Ayo Menikah

Setelah Aruna meninggalkan Cafe dengan pikiran yang kacau, Aiman masih terduduk di kursinya menatap punggung Billa dengan ekspresi wajah yang tidak dapat diartikan. Lama Aiman terdiam, hingga akhirnya kakinya melangkah ke arah Billa dan memilih duduk di kursi yang berada di depan Billa. 

Billa terkejut melihat Aiman yang sudah duduk di depannya, dengan refleks melihat ke arah belakang tepatnya ke arah meja yang tadinya ditempati oleh Aiman bersama seorang gadis cantik yang tidak dikenalnya itu, Billa hanya beranggapan jika gadis cantik dengan rambut long wavy itu adalah salah satu mahasiswi Aiman, tapi Billa belum pernah melihat wanita cantik itu di area kampusnya.

“Kamu mencari siapa?” Tanya Aiman yang menatap ke arah Billa.

“Perempuan yang duduk sama bapak tadi kemana?” 

“Sudah pergi, untuk apa menanyakan dia?” Ucap Aiman masih dengan aura datar seperti aspal.

“Mahasiswi bimbingan bapak juga ya?” Entah mengapa Billa begitu penasaran dengan sosok gadis cantik itu.

“Bukan, dia sepupu saya.” Aiman menjawab dengan sorot mata yang masih tertuju ke arah Billa.

“Oh pantes, saya pikir mahasiswi bapak juga tapi saya gak pernah liat dia di kampus, cantik pak, sepupu bapak cantik banget.” Senyuman Billa terlihat tulus ketika mengatakan itu.

“Masih ada yang lebih cantik dari dia.” Mata Aiman belum beralih dari menatap Billa.

“Masa sih pak, tapi sepupu bapak tadi itu cantik, anggun, manis dan elegan jadi satu pak, mana badannya bagus, tingginya juga cocok kayak perempuan-perempuan yang ikut kontes ajang kecantikan.”  Billa begitu menggebu-gebu mendeskripsikan sosok sepupu Aiman itu.

“Billa.” Panggil Aiman begitu celotehan Billa selesai.

“Iya pak.” Jawab Billa cepat.

“Ayo menikah dengan saya.” Aiman mengatakan itu tetap dengan ekspresi datar tanpa ekspresinya.

“Gila Dosen satu ini, ngajak nikah kok kayak ngajak nongkrong di perempatan, lempeng amat mukanya kek ayam sakit.”  Batin Billa berbicara.

“Bapak kenapa, lagi banyak masalah ya?” Entah kenapa Billa mengeluarkan pertanyaan itu. Yang jelas Billa tidak menanggapi sedikitpun ajakan menikah dari Aiman, karena dipikirnya Dosennya itu sedang tidak enak badan atau memang sedang banyak pikiran.

“Yang seharusnya bertanya seperti itu saya, sebanyak apa masalah yang kamu punya sampai-sampai kamu menangis tidak tahu tempat seperti tadi.” Aiman kembali dibuat kesal oleh tingkah Billa yang aneh.

“ Loh kok malah bapak yang sewot, tadi ngajak nikah sekarang malah ketus begini.” Protes Billa.

“Lupakan saja yang saya ucapkan tadi, susah bicara sama kamu.” 

“Ya udah kalo gitu, lagian bapak juga yang ngajakin saya kemari, sekarang malah sewot begini, gak jelas.” Ucap Billa seraya membuang pandangannya ke samping. 

“Kamu ngatain saya gak jelas?” Tanya Aiman tidak percaya.

“Bukan pak, saya ngatain diri saya sendiri.” Billa menjawab asal untuk membuat Aiman tidak marah berkelanjutan.

Suasana kembali hening, baik Aiman maupun Billa tengah sibuk dengan pikirannya masing-masing. Aiman masih tidak menyangka dengan respon Billa yang seperti tidak terjadi apa-apa ketika ajakan menikah itu keluar dari mulutnya. Sedangkan Billa saat ini masih memikirkan omongan pamannya yang ingin menjodohkannya.

“Pak.” Panggilnya pelan.

“Kenapa.” Sahut Aiman. 

“Kirain bakalan di jawab Hm lagi.” 

“Saya boleh cerita gak pak, kepala saya penuh banget rasanya, otak saya mumet pak.”

Aiman menatap ke arah Billa begitu mendengar omongan Billa, tatapannya bukanlah tatapan dingin atau datar seperti biasanya, melainkan tatapan penasaran bercampur iba didalamnya.

“Silahkan.”

“Tapi bapak mau dengar kan, saya gak butuh di respon pak, saya cuma mau didengar aja, biar hati saya lega.” Ucap Billa.

“Iya silahkan cerita, saya akan dengar.” Ucap Aiman dengan intonasi suara yang belum pernah Billa dengar sebelumnya.

“ lHari ini saya sebenarnya lagi senang banget pak,  karena dapat Acc Sidang dari Bu Dian, tapi senang saya gak bertahan lama. Paman saya ngehancurin kebahagiaan saya pak,” Billa menjeda sebentar kata-katanya, sedangkan kening Aiman terlihat berkerut heran mendengar kata-kata Billa.

“Semenjak ayah saya meninggal, keluarga saya sering mendapat bantuan finansial dari paman saya, adik kandung ayah saya pak, termasuk untuk saya, paman saya juga sering membantu saya jika saya kekurangan uang. Dan yang membuat saya tidak habis pikir itu, paman saya menganggap semua pemberiannya kepada kami itu sebagai hutang, dan mengharuskan saya untuk membayarnya,” Billa menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya untuk mengurangi sesak di dadanya, Aiman menyembunyikan rasa terkejutnya mengetahui kondisi kehidupan gadis yang membuatnya sudah jatuh cinta ini.

“Saya tidak mempermasalahkan itu pak, saya berjanji akan membayar semuanya suatu hari nanti, tapi yang membuat saya sedih itu karena paman saya berniat menjodohkan saya dengan salah satu anak temannya, yang katanya ekonomi bagus, dan bisa membantu saya untuk membayar hutang kepada paman saya. Hati saya sakit pak, karena hidup saya seolah dipermainkan oleh paman saya.” Air mata yang sudah di tahannya kini jatuh juga.

“ Kenapa kamu tidak menolak? Aiman yang awalnya hanya ingin mendengar, akhirnya tidak tahan untuk bertanya.

“Nah itu dia pak yang jadi permasalahannya, saya boleh saja menolak, tapi dengan syarat semua uang yang pernah diberikan paman harus saya kembalikan sekarang juga. Paman saya gila kan pak? ucap Billa yang memaksakan tersenyum ke arah Aiman. Namun itu adalah senyuman yang begitu menyakitkan dimata Aiman.

“Berapa banyak uang yang harus kamu bayar ke paman kamu?” Aiman bertanya dengan emosi tertahan, emosi yang ditujukan untuk sosok paman dari gadis di depannya ini.

“Paman saya mengungkit semuanya pak, termasuk uang yang dikeluarkan untuk pengobatan almarhum ayah saya dulu, sekitar 45 juta gitu pak, kalau seandainya paman saya ada di depan saya sekarang, saya gak janji gak bakalan ngejambak rambutnya pak, sekalian mau saya patahkan lehernya.” Ekspresi kesal Billa benar-benar tidak bisa di sembunyikannya.

“Pakai uang saya saja dulu untuk membayar ke paman kamu.” Aiman terlihat serius dengan kata-katanya.

“Aduh nyesel saya cerita, saya kan udah bilang, bapak cukup dengar saja dan  jangan merespon apapun, kalo gini ceritanya kan saya seolah-olah memang sengaja mau ngemis sama bapak.” 

“Saya tidak pernah berpikir seperti itu ke kamu.” Aiman meluruskan.

“ Lagian bapak memangnya kaya banget ya, seenaknya nawarin uang sebanyak itu ke saya.” Billa sebenarnya sangat penasaran dengan sosok Aiman ini.

“Setidaknya saya bisa membantu kamu dengan jumlah uang segitu.” 

“Bapak gak takut?” Pertanyaan Billa membuat Aiman menatapnya bingung.

“ Takut kenapa?” 

“ Kalau saya ga bisa bayar uang bapak?” 

“ Kenapa harus takut, kalau kamu tidak sanggup bayar, saya tinggal culik kamu, terus saya jual organ tubuh kamu, untung banyak saya, ginjal kamu sehat kan?.”

“Astaghfirullah pak, saya takut beneran ini, ternyata bapak psikopat.” Ucap Billa yang spontan berdiri dari kursinya dan mundur beberapa langkah. Senyuman tipis terukir di bibir Aiman melihat tingkah polos Billa yang sedang ketakutan.

“Kamu percaya kalau saya akan lakukan itu?” Tanya Aiman dan Billa mengangguk.

“Percaya pak, soalnya kebanyakan psikopat itu sikapnya dingin kayak bapak.” Ucap Billa yang masih berdiri beberapa langkah dari Aiman.

“Pantas kuliah kamu lama selesainya, ternyata memang otak kamu kapasitasnya kecil.” Pedas sekali omongan Dosen satu ini, membuat mata Billa membelalak, tak terima atas kata-kata Aiman.

“Minta maaf gak pak, hati mungil saya sakit dan berdarah dengar ucapan bapak.” Ekspresi Billa terlihat seperti orang yang ingin menangis, membuat Aiman semakin gemas dengan gadis ini.

“Spesies langka satu ini bikin saya pengen cepat-cepat ngehalalinnya.” Kali ini suara hati Aiman yang menjerit.

“Ya sudah saya minta maaf, mau sampai kapan kamu berdiri disitu?” Tanya Aiman geram.

“Saya jadi takut sama bapak.” Ucap Billa.

“Ya Allah Billa, saya gak segila itu ya, untuk apa saya culik kamu terus jual ginjal kamu, seperti laku saja ginjal kamu itu, sekarang cepat duduk atau beneran saya ambil ginjal kamu.” 

“Bapak jangan ngomong gitu pak, saya beneran takut loh pak, saya sering nonton film psikopat sama Ocha pak.” Ucap Billa dengan perlahan mulai duduk kembali.

“Siapa Ocha?”

“Sahabat saya pak, satu kost sama saya.” Aiman hanya mengangguk.

Billa tersentak melihat panggilan telepon dari pamannya, membuat nafasnya memburu dan matanya memanas. Ia seperti sudah menebak apa yang akan disampaikan oleh pamannya itu, pasti mengenai perjodohan itu.

“Kenapa tidak dijawab?” 

“Dari paman saya pak.” Ucap Billa menatap ke arah Aiman dengan mata berkaca-kaca. Dengan cepat tangan Aiman meraih ponsel milik Billa tanpa sempat Billa menahannya, dengan santai Aiman menggeser ikon berwarna merah di layar, menandakan dia mematikan panggilan telepon tersebut. 

“Pak,,, nanti paman saya marah loh.”

“ Kamu kenapa terlalu memikirkan hal itu, kenapa kamu takut kalau dia marah?” tanya Aiman tidak mengerti dengan pemikiran Billa.

“ Kalau dia marah ke saya aja ya gak apa-apa pak, tapi nanti takutnya dia malah nelpon Bunda saya, dia akan maki-maki Bunda saya pak, itu yang saya pikirkan.”

“ Sekarang cepat berikan nomor rekening kamu, bayar sekarang uang ke paman kamu supaya dia diam.” Aiman sudah berada di puncak kekesalannya mengingat tingkah paman Billa.

Billa masih terdiam dan menatap ke arah Aiman dengan tatapan ragu, haruskah ia menerima bantuan dari Dosennya ini.

“ Kenapa bapak lakuin ini ke saya, kenapa bapak mau bantuin saya?” tanya Billa tanpa memalingkan pandangannya dari wajah Aiman.

“ Terserah kamu mau percaya atau tidak dengan apa yang akan saya ucapkan nanti, yang pasti satu hal yang harus kamu tahu kalau saya suka sama kamu. Hari ini adalah kedua kalinya saya melihat kamu menangis di halte, sebelumnya saya sudah pernah melihat kamu yang juga menangis di halte, seminggu setelah itu saya terkejut melihat kamu datang ke ruangan saya dengan membawa skripsi kamu kepada saya.” Ini adalah kalimat terpanjang Aiman kepada Billa.

Sorot wajah Billa tidak dapat menyembunyikan rasa terkejut dan bingung sekaligus. Benarkah apa yang Aiman katakan. Namun ia tidak menemukan sorot kebohongan di wajah tampan Aiman.

“Dan ajakan menikah dari saya itu bukan sebuah candaan, saya serius ingin mengajak kamu menikah.”  Tidak henti-hentinya Billa dibuat terkejut oleh Aiman.

“Tapi bapak baru mengenal saya pak, dan saya yakin perempuan seperti saya bukanlah perempuan yang layak dan pantas untuk mendampingi bapak.” 

“Hanya saya yang tahu siapa yang pantas mendampingi saya, dan saya tidak akan main-main dengan sebuah pernikahan, itu adalah komitmen seumur hidup yang tidak mungkin dijadikan sebuah candaan.”

“Kenapa bapak seyakin itu dengan saya?”

Aiman terdiam mendengar pertanyaan Billa, ia bingung harus memberi jawaban apa atas pertanyaan itu. Wajahnya menatap serius ke arah Billa namun semua kosa kata di otaknya seolah menghilang begitu saja.

“Bapak aja ga yakin gitu dengan rasa bapak, masa iya mau ajak saya nikah cuma karena kasian ngeliat hidup saya.”

“Saya memang tidak bisa menjawab pertanyaan kamu itu sekarang, tapi saya tidak pernah main-main dengan ajakan saya, saya serius dengan kata-kata saya.”

“Jangan terlalu memaksakan diri bapak untuk kasihan terhadap saya pak.” 

Aiman hanya bisa terdiam mendengar kata-kata Billa.

“Kepala saya pusing pak, saya izin pulang dulu.” ucap Billa yang memang benar-benar merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya hari ini, iya harus menerima beberapa masalah yang diluar kendalinya.

“Ayo saya antar.” Dengan cepat Aiman bangkit dari kursinya.

Tidak ada satupun di antara mereka yang bersuara ketika dalam perjalanan pulang menuju kost Billa. Hanya getaran dari ponsel Billa yang sejak tadi tidak berhenti menampilkan nama pamannya yang menelpon. 

Billa mengucapkan terima kasih begitu Aiman sudah mengantarnya dengan selamat sampai kedepan kostnya, namun Billa sedikit bingung ketika pintu mobil masih terkunci, membuatnya tidak dapat keluar dari mobil milik Aiman.

“Pak, kenapa pintunya masih terkunci?” Tanya Billa heran.

“Berikan dulu nomor rekening kamu, baru saya bukakan pintunya.” Ucapnya dingin membuat nyali Billa menciut.

“Tapi pak,” 

“Tapi apalagi Billa, kamu sanggup menerima teror seperti itu terus-terusan, sekarang cepat berikan nomor rekening kamu, saya memaksa.” Billa benar-benar takut melihat sosok Aiman yang seperti ini, dan dengan terpaksa ia memberikan apa yang Aiman minta.

“Sudah saya transfer, cepat selesaikan masalah kamu dengan paman kamu, setelah itu pikirkan tentang tawaran saya.” 

Billa turun dari mobil Aiman dengan pikiran kacau, ia benar-benar bingung dengan alur hidupnya yang tidak tertebak ini.

***

Terpopuler

Comments

faraakila

faraakila

jan lupa pargoy di lampu merah😏

2024-11-06

0

Bang Ipul

Bang Ipul

paman laknat itu

2024-11-04

0

Sri Astuti

Sri Astuti

kok ada ya orang spt pamannya Billa.. dia sukses krn dibekali ilmu disekolahkan ayahnya Billa, tp kok sgt nya menekan Bila.. maksa utk dijodohkan.. jgn" si paman punya hutang ke orang itu dan Billa buat bayar utangnya.. kasarnya Billa dijual

2024-09-08

1

lihat semua
Episodes
1 November dan Dosen Baru
2 Harapan
3 Hujan dan Rapuh
4 Konsultasi Pertama
5 Jangan panggil saya bapak
6 Tangisan
7 Panggilan telepon tidak jelas
8 Cafe
9 Limbad lu?
10 Janji untuk kesuksesan
11 Linglung, Budek dan Suka Suudzon
12 Nasi Padang
13 Ciyee, lagi jatuh cinta ya?
14 Dijodohkan
15 Aruna
16 Ayo Menikah
17 Paman Gila
18 Difitnah
19 Akhirnya Sidang Juga
20 Dewa dan Aiman
21 Bertemu Aruna
22 Siapa perempuan itu?
23 Rapat Keluarga Aiman
24 Billa mulai gila
25 Bertemu Keluarga Aiman
26 Keluarga Aruna
27 Curhatan Aruna
28 Hari Yudisium
29 Bingung
30 Monyet Ragunan
31 Cerita ke Bunda
32 Pak, ayo nikah!
33 Juragan sawit buat cemburu
34 Bertemu keluarga Billa
35 Emosi
36 Akankah Bahagia itu datang?
37 Ancaman Bunda
38 Gelisah dan Khawatir
39 Pertemuan Keluarga
40 Pepet terus sampai KUA
41 Tanggal pernikahan
42 Tema pernikahan impian
43 Manis dan Iblis
44 Nikah secepatnya!
45 Seserahan
46 Akhirnya...
47 Setelah Akad
48 Tahan...
49 Hasrat
50 Penyatuan Cinta
51 Cobaan Awal
52 Bandung dan Impian
53 Galau Pekerjaan
54 Amukan
55 Bercanda berujung serius
56 Masalah belum terselesaikan
57 Keputusan Billa
58 Kedatangan Aruna dan Nayla
59 S3 ilmu gombal
60 Ocha Kecelakaan
61 Melaporkan tante Latifa
62 Ke Bandung lagi
63 Tengah malam di kota Bandung
64 Obrolan malam
65 Makan siang
66 Supermarket
67 Mantan
68 Merajuk
69 Ke Kawah putih
70 Rancabali
71 Nothing's gonna change my love for you
72 Bertemu Sheza
73 Over thinking bikin pusing
74 Testpack
75 Rezeki titipan Tuhan
76 Kembali ke Jakarta
77 Penderitaan Aiman
78 Kekesalan terhadap Sheza
79 Emosi ibu hamil
80 Kondangan
81 Saling menerima
82 Pertengkaran pertama
83 Penyesalan Billa
84 Meminta maaf dan Memaafkan
85 Mengingat pesan bunda
86 Bertemu Aruna dan Liam
87 Obrolan dengan Rania
88 Toko Roti
89 Suami aneh
90 Kekhawatiran calon ibu
91 LDR
92 Perempuan tidak tahu diri
93 Kemarahan terhadap Sheza
94 Curhat menantu dan mertua
95 Jangan sok ganteng
96 Mencari solusi
97 Bayi Gorila
98 Si anak Rektor
99 Bertemu Rektor
100 Keputusan Sang Rektor
101 Tamu mengejutkan
102 Semua panik
103 Selamat datang ke dunia
104 Gemas
105 Cupu
106 Cemburu
107 Terima Kasih
Episodes

Updated 107 Episodes

1
November dan Dosen Baru
2
Harapan
3
Hujan dan Rapuh
4
Konsultasi Pertama
5
Jangan panggil saya bapak
6
Tangisan
7
Panggilan telepon tidak jelas
8
Cafe
9
Limbad lu?
10
Janji untuk kesuksesan
11
Linglung, Budek dan Suka Suudzon
12
Nasi Padang
13
Ciyee, lagi jatuh cinta ya?
14
Dijodohkan
15
Aruna
16
Ayo Menikah
17
Paman Gila
18
Difitnah
19
Akhirnya Sidang Juga
20
Dewa dan Aiman
21
Bertemu Aruna
22
Siapa perempuan itu?
23
Rapat Keluarga Aiman
24
Billa mulai gila
25
Bertemu Keluarga Aiman
26
Keluarga Aruna
27
Curhatan Aruna
28
Hari Yudisium
29
Bingung
30
Monyet Ragunan
31
Cerita ke Bunda
32
Pak, ayo nikah!
33
Juragan sawit buat cemburu
34
Bertemu keluarga Billa
35
Emosi
36
Akankah Bahagia itu datang?
37
Ancaman Bunda
38
Gelisah dan Khawatir
39
Pertemuan Keluarga
40
Pepet terus sampai KUA
41
Tanggal pernikahan
42
Tema pernikahan impian
43
Manis dan Iblis
44
Nikah secepatnya!
45
Seserahan
46
Akhirnya...
47
Setelah Akad
48
Tahan...
49
Hasrat
50
Penyatuan Cinta
51
Cobaan Awal
52
Bandung dan Impian
53
Galau Pekerjaan
54
Amukan
55
Bercanda berujung serius
56
Masalah belum terselesaikan
57
Keputusan Billa
58
Kedatangan Aruna dan Nayla
59
S3 ilmu gombal
60
Ocha Kecelakaan
61
Melaporkan tante Latifa
62
Ke Bandung lagi
63
Tengah malam di kota Bandung
64
Obrolan malam
65
Makan siang
66
Supermarket
67
Mantan
68
Merajuk
69
Ke Kawah putih
70
Rancabali
71
Nothing's gonna change my love for you
72
Bertemu Sheza
73
Over thinking bikin pusing
74
Testpack
75
Rezeki titipan Tuhan
76
Kembali ke Jakarta
77
Penderitaan Aiman
78
Kekesalan terhadap Sheza
79
Emosi ibu hamil
80
Kondangan
81
Saling menerima
82
Pertengkaran pertama
83
Penyesalan Billa
84
Meminta maaf dan Memaafkan
85
Mengingat pesan bunda
86
Bertemu Aruna dan Liam
87
Obrolan dengan Rania
88
Toko Roti
89
Suami aneh
90
Kekhawatiran calon ibu
91
LDR
92
Perempuan tidak tahu diri
93
Kemarahan terhadap Sheza
94
Curhat menantu dan mertua
95
Jangan sok ganteng
96
Mencari solusi
97
Bayi Gorila
98
Si anak Rektor
99
Bertemu Rektor
100
Keputusan Sang Rektor
101
Tamu mengejutkan
102
Semua panik
103
Selamat datang ke dunia
104
Gemas
105
Cupu
106
Cemburu
107
Terima Kasih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!