni dari mobil bapak.” Ancam Billa, yang sedikitpun tidak berpengaruh buat Aiman, laki-laki itu malah membuka lebar kaca jendela di samping Billa.

“Itu saya bantu buka kaca jendelanya, silahkan lompat.”

“Bapak tega ngeliat saya mati? Nanti kalau bapak rindu sama saya gimana, masa iya bapak ngajak jumpa saya dalam bentuk saya udah jadi kuntilanak.”

Aiman menghela nafas kasar mendengar ucapan Billa, membuat ia mengalah dan menutup kembali jendela mobilnya. 

“Billa.” panggilnya datar.

“Iya pak.”

“Kamu tidak keberatan kan kalau saya bawa kamu ke ruqyah?” 

Pandangan Billa kini beralih ke arah Aiman yang masih dengan santainya menyetir.

“Jangan melotot ke arah saya, itu bola mata kamu hampir jatuh.” Ucap Aiman santai.

“Enak aja mau di ruqyah, bapak pikir saya kesurupan.” Billa benar-benar tidak terima dengan omongan Aiman.

“Gimana saya gak anggap kamu kesurupan coba, omongan kamu ngelantur terus.”

“Ya gak dianggap kesurupan juga kali pak.”

“Siapa tahu kan?”

“Malas saya ngomong sama bapak, bikin emosi saya naik aja.”

“Heh itu kata-kata saya seharusnya, saya yang selalu naik darah sama kamu. Lagi pula sekarang kamu sudah berani ya bicara tidak sopan sama saya, mentang-mentang sudah di Acc sidang.” Protes Aiman.

“ Jadi gimana masalah uangnya pak, atau saya kembalikan dalam bentuk tunai aja ke bapak, lutut saya gemetaran pak ngeliat uang sebanyak itu di rekening saya, biasanya yang sisa itu cuma saldo minimal aja pak, kalo bisa di tarik pun udah saya tarik juga itu saldonya.” Billa berbicara tanpa menatap ke arah Aiman, ia lebih memilih melihat ke arah jendela di sampingnya, dan mengetuk-ngetuk jendela kaca itu dengan jari telunjuknya.

Aiman hanya menggeleng melihat tingkah Billa yang sangat aneh di matanya, semua yang Billa lakukan itu terlalu menggemaskan di mata Aiman, namun sebisa mungkin ia menahan untuk tidak memeluk Billa. Bisa di cap Dosen mesum dia jika melakukan hal itu.

“ PAK AIMANNN.” Billa sedikit mengeraskan suaranya, karena sejak tadi Aiman tidak menyahuti panggilan nya.

“ Tidak perlu teriak, telinga saya masih berfungsi dengan baik.”

“ Heleh berfungsi dengan baik apaan, dari tadi saya manggil bapak diam aja, makanya saya teriak.”

“Uang itu kamu simpan saja, kalau ada perlu silahkan pakai, jadi tidak perlu kamu tanya-tanya lagi ke saya.”

“ Uang bapak banyak banget ya, sampai di sedekahin ke saya.”

“ Hitung-hitung kasih modal ke calon istri apa salahnya.” 

“ Emangnya bapak mau punya istri yang bikin bapak naik darah tiap hari, nanti bapak cepat stroke loh, trus harta bapak saya ambil.”

“ Ini beneran ya saya bawa kamu tempat ruqyah sekarang.” Billa tertawa lepas melihat ekspresi wajah Aiman yang berubah menjadi sangat kesal.

“ Saya gak mau nikah sama bapak.” 

Degh

Jantung Aiman seolah berhenti sejenak, ia menatap serius ke arah Billa yang kini tengah melihat  ke arah depan.

“Kenapa?” intonasi suara Aiman berubah drastis.

“ Saya takut di ruqyah tiap hari.” 

Billa kembali tertawa di tengah kekesalan Aiman. 

“ Tadi rencananya saya mau ajak kamu makan, tapi saya urungkan saja niat saya, lebih baik saya antar kamu pulang daripada makin sakit kepala saya dengar omongan kamu.”

Tawa Billa semakin hebat mendengar perkataan Aiman. Sungguh ia begitu puas menertawai Dosen gantengnya itu.

***

Terpopuler

Comments

Fani Indriyani

Fani Indriyani

ya ampun ngakak aku bacanya...bila emang somplak saking banyaknya beban pikiran ya bil 🤣🤣🤣

2024-12-19

0

Bang Ipul

Bang Ipul

hahhh pasangan somplak emang

2024-11-04

0

Neli Susanti

Neli Susanti

maksudnya yg nyuruh mandi itu Ocha k Billa yaa

2024-10-08

0

lihat semua
Episodes
1 November dan Dosen Baru
2 Harapan
3 Hujan dan Rapuh
4 Konsultasi Pertama
5 Jangan panggil saya bapak
6 Tangisan
7 Panggilan telepon tidak jelas
8 Cafe
9 Limbad lu?
10 Janji untuk kesuksesan
11 Linglung, Budek dan Suka Suudzon
12 Nasi Padang
13 Ciyee, lagi jatuh cinta ya?
14 Dijodohkan
15 Aruna
16 Ayo Menikah
17 Paman Gila
18 Difitnah
19 Akhirnya Sidang Juga
20 Dewa dan Aiman
21 Bertemu Aruna
22 Siapa perempuan itu?
23 Rapat Keluarga Aiman
24 Billa mulai gila
25 Bertemu Keluarga Aiman
26 Keluarga Aruna
27 Curhatan Aruna
28 Hari Yudisium
29 Bingung
30 Monyet Ragunan
31 Cerita ke Bunda
32 Pak, ayo nikah!
33 Juragan sawit buat cemburu
34 Bertemu keluarga Billa
35 Emosi
36 Akankah Bahagia itu datang?
37 Ancaman Bunda
38 Gelisah dan Khawatir
39 Pertemuan Keluarga
40 Pepet terus sampai KUA
41 Tanggal pernikahan
42 Tema pernikahan impian
43 Manis dan Iblis
44 Nikah secepatnya!
45 Seserahan
46 Akhirnya...
47 Setelah Akad
48 Tahan...
49 Hasrat
50 Penyatuan Cinta
51 Cobaan Awal
52 Bandung dan Impian
53 Galau Pekerjaan
54 Amukan
55 Bercanda berujung serius
56 Masalah belum terselesaikan
57 Keputusan Billa
58 Kedatangan Aruna dan Nayla
59 S3 ilmu gombal
60 Ocha Kecelakaan
61 Melaporkan tante Latifa
62 Ke Bandung lagi
63 Tengah malam di kota Bandung
64 Obrolan malam
65 Makan siang
66 Supermarket
67 Mantan
68 Merajuk
69 Ke Kawah putih
70 Rancabali
71 Nothing's gonna change my love for you
72 Bertemu Sheza
73 Over thinking bikin pusing
74 Testpack
75 Rezeki titipan Tuhan
76 Kembali ke Jakarta
77 Penderitaan Aiman
78 Kekesalan terhadap Sheza
79 Emosi ibu hamil
80 Kondangan
81 Saling menerima
82 Pertengkaran pertama
83 Penyesalan Billa
84 Meminta maaf dan Memaafkan
85 Mengingat pesan bunda
86 Bertemu Aruna dan Liam
87 Obrolan dengan Rania
88 Toko Roti
89 Suami aneh
90 Kekhawatiran calon ibu
91 LDR
92 Perempuan tidak tahu diri
93 Kemarahan terhadap Sheza
94 Curhat menantu dan mertua
95 Jangan sok ganteng
96 Mencari solusi
97 Bayi Gorila
98 Si anak Rektor
99 Bertemu Rektor
100 Keputusan Sang Rektor
101 Tamu mengejutkan
102 Semua panik
103 Selamat datang ke dunia
104 Gemas
105 Cupu
106 Cemburu
107 Terima Kasih
Episodes

Updated 107 Episodes

1
November dan Dosen Baru
2
Harapan
3
Hujan dan Rapuh
4
Konsultasi Pertama
5
Jangan panggil saya bapak
6
Tangisan
7
Panggilan telepon tidak jelas
8
Cafe
9
Limbad lu?
10
Janji untuk kesuksesan
11
Linglung, Budek dan Suka Suudzon
12
Nasi Padang
13
Ciyee, lagi jatuh cinta ya?
14
Dijodohkan
15
Aruna
16
Ayo Menikah
17
Paman Gila
18
Difitnah
19
Akhirnya Sidang Juga
20
Dewa dan Aiman
21
Bertemu Aruna
22
Siapa perempuan itu?
23
Rapat Keluarga Aiman
24
Billa mulai gila
25
Bertemu Keluarga Aiman
26
Keluarga Aruna
27
Curhatan Aruna
28
Hari Yudisium
29
Bingung
30
Monyet Ragunan
31
Cerita ke Bunda
32
Pak, ayo nikah!
33
Juragan sawit buat cemburu
34
Bertemu keluarga Billa
35
Emosi
36
Akankah Bahagia itu datang?
37
Ancaman Bunda
38
Gelisah dan Khawatir
39
Pertemuan Keluarga
40
Pepet terus sampai KUA
41
Tanggal pernikahan
42
Tema pernikahan impian
43
Manis dan Iblis
44
Nikah secepatnya!
45
Seserahan
46
Akhirnya...
47
Setelah Akad
48
Tahan...
49
Hasrat
50
Penyatuan Cinta
51
Cobaan Awal
52
Bandung dan Impian
53
Galau Pekerjaan
54
Amukan
55
Bercanda berujung serius
56
Masalah belum terselesaikan
57
Keputusan Billa
58
Kedatangan Aruna dan Nayla
59
S3 ilmu gombal
60
Ocha Kecelakaan
61
Melaporkan tante Latifa
62
Ke Bandung lagi
63
Tengah malam di kota Bandung
64
Obrolan malam
65
Makan siang
66
Supermarket
67
Mantan
68
Merajuk
69
Ke Kawah putih
70
Rancabali
71
Nothing's gonna change my love for you
72
Bertemu Sheza
73
Over thinking bikin pusing
74
Testpack
75
Rezeki titipan Tuhan
76
Kembali ke Jakarta
77
Penderitaan Aiman
78
Kekesalan terhadap Sheza
79
Emosi ibu hamil
80
Kondangan
81
Saling menerima
82
Pertengkaran pertama
83
Penyesalan Billa
84
Meminta maaf dan Memaafkan
85
Mengingat pesan bunda
86
Bertemu Aruna dan Liam
87
Obrolan dengan Rania
88
Toko Roti
89
Suami aneh
90
Kekhawatiran calon ibu
91
LDR
92
Perempuan tidak tahu diri
93
Kemarahan terhadap Sheza
94
Curhat menantu dan mertua
95
Jangan sok ganteng
96
Mencari solusi
97
Bayi Gorila
98
Si anak Rektor
99
Bertemu Rektor
100
Keputusan Sang Rektor
101
Tamu mengejutkan
102
Semua panik
103
Selamat datang ke dunia
104
Gemas
105
Cupu
106
Cemburu
107
Terima Kasih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!