Sudah pukul 9 malam tapi aku belum mengutarakan pada Mas Radit perihal reuni itu. Aku sebenarnya sudah mendapatkan alasan yang tepat agar mas Radit mengizinkan aku untuk ikut, tapi aku masih tidak yakin dia akan percaya.
Aku baru saja menidurkan Kinan dan Kaila. Ku dengar suara gagang pintu kamar bergerak dan pintu pun terbuka. Aku masih diam saat mas Radit masuk ke dalam kamar. Seperti biasa, dia cuek dan tanpa basa basi langsung berbaring di samping Kinan.
Gimana ya? Bilang sekarang atau enggak ya. Aduh aku kok jadi galau gini? Dia akan marah atau enggak ya? Batinku bergemuruh.
"Hmm.. mas..." panggilku pelan karena takut anak-anak terbangun.
"Ya..." jawabnya tapi masih dengan mata tertutup.
"Mas kan tau, aku dulu sering menang olimpiade sains waktu masih SMA. Nah, sekolah mau bikin penghargaan terakhir untuk siswa-siswi alumni yang pernah menyumbangkan piagam kepada sekolah, jadi kami di undang untuk datang. Jadi... " belum selesai aku bicara mas Radit sudah memotongnya.
"Pergi aja..." katanya sambil berputar ke arah lain. Membelakangi ku.
Aku mengerutkan alis, tumben respon yang dia berikan sepasrah itu. Biasanya harus ribut dan perang dulu. Apa karena aku bertanya di saat dia sedang mengantuk berat? Ah, bodoh! Yang terpenting kan, dia sudah memberikan aku izin. Jadi, aku bisa pergi dengan bebaaaassss!
Aku langsung mengirim pesan kepada Sintya. Pesan yang menyatakan, kalau aku akan ikut acara reuni akhir bulan ini. Sintya begitu bahagia membaca pesan whatsapp-ku. Setelah lebih dari 8 kali reunian, akhirnya reuni yang ke 9 aku bisa ikut juga.
...****************...
Pagi ini seperti biasa, aku menyiapkan pakaian mas Radit dan membuat sarapan untuknya. Hari ini sarapannya roti selai saja. Aku mau cari aman, karena kalau masak nanti ada saja salahnya. Yang asin lah katanya. Yang kurang mateng. Yang kurang sedap. Daripada aku frustasi mendengar hinaannya atas masakanku, baiknya makan roti saja.
Dia sudah duduk di meja makan. Aku membawakannya roti yang sudah aku olesi selai coklat dan aku panggang. Tak lupa aku juga menuangkannya segelas fresh milk rasa vanila.
"Mas maunya nasi goreng Kalista." pintanya yang membuat aku terdiam sejenak.
"Tapi kemarin mas bilang jijik makan nasi goreng aku. Gimana sih?" aku ngedumel kesal.
"Yah itu kan karena ada kulit telurnya, bikinin sekarang. Mas maunya sarapan nasi goreng telur." perintahnya sambil bermain game online. Aku menarik nafas panjang.
Aku pun mengambil kembali piring yang berisi roti dan akan menggantinya dengan nasi goreng. Namun...
"Eh, itu mau di bawa kemana?" tanya mas Radit.
"Mau di pindahin. Kan mas nggak mau makan." jawabku.
"Emang mas ada bilang enggak mau makan rotinya. Bawa kemari lagi." dia mengayun-ayunkan kelima jarinya mengisyaratkan untuk aku kembalikan piring yang berisi roti itu padanya.
Aghhh.. Kalau bukan karena dia suamiku, sudah pasti ku lempar piring isi roti ini ke hadapannya. Kalau perlu, ke wajahnya sekalian. Biar langsung masuk ini roti ke dalam mulutnya.
Aku kembali menaruh piring isi roti itu di meja, dan langsung membuat nasi goreng telur permintaan mas Radit. Tak butuh waktu lama, nasi goreng pun jadi dan langsung aku hidangkan untuk mas Radit.
Mas Radit langsung menyantapnya hingga habis tanpa berbicara padaku sepatah kata pun. Aku hanya melihatnya saja seperti patung yang tidak bernyawa.
Sudah 7 tahun lebih perjalanan rumah tangga kami, namun tak pernah aku merasakan jika aku dicintai oleh suamiku sendiri. Bahkan saat kami berhubungan pun, aku merasa seperti boneka yang hanya ia gunakan namun tak pernah ia perhatikan.
"Pergi ya." katanya tanpa melihat padaku.
"Iya mas." jawabku sambil terus memperhatikannya berlalu begitu saja.
Bahkan untuk menatap aku saja dia enggan, apa lagi melempar sedikit senyum manisnya kepadaku. Entahlah...
Dulu awal-awal menikah sikapnya tidaklah sedingin ini. Dia masih mau untuk aku salim tiap berangkat kerja dan melempar senyum padaku. Tapi sejak Kaila lahir, perlahan sikapnya semakin dingin dan kasar.
Memang, mas Radit tidak pernah main tangan padaku, bahkan sampai detik ini. Tapi bentakannya, umpatannya, itu jauh lebih sakit daripada di pukul dengan tangan bukan?
Aku lalu masuk ke dalam kamar dan melihat Kinan yang sudah mandi.
"Anak Bunda...sini bunda pakaikan bajunya." aku pun duduk di tepi tempat tidur.
Kinan lalu mendekatiku. Dia duduk di bawah.
"Mau diikat gimana?" tanyaku pada Kinan.
"Kinan mau diikat dua Bunda.." jawabnya.
"Oke.." kataku.
Aku lalu mulai menyisir rambut Kinan yang panjang. Dalam hati aku hanya bisa berbisik, bahwa alasan ku bertahan sejauh ini adalah, karena aku memiliki dua orang putri. Aku tak mau menghadirkan sebuah keluarga yang tercerai berai untuk mereka. Meski hatiku sebenarnya sudah tak kuat lagi. Dan beruntungnya aku mendapatkan mertua yang sangat baik, mereka juga menjadi alasan aku tetap kuat hingga saat ini.
...****************...
Selesai mengantarkan Kinan ke sekolah, aku dan Kaila langsung kembali ke rumah, namun di perjalanan pulang, motorku menabrak sebuah mobil yang tiba-tiba berhenti secara mendadak. Untung saja Kaila tidak apa-apa. Tapi motorku terlanjur menabrak bumper mobil itu. Celaka aku, mobilnya pasti lecet bisikku. Tapi ini semua salah pemilik mobil itu, kenapa dia tidak memberikan lampu peringatan saat akan berhenti. Aku kan tidak tahu kalau dia akan berhenti.
Aku menepikan motor lalu membuka helm. Kemudian memastikan Kaila baik-baik saja. Pemilik mobil itu juga turun dari mobilnya. Apa dia mau minta ganti rugi padaku? Yang benar saja, kan dia yang salah. Aku tidak akan mau bayar kalau dia minta ganti rugi. Aku tidak salah, dia yang salah. Untung saja Kaila tidak kenapa-kenapa. Coba kalau kalau kenapa-kenapa, apa dia mau ganti rugi juga? Gumamku dalam hati.
Aku mendengar suara pintu mobil dibuka dan ditutup kembali. Seorang laki-laki tinggi sekitar 165 cm berpostur tubuh proposional, memakai kacamata hitam berjalan ke arah ku. Dia memakai kemeja biru samudra dan celana jeans panjang dengan warna senada. Ditambah sepatu sneakers-nya yang kelihatannya bermerk mahal. Dia datang sambil menggenggam sebuah HP dengan merek apel digigit.
Dia melihat-lihat bumper mobilnya. Aku masih berdiri diam sambil memperhatikannya. Dia sampai membungkuk untuk melihat ke bawah mobilnya.
"Ada yang rusak nggak? " tanyaku.
"Sepertinya nggak ada... " jawabnya.
Jelas saja tidak ada yang rusak, karena aku menabraknya tidak kuat. Aku memang tidak pernah membawa sepeda motor dengan kencang apalagi aku membawa Kaila dan Kinan. Aku sangat hati-hati dan sangat menjaga kecepatan yang aku gunakan.
Dia lalu bangun dan berbalik arah melihatku.
"Kalista??? " Dia menunjukku sambil menyebut namaku. Aku terkejut dia tahu namaku. Dia lalu membuka kacamatanya.
"Ya Tuhan, Demian? " Kataku dengan nada tinggi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bertemu dengan mu, mengubah dunia ku... - LV Edelweiss
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments