terjebak dalam kegelapan

Hari itu di kampus seperti biasa. Kartala melangkah dengan langkah yang cepat dan gelisah. Matanya terus bergerak, mencoba menghindari tatapan tajam dan pandangan merendahkan dari mahasiswa lainnya.

Bhanu dan gengnya sudah menunggunya di koridor, tempat favorit mereka untuk menindas.

...Visual Birendra “Biru” Bhanu Yasha...

"Kartala! Sini lo!" seru Bhanu, memanggil dengan nada yang tidak bisa ditolak.

Kartala merasa tubuhnya gemetar, tapi dia tahu tidak ada gunanya melawan. Dia menghampiri mereka dengan kepala tertunduk, berharap hari ini mereka akan sedikit lebih lunak.

"Ada apa, Bhanu?" tanya Kartala pelan.

Bhanu tersenyum miring. "Gue denger lo ngaduin gue ke dosen. Lo pikir bisa lolos dari gue?"

Kartala terkejut. Dia tidak pernah mengadu pada siapa pun, apalagi dosen. Dia bahkan terlalu takut untuk berbicara tentang apa yang terjadi padanya.

"Bukan aku, Bhanu. Aku nggak pernah ngadu," jawab Kartala dengan suara bergetar.

"Yah, tapi tetep aja lo bikin gue kesel," Bhanu menatap Kartala dengan pandangan dingin. "Jadi, lo mesti bayar. Sekarang."

Kartala bingung, tapi dia tahu tidak ada gunanya berdebat. Bhanu dan gengnya selalu menemukan alasan untuk menyiksanya.

"Lo dengerin ya, mulai sekarang lo yang bersihin tempat nongkrong kita setiap hari. Kalau nggak, siap-siap aja," ancam Raka, salah satu anggota geng Bhanu yang terkenal paling kasar.

Kartala hanya bisa mengangguk, menerima nasibnya. Dia merasa terjebak dalam kegelapan, tidak ada jalan keluar.

Setiap hari di kampus adalah mimpi buruk yang tak pernah berakhir. Tapi dalam hatinya, mulai muncul tekad yang perlahan menguat. Dia harus keluar dari situasi ini. Harus ada jalan.

Setelah kelas selesai, Kartala langsung menuju tempat yang dimaksud Bhanu. Tempat itu adalah sebuah ruangan kosong di belakang kampus, yang biasanya digunakan Bhanu dan gengnya untuk nongkrong. Kartala mulai membersihkan dengan tangan gemetar.

Setiap sudut disapu dan dilap, meskipun air matanya hampir tumpah. Tapi dia menahan, bertekad tidak akan menunjukkan kelemahannya.

Ketika hari mulai gelap, Kartala selesai dengan tugasnya. Dia menghela napas panjang, merasa lelah secara fisik dan emosional. Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat. Bhanu dan beberapa anggota gengnya masuk ke ruangan.

"Gue cek kerjaan lo," kata Bhanu tanpa ekspresi. Dia memeriksa ruangan dengan cermat, dan kemudian menatap Kartala.

"Lumayan lah. Tapi jangan seneng dulu. Besok ada tugas lain buat lo."

Kartala hanya bisa mengangguk. Dia tahu tidak ada gunanya melawan. Tapi dalam hatinya, dia berjanji tidak akan menyerah. Dia akan menemukan cara untuk keluar dari kegelapan ini.

Malam itu, saat pulang ke rumah, Kartala mencoba menenangkan diri. Dia menulis di buku hariannya, mencurahkan segala kesedihan dan penderitaan yang dia rasakan.

Menulis adalah satu-satunya cara dia bisa melarikan diri dari kenyataan pahit yang dia hadapi setiap hari.

Dalam tulisannya, Kartala menemukan kekuatan. Dia menulis tentang harapan, tentang masa depan yang lebih baik, meskipun saat ini terasa mustahil. Dia percaya, suatu saat, dia akan keluar dari kegelapan yang menjeratnya.

Hari-hari berikutnya, Kartala terus menjalankan tugas-tugas yang diberikan Bhanu. Meskipun berat, dia menemukan kekuatan dalam dirinya yang tidak pernah dia sadari.

Dia mulai belajar untuk tidak takut, untuk melawan meskipun hanya dalam hatinya. Setiap malam, dia menulis dan menulis, menemukan kedamaian dalam kata-kata yang dia tulis.

Suatu hari, ketika Kartala sedang membersihkan ruangan, seorang mahasiswa baru masuk. Wajahnya terlihat penasaran dan sedikit bingung.

"Hai, lo yang namanya Kartala, kan?" tanyanya ramah.

Kartala terkejut. "Iya, gue Kartala. Lo siapa?"

"Nama gue Reza, Reza Karim. Gue baru di sini. Gue liat lo sering sendirian, jadi gue pikir kita bisa jadi teman".

...Visual Reza Karim...

Kartala tersenyum kecil. Ini pertama kalinya seseorang mendekatinya dengan niat baik. "Makasih, Reza. Gue seneng punya teman baru."

Reza tersenyum hangat. "Gue juga. Kalau lo butuh bantuan, jangan sungkan ngomong sama gue, ya."

Kartala merasa sedikit lega. Mungkin, dengan bantuan Reza, dia bisa menghadapi Bhanu dan gengnya. Dia mulai merasakan ada harapan, meskipun kecil, di ujung kegelapan yang dia alami.

Hari-hari berlalu, dan Kartala semakin dekat dengan Reza. Reza selalu ada untuk mendengarkan dan memberikan dukungan. Dia juga memperkenalkan Kartala kepada Sarah, teman sekampus yang baik dan selalu siap membantu.

...Visual Sarah Lubis...

Dengan dukungan dari Reza dan Sarah, Kartala mulai merasakan kekuatan baru dalam dirinya. Dia tidak lagi merasa sendirian. Dia tahu, dengan teman-teman yang peduli, dia bisa menghadapi apa pun yang datang.

Bhanu dan gengnya terus mengganggu, tapi Kartala sekarang lebih kuat. Dia tidak lagi takut, dan dia tahu bahwa dia akan menemukan jalan keluar dari kegelapan yang menjeratnya.

Kartala bertekad, suatu hari, dia akan bebas dari semua ini. Dan dengan teman-temannya di sisinya, dia percaya hari itu akan datang lebih cepat dari yang dia bayangkan.

Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka. Hanum, ibunya, masuk dengan wajah marah. "Kartala! Apa yang kamu lakukan? Kenapa nggak bantuin di dapur?" bentaknya.

Kartala terkejut dan segera bangkit. "Maaf, Ibu. Tala cuma—"

Hanum tidak memberinya kesempatan untuk menjelaskan. "Kamu selalu nyari alasan! Kenapa kamu nggak bisa kayak kakakmu? Aisha selalu bantu tanpa harus diminta!" katanya sambil menarik lengan Kartala dengan kasar.

Kartala menahan rasa sakit di lengannya dan mengikuti ibunya ke dapur. Aisha sedang sibuk mempersiapkan makan malam.

Dia menatap Kartala dengan mata penuh belas kasihan tetapi tidak mengatakan apa-apa. Kartala tahu bahwa Aisha juga merasa terjebak, meskipun dia tidak mengalami kekerasan fisik seperti Kartala.

Saat makan malam, suasana di meja makan sangat tegang. Ayahnya duduk di ujung meja dengan wajah suram. Tidak ada yang berani berbicara, takut memicu kemarahannya.

Kartala hanya menundukkan kepala, mencoba menyelesaikan makanannya secepat mungkin.

"Bagaimana kuliahmu, Aisha?" tanya Arya dengan suara dingin, tetapi sedikit lebih lembut daripada saat berbicara dengan Kartala.

Aisha tersenyum kecil. "Baik, Ayah. Aku dapat nilai bagus di ujian kali ini."

Arya mengangguk, tampak puas. "Bagus, teruslah berprestasi. Kau adalah harapan keluarga ini."

...Visual Aisha Zahira Zocelyn...

Kartala merasakan tusukan rasa sakit di hatinya. Dia selalu merasa diabaikan dan tidak dihargai. Ayahnya hanya peduli pada Aisha, yang selalu dianggap sebagai anak yang sempurna.

Kartala tahu bahwa dia tidak pernah bisa memenuhi harapan orang tuanya, tidak peduli seberapa keras dia mencoba.

Setelah makan malam, Kartala kembali ke kamarnya. Dia duduk di sudut ruangan dan sedikit melamun, banyak hal yang dia pikirkan namun tak ada satu pun yang mampu diwujudkannya.

...****************...

Hari berikutnya, di kampus, Kartala mencoba menghindari Bhanu dan gengnya. Dia tahu bahwa mereka akan terus mengganggunya, tetapi dia tidak ingin memberikan mereka alasan untuk menyakitinya lagi. Dia berjalan cepat menuju perpustakaan, tempat yang selalu memberinya rasa aman.

Di perpustakaan, Kartala duduk di sudut yang sepi, membuka buku dan tenggelam dalam bacaan. Dia merasakan ketenangan yang langka, jauh dari semua kebisingan dan kekerasan di sekitarnya.

Terpopuler

Comments

Hiatus

Hiatus

bgus bgt pemilihan tokohnya

2024-07-13

0

cocondazo

cocondazo

Sudah jatuh cinta dengan tokoh-tokohnya, semakin penasaran dengan jalan ceritanya 😍

2024-06-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!