Dan benar saja, pagi hari Mira mendapat informasi tentang foto itu. ia memerintahkan Heri untuk menangkap laki-laki dalang dari keributan semalam.
"Semua sudah beres Nyonya," ucap Heri pengawal yang sudah sangat lama ikut dengan Mira.
"Bagus!"
Tasya langsung melaksanakan aksinya terhadap lelaki yang berada tepat di depannya.
"Kau tau, aku sangat tidak suka dengan orang yang berkhianat. Lalu, dengan cara apa aku menghabisi mu?" ucap Tasya sembari memainkan pisau lipat di tangannya.
"Nyonya Tasya, saya benar-benar minta maaf. Saya melakukan itu karena ada yang menyuruhku," ucapnya sambil terisak.
"Memang siapa yang menyuruhmu?" kali ini Shaka yang bertanya.
"Bagian keuangan yang menyuruh saya, Tuan."
"Marisa?" tanya Shaka.
Pria itu mengangguk cepat.
"Sialan!" Tasya mengumpat dengan wajah yang begitu menyeramkan. Tak basa basi lagi ia menarik tangan pria itu dan memotong jari-jari itu dengan pisau lipat yang ia pegang. Jeritan ruang bawah tanah menggema memenuhi ruangan besi itu.
"Tahan sayang. Kendalikan emosimu," ucap Shaka menenangkan.
"Dia berani mengusik ketenanganku Shaka!"
"Sudah ya.. aku akan bereskan masalah ini."
Tasya mengangguk lalu mereka meninggalkan ruangan bawah tanah itu.
Di siang harinya seorang wanita datang ke rumah Mira ia berteriak di teras rumah membuat mereka yang sedang makan siang segera keluar untuk mengetahui siapa yang berani mengganggu acara makan siangnya.
"Shaka, aku mohon jangan pecat aku. Aku masih membutuhkan pekerjaan itu!" seru seorang wanita dengan bertekuk lutut di kaki Shaka.
"Berhentilah bersikap menjijikan. Aku mempertahankan kamu di perusahaanku karena kinerjamu sangat bagus! Tapi dengan adanya foto itu membuatku tak tahan ingin memecatmu!" bentak Shaka.
"Foto? Foto apa yang kamu maksud?" tanyanya.
Mira melemparkan ponselnya kepada wanita yang masih bersujud itu. Wanita itu mengambil ponsel itu dan terbelalak.
"Tidak! Aku tidak melakukan ini!" elaknya.
Mira berjongkok lalu mencengkram rahang wanita itu.
"Marisa, aku tau permainanmu. Kau yang mengirimkan foto editan itu kepadaku. Asal kau tau, kau bukan tandinganku jadi jangan mimpi bisa mengalahkan Maharani!" ucapnya dengan penuh penekanan lalu menghempaskan rahang itu begitu saja.
Wanita bernama Marisa itu meringis kesakitan bahkan beberapa cap kuku Mira tercetak jelas di kedua pipi mulus itu.
"Sial! Bagaimana bisa dia tau itu semua hanyalah editan," gumam Marisa dalam hati.
Mendengar itu Mira menyeringai, "kalian semua! Ingat wajah wanita ini baik-baik. Jika dia masih berani datang ke sini cambuk dia!" perintah Mira dengan suara lantangnya.
Para pengawal mengangguk hormat. Mira memerintahkan pengawalnya untuk mengusir Marisa. Bahkan ia sempat diseret karena tak mau meninggalkan rumah besar itu.
Hari ini adalah hari minggu hari berkumpulnya sekeluarga di rumah Mira bahkan Shireen dan Darren ikut serta dalam acara keluarga itu. Perbincangan hangat, bisnis properti dan segala hal ada dalam ruangan itu terkadang ada hal yang membuat mereka tertawa karena tingkah si kembar.
"Aku izin ke toilet dulu ya," Feli segera berlari ke kamar mandi.
Sementara itu Tasya muncul membuat mereka menyapa sosok yang berada di dalam tubuh Mira.
"Apa kabar anak Papa?" tanya Papa Rangga seraya memeluk putrinya.
"Aku baik Pa, bagaimana dengan Papa dan yang lainnya?" tanya Tasya balik.
"Kami semua baik," jawab Darren.
"Mi, kita jadi lulusan terbaik loh. Mami bangga kan?" Felix begitu antusias memberitahukan kabar itu.
"Tentu Mami bangga. Selamat ya sayang!" Tasya mengusap kepala Felix yang duduk di sampingnya.
"Lalu bagaimana dengan kelanjutan hubungan Shireen dan Felix?" tanyanya.
"Emm kami terserah Shireen aja Nona Tasya" ucap Darren.
"Baiklah. Bagus kalau kau sudah setuju dengan hubungan mereka. " Ucap Tasya.
Lagi-lagi mereka tak sadar jika Feli mendengar pembicaraan mereka.
"Kenapa mereka memanggil Mami dengan sebutan Tasya. Sebenarnya siapa Tasya? Apa Mami kesurupan?" gumam Feli. Ia hendak menanyakan hal ini secara langsung dengan sang Mami.
******
Malamnya Feli bertekad untuk menanyakan hal yang sangat menggangu fikiran hingga ia hanya mengaduk-aduk makan malamnya.
"Dimakan dong, kok malah dimainin makanannya," ucap Shaka.
"Iya Pi," Feli melanjutkan makannya dengan cepat karena ingin secepatnya menanyakan hal ini.
"Mi, Mami sibuk nggak?" tanya Feli.
Mira menoleh ke arah anaknya "Nggak. Ada apa?"
"Ada yang mau Feli tanyakan. Tapi di ruang kerja Mami saja."
"Baiklah."
"Ada apa Feli?" tanya Opa Rangga.
"Hanya masalah sepele Opa," balasnya sembari tersenyum.
Opa Rangga mengangguk dan tak menaruh rasa curiga terhadap cucunya itu.
Selesai makan malam Feli bergegas menemui Mira, saat hendak membuka pintu ia menghela nafas panjangnya berharap ia mendapatkan jawaban yang tepat. Dengan pasti Feli membuka pintu dan melihat Maminya sedang fokus pada laptop di depannya.
"Kenapa berdiri saja?" tanya Mira dengan mata yang masih fokus pada laptopnya.
Feli menutup pintu lalu berjalan menghampiri Mira, ia menarik kursi dan duduk berhadapan dengannya.
"Ada apa?" tanya Mira lagi.
"Mi, aku mau tanya. Sebenarnya siapa Tasya?"
ucapan Feli membuat Mira menghentikan ketikan di keyboard laptopnya. Seketika ia terdiam menghela nafasnya yang entah kenapa tiba-tiba terasa sesak.
"Mi?" panggilnya lagi.
Mira tersadar lalu menatapnya, "kamu tau Tasya dari siapa?" tanyanya balik.
"Dari pembicaraan tadi pagi juga suara batin Shireen, Mi. Berapa kali Feli dengar di rumah kita selalu membicarakan soal Tasya jika Feli tak ada."
Entah kenapa saat ini Mira bingung ingin menjawab apa. Bahkan batinnya tak ingin berbicara karena sudah pasti Feli akan mendengar. Tiba-tiba sorot mata itu berubah tajam dan itu membuat Feli sedikit takut melihatnya.
Feli meraih tangan Mira yang sedang terkepal itu. "Mami?"
Ia kembali menatap Feli yang sedikit ketakutan dengan senyum tipisnya, "akulah Tasya!" serunya yang seketika membuat Feli melepaskan tangannya dan langsung berdiri.
"Kenapa aku sangat takut melihat Mami. Dan kenapa Mami menyebut dirinya sebagai Tasya?" gumamnya yang masih didengar oleh Tasya.
"Kenapa Mami menyebut diri Mami sebagai Tasya?" tanyanya.
"Feli, sedari kecil Mira mempunyai Alter Ego, dan aku adalah Alter Egonya."
"Itu artinya Anda orang jahat itu!" ucapnya dengan nada ketakutan.
Bak tersambar petir, Tasya terkejut dan membelalakkan matanya sehingga membuat Feli bertambah ketakutan.
"Tidak. Aku bukan orang jahat," Tasya hendak menghampiri Feli namun Feli berjalan mundur.
"Jangan dekati aku!" bentaknya.
Entah kenapa hati Tasya begitu sakit mendengar ucapan Feli. Shaka yang kebetulan mendengar teriakkan Feli bergegas masuk.
"Feli!" panggilnya.
Feli pun langsung berhamburan memeluk Shaka, "Pi, Feli takut bertemu orang jahat itu!" jari telunjuknya menunjuk tepat pada Tasya.
"Siapa yang kamu maksud, Feli?" tanya Shaka, tentu karena Tasya membelakangi ke duanya.
"Feli ternyata tidak bisa menerima diriku," ucap Tasya.
Shaka akhirnya mengerti kenapa Feli begini, "sayang, mungkin Feli belum terbiasa denganmu."
Tasya menggeleng pelan dan diam-diam meneteskan air matanya. Ia pergi ke kamar yang ada di ruang kerjanya tak menghiraukan panggilan Shaka.
"Mira, anakmu tidak bisa menerima diriku. Lebih baik kamu lenyapkan saja aku," ucapnya.
Mira kembali mengambil tubuhnya. Ia sendiri tak percaya bagaimana bisa Feli tak bisa menerima Tasya. Padahal ia sudah sangat yakin jika Feli pasti akan menerima Tasya seperti ke dua kakaknya.
"Bersabarlah. Aku akan memberikan penjelasan pada Feli. Untuk sementara ini kamu bisa muncul di hadapan Intan dan Felix dulu. Aku yakin Feli hanya terkejut saja dengan semua ini. Tenanglah Tasya." ucap Mira.
Intan adalah kakak pertama mereka. Mira menemukannya dan diangkat menjadi anak. Ia tak pernah membeda-bedakan kasih sayangnya hingga membuat si kembar tak mencurigai jika Intan bukanlah kakak kandung mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments