"Ayo kita pergi!"
Suara Dean yang tiba-tiba datang mengagetkan Kirana dan Ayumi yang masih duduk di taman.
"Kalian mau pergi Ran?" tanya Ayumi yang mendengar ajakan Dean.
"Iya Yu, ada yang ingin dibicarakan pak Dean, Lo enggak apa-apa kan?" tanya Kirana.
"Enggak, gue enggak apa-apa."
"Ya udah Lo pergi sana, hati-hati ya!" ucap Ayumi melepas kepergian sahabatnya.
Memang menurut Ayumi Dean adalah lelaki yang mapan, akan tetapi dia juga tidak tega melihat sahabatnya dijodohkan begitu cepat.
Setelah kepergian Kirana, Ayumi juga pergi dari kampus untuk pulang kerumahnya..
Kirana yang sudah sampai diparkiran hanya berdiri saja.
"Ayo masuk, kenapa masih berdiri disitu?" tanya Dean.
Kirana pun membuka pintu belakang mobil dan ingin masuk disana.
"Masuk di depan!" pinta Dean.
Kiran menutup kembali pintu belakang mobil, dengan kesal dia pindah dan duduk disamping Dean saat itu.
"Kita mau kemana?' tanya Kirana yang penasaran kemana Dean akan mengajaknya.
"Saya akan antar kamu sampai kerumah nanti."
"Enggak nyambung banget!" ucap Kirana ngasal.
"Kamu bilang apa?" tanya Dean yang tidak terlalu dengar dengan perkataan Kirana yang setengah berbisik.
"Enggak ada."
Dean terlihat menggelengkan kepalanya. Dari situ dia bisa lihat kalau Kirana itu sebenarnya enggan untuk menikah.
Dean terus melajukan mobilnya, sampai akhirnya berhenti disebuah restoran yang terletak ditepian Danau.
"Kita ngapain kesini?" tanya Kirana begitu mobil berhenti.
"Makan." Jawab Dean sambil keluar dari mobil.
Kirana pun ikut turun dan menyusul Dean kedalam restoran tersebut.
"Bagus banget!" Ucapan Kirana dengan ekspresi bahagia. Karena memang suasana disana sangat nyaman. Tanpa basa-basi dia langsung duduk dihadapan Dean dengan senyuman.
"Kamu suka tempatnya?" tanya Dean.
"Iya Bagus, ternyata Dosen dingin seperti bapak ini tau juga tempat yang bagus.
Dean menatap ke arah Kiran yang baru saja selesai bicara.
"Kenapa menatap saya begitu, kan benar adanya." tambah Kirana tanpa rasa bersalah.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Dean tak lagi menanggapi perkataan Kirana.
"Terserah bapak saja." jawab Kirana.
"Bisa enggak kamu tidak memanggil saya bapak, ini bukan kampus."
"Enggak," jawab Kiran sambil tersenyum.
"Kiran!"
"iya Pak."
"Berhenti memanggil saya bapak, atau...!" Dean menggantung perkataannya.
"Atau bapak akan membatalkan pernikahan kita?" tanya Kirana tak perduli dengan permintaan Dean.
"Tentu saja tidak, kalau kamu tidak merubah panggilan kamu ke saya, maka saya akan menelpon Papa kamu dan meminta kita untuk dinikahkan Minggu depan."
"Minggu depan? Enggak-enggak saya tidak mau."
"Kalau begitu rubah panggilan kamu."
"Oke saya panggil Om saja."
"Enggak, saya bukan suami Tante kamu."
Kirana terlihat kesal mendengar perkataan Dean.
"Panggil saya Mas!" pinta Dean.
"Tapi...!"
"Panggil saya Mas, atau kita menikah Minggu depan?" ancam Dean saat itu.
Belum juga sempat Kirana menyelesaikan perkataannya, Dean langsung memberikan ancaman.
"Iya Mas Dean." ucap Kirana dengan ekspresi terpaksa.
Dean memanggil seorang pelayan restoran dan memberikan pesanannya saat itu, sedangkan Kirana sibuk dengan handphonenya saja. Dia sengaja agar tidak terlalu canggung dihadapan Dean.
"Letakkan dulu handphone kamu!" pinta Dean.
Kali ini tidak membantah, Kirana tidak mau diancam lagi oleh Dean, bagaimana jika ancamannya benar, dan dia harus menikah Minggu depan. Tiba-tiba Kirana bergidik ngeri sendiri saat memikirkan hal itu.
"Kamu kenapa?" tanya Dean yang melihat ekspresi Kirana.
"Tidak ada pak, eh Mas." Dia langsung merubah panggilannya.
"Apa yang sebenarnya ingin Mas Dean bicarakan?"
"Ini menyangkut rencana perjodohan kita."
"Lalu?"
"Saya bisa lihat kalau kamu sebenarnya keberatan dengan semua ini."
"Kenapa kamu tidak menolak rencana Papa kamu?"
Kirana terdiam, pertanyaan ini adalah hal yang sulit untuknya. Karena apa yang dikatakan Dean benar adanya.
"Kenapa kamu diam?"
"Saya tau Papa sangat berharap saya setuju menikah dengan Mas Dean, Lalu apa saya tega menghancurkan seluruh harapan Papa?"
"Kenapa tidak Mas Dean yang menolak pernikahan ini?"
"Mama itu terlihat begitu suka dengan kamu."
"Apa itu artinya kita akan menikah demi kebahagiaan orang tua kita?"
"Mungkin saja."
"Kamu jangan khawatir, saya tidak akan menghancurkan masa depan kamu."
"Maksudnya?" Kirana tidak paham dengan pembicaraan Dean.
Dan belum sempat Dean menjawab, pesanan mereka pun datang, Dean dan Kirana melanjutkan makan siang. Karena Memang sudah waktunya makan siang.
Setelah selesai menghabiskan makanan masing-masing Dean dan Kirana pergi dari sana.
"Kita mau kemana lagi?" tanya Kirana yang melihat arah mobil Dean berbeda dengan jalan kerumahnya.
"Ke butik." jawab Dean singkat dan tetap fokus pada jalanan.
"Kenapa kita harus ke butik?"
"Kita harus fitting baju pengantin."
"Tapi kan masih sebulan lagi."
"Mama sudah menunggu kita disana."
Kirana tak lagi memberikan jawaban, bahkan tak lagi bicara sampai mobil milik Dean berhenti dengan sempurna disebuah butik ternama.
Dan benar saja Tante Sinta langsung menyongsong kedatangan mereka.
"Sayang, menantu Mama." Ucap Bu Sinta sambil memeluk Kirana.
"Tante apa kabar?" tanya Kirana.
"Kok Tante, Mama dong sayang." jawab wanita cantik dihadapannya dengan senyuman.
Kirana Hanya membalas dengan senyuman, hari ini Tante Sinta persis seperti Dean yang keberatan dengan panggilannya.
Namun Kirana hanya mengabaikannya saja, berjalan masuk berbarengan dengan Dean dan Tante Sinta untuk fitting baju pengantin.
"Selamat siang nyonya!" sapa seorang karyawati butik dengan sopan.
"Siang, saya sudah buat janji untuk fitting baju pengantin anak-anak saya."
"Iya nyonya, semua sudah kami siapkan. Mari ikut saya!"
Kirana berjalan dengan pikiran menerawang entah kemana. Dia benar-benar tidak menyangka kalau akan menikah secepat ini.
"Ini nyonya pilihan gaunnya, silahkan dilihat-lihat dulu." ucap karyawati tersebut.
"Ayo sayang!" wanita paruh baya itu menarik pelan lengan Kirana untuk melihat baju pengantin.
"Ayo Dean."
"Aku tunggu disini saja Ma," jawab Dean menolak.
Kirana hanya mengikuti saja, tidak ada rasa antusias dihatinya untuk memilih baju pengantin.
"Sayang, ayo lihat kamu suka yang mana?"
"Tante saja yang pilihkan!"
"Oke, tapi setelah ini panggil Tante dengan sebutan Mama." bicara sambil tersenyum.
"Iya Tante."
" Maksud Kiran Mama."
Kirana merasa canggung memanggil Tante Sinta dengan sebutan Mama. Sudah tiga tahun dia tak menyebut kata itu.
"Sayang, bagaimana kalau yang ini?" Menunjukkan sebuah gaun pengantin berwarna putih yang ditaburi dengan permata.
"Dicoba dulu Mbak, pasti cantik." ucap gadis yang mengenakan baju biru yang merupakan karyawati butik.
Kirana berjalan mengikuti gadis tersebut untuk mencoba baju pengantin yang sudah dipilihkan oleh calon ibu mertuanya.
Kirana sudah mencoba gaun pernikahan tersebut diruang ganti. Dia melihat bayangannya sendiri di cermin. Benar saja baju itu begitu pas dengan dirinya.
Kirana berjalan keluar untuk menunjukkan gaun yang dikenakan kepada mertuanya.
"MasyaAllah cantiknya." ucap Bu Sinta.
"Tunggu disini, Mama segera kembali."
Wanita paruh baya itu meninggalkan Kirana yang masih berdiri didepan ruang ganti. Dan benar saja tak berapa lama dia sudah kembali tapi kali ini bersama Dean.
Sesaat Dean terpaku ditempatnya, melihat Kirana dalam balutan baju pengantin.
"MasyaAllah cantik sekali gadis ini." ucap Dean didalam hati.
Bahkan dia sesaat hanyut dalam kecantikan Kirana. Padahal hanya bajunya saja yang berganti."
Bu Sinta yang melihat ekspresi putranya ikut tersenyum, dia tau betul kalau saat ini Dean sedang terpana.
"Cantik kan Dean?" tanya Bu Sinta.
"Iya Ma cantik," jawab Dean reflek yang disambut gelak tawa dari Mamanya.
Tentu saja hal itu membuat Dean salah tingkah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments