bhanu dan aderfia

Matahari hampir tenggelam saat Bhanu memarkir motornya di depan rumah besar keluarganya. Sebuah mansion megah dengan halaman luas dan taman yang selalu tertata rapi.

Bhanu melepaskan helmnya, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, dan berjalan masuk. Di dalam, suasana dingin dan formal terasa kaku. Orang tua Bhanu selalu sibuk dengan urusan masing-masing, meninggalkan Bhanu dengan kekosongan yang semakin hari semakin menghantuinya.

"Bhanu, Papa mau bicara sama kamu," suara berat ayahnya, Adi Yasha, terdengar dari ruang kerjanya.

Bhanu menghela napas, masuk ke ruang kerja yang dipenuhi buku-buku dan dokumen. Ayahnya, pria berwibawa dengan penampilan rapi, duduk di belakang meja kayu besar.

"Apa, Pa?" tanya Bhanu, berusaha terdengar tegar.

"Kamu udah tahu gimana pentingnya keluarga ini. Semua yang kita punya sekarang adalah hasil kerja keras Papa dan kakekmu. Kamu harus bisa jaga nama baik keluarga," ucap Yasha tanpa basa-basi.

"Iya, Pa. Bhanu ngerti," jawab Bhanu singkat, matanya menatap lurus ke arah ayahnya.

"Bagus. Jangan sampai kamu kecewakan Papa. Sekarang, kamu boleh pergi," kata Pak Yasha sebelum kembali fokus ke dokumen-dokumennya.

...Visual Adi Yasha...

Bhanu keluar dari ruang kerja ayahnya, merasa beban yang selalu ada di pundaknya semakin berat.

Niat Bhanu pulang ke rumah adalah untuk melepas penatnya, sanksi dari kampus yang telah diberikan membuat amarah dan dendam tak terbendung dalam hati dan pikirannya.

Ia meraih jaket kulit hitamnya dan kembali ke motornya. Suara mesin yang menggelegar menjadi pelarian sejenak dari segala tekanan yang ada di rumah.

Menyusuri jalanan ditemani dengan gelapnya malam sudah menjadi hal yang biasa Bhanu lakukan.

Bintang- bintang di atas langit bagaikan keluarga yang selalu ada menemani setiap malamnya, menerangi setiap deru langkah motornya, menciptakan keterangan yang lebih indah dari lampu-lampu jalanan, persis seperti nama yang melekat dalam sebuah nama. Birendra Bhanu Yasha.

...****************...

Di kampus, Bhanu dikenal sebagai pemimpin geng motor yang ditakuti. Aderfia. Bersama Raka dan Damar, Bhanu selalu memastikan bahwa geng mereka tetap berada di puncak.

Hari itu, Bhanu duduk di kantin kampus, matanya tertuju pada Kartala yang sedang duduk sendirian di pojokan dengan buku di tangannya.

"Eh, liat tuh, si Kartala lagi sendirian lagi," ujar Raka dengan senyum liciknya.

"Lo kenapa sih suka banget ngeganggu dia?" tanya Damar, sedikit penasaran.

"Dia itu simbol kelemahan, Dam. Gue gak suka sama orang yang keliatan lemah," jawab Bhanu sambil memandangi Kartala yang terlihat tenggelam dalam bukunya.

"Ya udah, gimana kalau kita ajak main?" saran Damar dengan nada usil.

Bhanu mengangguk pelan, "Caww"

Mereka bertiga berjalan mendekati meja Kartala. Kartala yang sedang fokus membaca, mendongak dan terlihat sedikit kaget saat melihat Bhanu dan gengnya berdiri di depannya.

"Eh, lagi baca apa, Tal?" tanya Bhanu dengan senyum sinis.

"Novel aja, Bhanu," jawab Kartala pelan, berusaha tidak terlihat takut.

"Novel mulu lo. Gak bosen apa?" Damar menambahkan dengan tawa mengejek.

Kartala hanya diam, matanya kembali tertuju pada bukunya, berusaha mengabaikan mereka.

Bhanu mengambil buku dari tangan Kartala, membolak-balik halamannya tanpa minat. "Kok lo gak pernah join kita main? Seru, loh," ujarnya.

"Karena aku gak suka hal-hal kayak gitu," jawab Kartala tegas, berusaha mengendalikan rasa takutnya.

Aneh sekali biasanya Bhanu akan balas dendam jika ada yang mengusik ketenangannya, tapi kali ini setelah Kartala benar-benar mengusiknya hingga membuatnya diskors, laki-laki itu tidak melakukan apa pun. Itu lah yang ada dalam pikiran Kartala akhir-akhir ini.

Bhanu mendekatkan wajahnya ke Kartala, menatapnya dengan tajam. "Lo tau gak, Tal, lo bisa jadi target yang enak buat diganggu. Jadi, mendingan lo pikir-pikir lagi deh."

Kartala menelan ludah, tapi berusaha tetap tenang. "Kalo kamu ganggu aku, gak bikin kamu jadi lebih kuat, Bhanu."

Mendengar itu, Bhanu terdiam. Kata-kata Kartala seperti menghantam dirinya. Dia tahu Kartala benar, tapi egonya menolak mengakui hal itu. Bhanu melemparkan buku itu kembali ke meja Kartala dan berjalan pergi dengan gengnya.

Di Markas Aderfia

Saat malam tiba, Bhanu berada di markas Aderfia, sebuah gudang tua yang sudah lama ditinggalkan. Di sana, dia bisa jadi dirinya sendiri tanpa ada yang menuntut atau menilai. Raka dan Damar sedang berbicara tentang rencana balapan berikutnya ketika Bhanu duduk di kursi favoritnya, merokok dengan tatapan kosong.

"Bhan, lo kenapa?" tanya Damar, duduk di sebelah Bhanu.

"Kadang gue benci sama diri gue sendiri, Dam" ujar Bhanu pelan.

"Kenapa? Lo kan selalu keliatan kuat dan berani," Raka mencoba menghibur.

"Itu cuma di luar, Dam. Dalam hati, gue ngerasa kosong. Semua yang gue lakuin cuma buat nutupin rasa takut gue," Bhanu menjelaskan dengan suara serak.

"Takut apa, Bhan?" tanya Damar, mencoba memahami sahabatnya.

"Takut gak pernah bisa jadi seperti yang diharapkan bokap gue. Takut terus-terusan ngerasa gak cukup," jawab Bhanu jujur.

Raka dan Damar terdiam, memahami rasa sakit yang selama ini disembunyikan oleh Bhanu. Mereka tahu bahwa di balik sikap keras dan tegas Bhanu, ada seorang pemuda yang terluka dan mencari jati dirinya.

Hari berikutnya, Bhanu kembali melihat Kartala di kampus. Namun kali ini, dia tidak mendekatinya dengan niat buruk.

Ia hanya memperhatikannya dari jauh, melihat betapa tegar Kartala meski selalu menjadi target bullying. Ada sesuatu dalam diri Kartala yang membuat Bhanu merasa terhubung, meski ia sendiri tidak mengerti kenapa.

"Eh, lo masih mikirin Kartala, ya?" tanya Damar tiba-tiba.

"Ya, gue mikir dia tuh kuat juga, ya. Padahal dia selalu keliatan rapuh," jawab Bhanu sambil terus memperhatikan Kartala.

"Mungkin lo bisa belajar sesuatu dari dia," Raka menyarankan.

Bhanu terdiam, merenungkan kata-kata Raka. Mungkin benar, ada sesuatu yang bisa ia pelajari dari Kartala. Keberanian untuk tetap teguh meski dalam kesulitan, sesuatu yang selama ini ia cari tapi belum pernah benar-benar ditemukan.

Dengan perasaan campur aduk, Bhanu memutuskan untuk tidak lagi menjadi monster bagi Kartala. Ia ingin mencari cara untuk mengatasi kekosongan dalam dirinya tanpa harus menyakiti orang lain.

Mungkin, suatu hari nanti, ia akan bisa berbicara dengan Kartala tanpa rasa permusuhan, mencari pemahaman dan kedamaian yang selama ini ia rindukan.

"Oh iya Bhan, gue cuma mau ngasih tau kalo tu cewek sebentar lagi bakal balik ke Indo" tepukan tangan Raka ke pundak Bhanu membuatnya tersadar dari lamunan nya.

"Gila sih, kaya jailangkung aja tu orang" timpal Damar membuat Raka sedikit tertawa mendengarnya.

Terpopuler

Comments

Hiatus

Hiatus

sampai sini dulu za...
5 iklan meluncur untukmu

2024-07-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!