Bab 3. Bisikan yang Selalu Hadir

...♠︎♤Ada Cinta Di Tanah Mataram♤♠︎...

Pramodawardhani mengganti pakainnya menjadi kemben jarik motif sederhana milik Ni Arjani, padahal dayangnya itu sudah memohon agar ia tidak pergi namun gadis itu kekeuh akan pergi bersama adimasnya.

"Tenanglah Ni Arjani, aku bisa menjaga diri. Lagipula Adimas pasti tidak akan membiarkan Yunda nya terluka, jadi kamu cukup mengikutiku dalam diam. Mengerti?"

"Mengerti Ndoro"

Gadis itu hanya menyisakan tusuk konde bentuk bunga mawar sebagai perhiasan nya. 

Setelah memastikan sekitarnya aman, ia berjalan ke arah gapura belakang Kaputren yang disana Balaputradewa sudah menunggunya.

"Adimas" bisiknya membuat lelaki itu menoleh.

"Oh, mari Yunda" mereka berjalan perlahan-lahan sesekali membenarkan kain penutup wajah. 

Begitu sudah mencapai area pasar malam, kedua bersaudara yang diikuti masing-masing Abdi Dalem nya itu berjalan santai.

Pramodawardhani menghirup udara dingin malam itu lamat-lamat, seolah-olah malam ini merupakan malam terakhir ia dapat menghirup udara segar.

"Apakah Yunda bahagia?"

"Yundamu ini bahagia Adimas, meskipun di depan nanti kesesakan di dalam istana akan Yunda rasakan. Jadi malam ini begitu terasa indah"

Balaputradewa tersenyum hangat melihat Yundanya dapat tersenyum. Mereka akhirnya sampai pada pesta rakyat di sebuah lapangan besar yang di selenggarakan karena panen kali ini begitu melimpah. Kedua saudara itu menjauhi dari area ramai dimana para rakyat menyambut Raja Samaratungga yang baru sampai dari Kerajaan.

"Kenapa Yunda memilih untuk mengendap-endap seperti ini, bukankah berada di kereta kencana lebih dapat leluasa melihat semua pertunjukannya Yunda?"

Gadis itu menatap adimasnya tajam. "Kamu baru mengenal Yundamu ini Adimas? Justru kalau hanya duduk diam sambil tersenyum tidak akan membuat Yunda puas, berjalan-jalan melihat kebahagiaan rakyat adalah hal terindah yang harus kita rasakan. Agar di masa depan nanti kita harus memiliki welas asih kepada rakyat yang lemah, kehidupan sederhana mereka harus menjadi prioritas kita untuk memastikan kesejahteraan nya"

Balaputradewa berdecak kagum mendengar penuturan Yundanya, ia begitu bersyukur kepada Sang Hyang Adi karena di berikan Yunda yang sangat hangat dan pintar seperti ini. Sungguh, ia akan bertaruhkan nyawa untuk keselamatan Yundanya!

"Adimas?"

"Ya?"

"Melamun lagi?" gadis itu menatap adimasnya yang menampilkan cengiran padanya. "Kalau suatu saat Yunda menikah, kamu harus berjanji kepada Yunda untuk selalu menjaga kerajaan kita. Apapun yang akan terjadi, Yunda berharap Adimas akan menjadi Raja yang bijak di masa depan" ia menatap langit malam lalu beralih menatap adimasnya dengan tersenyum lembut.

"Tentu Yunda, sudah menjadi kewajiban Adimas"

Hening sejenak, mereka menikmati keramaian desa dengan canda tawa serta senyum tulus dari rakyat. Terlihat beberapa wanita dewasa membawa anak-anaknya membeli jajanan pada pedagang yang ada.

"Yunda?"

Pramodawardhani menghapus jejak air matanya yang tiba-tiba mengalir membasahi pipinya, ia lalu terkekeh samar menatap Adimasnya.

"Apakah ada yang mengganggu Yunda?"

"Tidak Adimas, hanya saja... Lihatlah mereka!" Balaputradewa mengikuti arah pandang Yundanya. "Keluarga kecil itu begitu hangat ya? Seperti keluarga kita dulu, sebelum Sang Hyang Adi mengambilnya ke nirwana" gadis itu menghela napasnya sesak. "...Yunda hanya merindukan pelukan hangat Ibunda, pasti sekarang Ibunda sedang bahagia di nirwana sana, benarkan Adimas?"

Balaputradewa mengangguk lantas menarik Yundanya dalam pelukan hangatnya, ia mengelus surai hitam Yundanya yang begitu lembut nan wangi. Kalbunya begitu sesak mendengar isakan tangis menyayat hati siapapun yang mendengarnya, ia berharap suatu saat Yundanya akan mendapatkan kebahagiaan yang setimpal seumur hidupnya. Semoga.. Semoga Sang Hyang Adi mendengar doa dalam kalbu tulusnya.

...♠︎♠︎....♠︎♠︎...

Gentari tersentak kaget membuat lamunan tentang mimpi samarnya semalam pecah disaat tepukan di bahunya mendarat, menoleh pada pelaku yang menampilkan cengirannya lalu bergumam.

"Itu di panggil Pak Bisma ke office" gumam Alma.

Lantas Gentari mengangguk, berjalan ke arah ruangan staf untuk menyimpan apron ke dalam loker lalu melangkah lagi menuju lantai 5 khusus office di hotel tempat ia bekerja. Jantungnya berdegub kencang selaras dengan dentingan lift yang berartikan jika ia sudah sampai. Merapihkan tatanan rambutnya yang sudah ia cepol rapih, ia melangkahkan kaki menuju ruangan F&B Manager.

"Permisi pak" 3 ketukan wajib tidak lebih serta kata 'permisi' sudah cukup untuk dirinya mendorong pintu berat itu. Disana sudah ada wajah-wajah familiar yang membuat dirinya menyunggingkan senyum khasnya lalu membungkuk hormat sekilas.

"Silahkan duduk Gentari" ucap seorang Supervisor berusia 30 tahunan menginstruksi. "Kamu sudah kenal dengar pak Manager disini bukan?"

"Sudah pak" gadis itu mengangguk samar, gadis itu menyalami pria-pria berpengaruh di hadapannya. Lalu matanya sedikit menyipit melihat wajah baru yang belum pernah ia lihat.

"Nah, kalau beliau dengan tuxedo biru dongker itu Bapak General Manager di hotel ini. Beruntungnya kamu karena beliau bisa hadir hari ini, beliau ini bernama Pak Rakayan Linggeswara Dierja .MMH. Kamu pernah denger 'kan Gen?"

"Iya pak, saya sering dengar" detak jantungnya bertalu disaat manik madunya bersitatap dengan manik hitam legam di sebrang sana. Reflek ia mengangguk dengan tersenyum canggung, yang di sambut dengan senyum tipis dari bapak GM terhormat itu.

"Please jantung bisa biasa aja ngga?!" batinnya.

Ruangan itu lalu tetap berdengung dengan percakapan panjang serta beberapa pertanyaan sebagai wawancara dadakan untuk Gentari sebagai calon leader yang akan di angkat jabatannya.

Tinta hitam itu sudah berhasil ia bubuhi di atas surat kenaikan jabatan atas bantuan oleh sang Supervisor. Di awasi oleh Supervisor, Assistant Manager, Manager Area berserta General Manager, tubuh serta tangan gadis itu gemetar karena ia merasa gugup sekaligus bahagia.

Baiklah izinkan Gentari untuk bercerita sedikit.

Setahun yang lalu setelah ia berhasil menamatkan Hospitality Academy_setelah lulusan SMA ia sekolah lagi khusus hospitality_di kota kelahirnya (Jakarta) selama empat bulan, ia mendapatkan job vacancy di sebuah hotel berbintang 4 di alun-alun kota surabaya. Pada saat itu umurnya masih 18 tahun, ia sedikit khawatir karena akan merantau jauh dari keluarganya. Tetapi sang Papa terus memberinya dukungan agar ia dapat terus maju menggapai cita-citanya.

Sampailah pada hari ini, diusianya yang sudah masuk 19 tahun. Tepat satu tahun ia menempati posisi staf waitress di restoran bertema western di hotel berbintang itu_ia berhasil membuktikan pada dirinya sendiri atas pencapaiannya. Ungkapan syukur ia panjatkan kepada Tuhan_Sang Hyang Widhi_yang selalu melindungi jalan nya sampai pada titik ini. Mungkin bagi orang lain posisi Captain atau Leader Floor itu biasa saja, namun baginya ini adalah suatu keberkahan yang patutnya ia syukuri.

Setelah berjabat tangan dengan seluruh atasan nya, ia bersiap ke ruangan staf untuk memakai hoodie serta mengambil tas dari lokernya. Sesekali candaan serta ucapan selamat dari rekan kerja sesama department maupun rekan dari department kitchen yang biasa bercanda akrab dengan dirinya. 

Namun sudah menjadi rahasia umum di jam kerja jika kedua departement ini akan sangat menjunjung tinggi profesionalitas. Tak ayal sebuah pan, spatula, bahkan pisau terbang juga mewarnai sengitnya jam kerja mereka yang begitu panas. 

Gadis itu keluar dari area tempat kerjanya dengan tersenyum sumringah, karena tuntutan pekerjaan nya sudah sewajibnya jika ia selalu menujukan senyum ramah pada setiap customer. Hari ini ia pulang terlebih dahulu karena sahabatnya_Alma_menambah jam lembur karena ada rekan mereka yang sedang izin sakit.

"Sore pak!" ia menyapa pak security yang sedang bertugas sore itu.

"Eh sore mbak, wes habis shift nya tah?"

"Iya pak tadi saya shift pagi, monggo pak saya duluan ya" gadis itu mengangguk hormat sambil mempertahankan senyumnya.

"Iya mbak hati-hati ya!"

Suasana sore itu begitu hangat seperti hatinya, ia tidak sabar akan menelpon keluarganya nanti disaat sudah sampai tempat kost. Jangan lupakan nanti malam ia memiliki janji dengan pacarnya yang sesama rekan kerjanya itu_kencan di alun-alun. Alun-alun itu tepat berada di depan hotel tempat ia bekerja. 

Ia berjalan santai di trotoar sambil menoleh kanan kiri pada bangunan atau kendaraan yang lewat. Mata kucingnya menyipit disaat ia melihat siluet lelaki yang sangat ia kenalinya. Dan what? Cewek itu?

Gadis itu terdiam kaku dengan pikiran berkecamuk, ia tidak sadar bahwa kedua manusia itu sengaja meminta jadwal libur di hari yang sama demi untuk ini? 

Padahal sang perempuan sudah begitu dekat dengan nya, lima bulan ini ia dengan telaten membimbing perempuan itu karena ia yang lebih lama kerja di tempat itu. Ia tidak menyangka jika kedua manusia yang ia percaya di tanah orang ini akan menghianatinya. 

Setetes air matanya lolos tidak dapat di bendung, dengan segera ia hapus kasar. Tidak! Ia tidak boleh lemah! Ia tidak boleh menangisi cecenguk itu!

Ponsel ia buka untuk membidik gambar di sebrang sana setelah ia zoom, ia kirimkan langsung bersama pesan perpisahan. Ia muak! Ia tidak ingin melihat wajah mereka hari ini bahkan untuk selanjutnya!

"Dasar cowok brengsek!" giginya bergemeletuk seiring dengan langkah kakinya yang berlari di atas trotoar itu. Persetan dengan wajah sembab nya yang terlihat begitu menyedihkan ia tidak perduli! 

Ia pencet tombol yang menempel pada tiang traffic light agar berubah warna menjadi merah. Kost'an nya berada di sebrang jalan sana, setelah lampu berganti serta diiringi suara  'tet tot tet tot' ia berlari menuju sebrang sana.

"Syukurlah aman" Gentari langsung berjalan cepat agar ia cepat sampai pada kost'an nya.

Dibukanya pintu kost kamarnya dengan cepat, ia langsung menutupnya kembali. Melempar tas di atas ranjang, serta melepas hoodie nya kasar. Gadis itu melepas jepit rambut cepolnya lalu mengacaknya rambutnya frustasi.

"Arghh bajingan!"

Napasnya memburu seiring tubuhnya yang luruh di samping ranjang, biarlah hari ini saja ia menumpahkan emosi, serampah, serta kesedihannya. Esok hari ia harus lebih bahagia, harus! Wajah sembam ia benamkan pada kedua lututnya, berharap rasa sakitnya segera menghilang di gantikan tekat besar daripada harus terus bergelut dengan pikiran yang negatif.

Lelaki itu bukan yang terbaik, batin nya meyakinkan.

Hingga bisikan lembut mengalun di gendang telinganya membuat kedua manik matanya memberat terasa mengantuk.

"Tenanglah kasihku, Kangmas akan selalu bersama Nimas"

...♠︎♠︎◇♠︎♠︎...

Boleh minta likenya?

Episodes
1 Prolog 0. Darah Tanah Leluhur
2 Bab 1. Keresahan Gentari
3 Bab 2. Janji Liburan Bersama Alma
4 Bab 3. Bisikan yang Selalu Hadir
5 Bab 4. Apakah Dia Orang yang Sama?
6 Bab 5. Liburan Bersama Alma
7 Bab 6. Waktunya Sahabat
8 Bab 7. Candi Plaosan dan Panggilan Takdir
9 Bab 8. Pasraman dan Kitab Misterius
10 Bab 9. Luka dan Pelajaran Pertama
11 Bab 10. Bayangan Masalalu dan Rasa yang Asing
12 Bab 11. Rakai dan Ketegasan yang Menyejukkan
13 Bab 12. Perintah Resi Mahabala
14 Bab 13. Gadis Beraroma Mawar
15 Bab 14. Dara Sakit dan Padma
16 Bab 15. Latihan dan Goresan di Tangan
17 Bab 16. Kemarahan Rakai
18 Bab 17. Sebutir Ingatan dalam Nyeri
19 Bab 18. Bisikan Angin dan Jejak Tak Terlihat
20 Bab 19. Cahaya di Balik Kelam
21 Bab 20. Misi Dalam Hening
22 Bab 21. Senandung yang Tak Pernah Selesai
23 Bab 22. Malam yang Berbicara Pelan
24 Bab 23. Napas Dalam Senyap
25 Bab 24. Anak Panah yang Melayang, dan Tatapan yang Diam
26 Bab 25. Jejak Tanpa Nama
27 Bab 26. Gerbang Awal Mata Batin Gentari
28 Bab 27. Cahaya dalam Ingatan yang Redup
29 Bab 28. Bayang-Bayang dalam Diri dan Takdir yang Menyala
30 Bab 29. Dua Bayangan, Satu Takdir
31 Bab 30. Ketika Jiwa Diuji, Keteguhan Ditempa
32 Bab 31. Hilangnya Sang Putri: Gaung yang Mengguncang Negeri
33 Bab 32. Suara Hati Di Bawah Langit Biru
34 Bab 33. Jalan yang Telah Di Pilih
35 Bab 34. Tanah yang Mengingat Namaku
36 Bab 35. Bayangan Takhta dan Suara Rumah Lama
37 Bab 36. Sorot Mata dari Balairung Timur
38 Bab 37. Wajah dari Masa Lalu
39 Bab 38. Sambutan di Istana Syailendra
40 Bab 39. Jejak Bayang di Balik Mahkota
Episodes

Updated 40 Episodes

1
Prolog 0. Darah Tanah Leluhur
2
Bab 1. Keresahan Gentari
3
Bab 2. Janji Liburan Bersama Alma
4
Bab 3. Bisikan yang Selalu Hadir
5
Bab 4. Apakah Dia Orang yang Sama?
6
Bab 5. Liburan Bersama Alma
7
Bab 6. Waktunya Sahabat
8
Bab 7. Candi Plaosan dan Panggilan Takdir
9
Bab 8. Pasraman dan Kitab Misterius
10
Bab 9. Luka dan Pelajaran Pertama
11
Bab 10. Bayangan Masalalu dan Rasa yang Asing
12
Bab 11. Rakai dan Ketegasan yang Menyejukkan
13
Bab 12. Perintah Resi Mahabala
14
Bab 13. Gadis Beraroma Mawar
15
Bab 14. Dara Sakit dan Padma
16
Bab 15. Latihan dan Goresan di Tangan
17
Bab 16. Kemarahan Rakai
18
Bab 17. Sebutir Ingatan dalam Nyeri
19
Bab 18. Bisikan Angin dan Jejak Tak Terlihat
20
Bab 19. Cahaya di Balik Kelam
21
Bab 20. Misi Dalam Hening
22
Bab 21. Senandung yang Tak Pernah Selesai
23
Bab 22. Malam yang Berbicara Pelan
24
Bab 23. Napas Dalam Senyap
25
Bab 24. Anak Panah yang Melayang, dan Tatapan yang Diam
26
Bab 25. Jejak Tanpa Nama
27
Bab 26. Gerbang Awal Mata Batin Gentari
28
Bab 27. Cahaya dalam Ingatan yang Redup
29
Bab 28. Bayang-Bayang dalam Diri dan Takdir yang Menyala
30
Bab 29. Dua Bayangan, Satu Takdir
31
Bab 30. Ketika Jiwa Diuji, Keteguhan Ditempa
32
Bab 31. Hilangnya Sang Putri: Gaung yang Mengguncang Negeri
33
Bab 32. Suara Hati Di Bawah Langit Biru
34
Bab 33. Jalan yang Telah Di Pilih
35
Bab 34. Tanah yang Mengingat Namaku
36
Bab 35. Bayangan Takhta dan Suara Rumah Lama
37
Bab 36. Sorot Mata dari Balairung Timur
38
Bab 37. Wajah dari Masa Lalu
39
Bab 38. Sambutan di Istana Syailendra
40
Bab 39. Jejak Bayang di Balik Mahkota

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!