Bab 1. Keresahan Gentari

...♠︎♤Ada Cinta Di Tanah Mataram♤♠︎...

Udara sejuk menyapu paras ayu seorang Putri yang bernama Pramodawardhani, ia mengeratkan selendang merahnya yang tersampir pada bahunya.

Seperti saat ini, ia tersenyum menatap halaman sekitar Dalem Kaputren yang terlihat basah karena semalam habis di guyur hujan. Tetapi jika ada yang lebih teliti, gadis itu tersenyum sendu sirat akan kekhawatiran yang mendalam. Nyatanya menjadi putri pertama seorang Maharaja di sebuah Dinasti Syailendra yang kehadirannya begitu di perlukan di kerajaan cukup membuatnya tercekik.Ia mendapat limpahan kasih sayang dari kedua orang tuanya, namun tetap saja rangkaian peraturan ke-Keratonan itu membuat jiwa nya yang bebas merasa terhimpit.

Gadis itu memiliki ide yang cemerlang, ia beranjak mengenakan selendang untuk menutupi kepalanya untuk berjaga-jaga kalau langit masih menurunkan hujan gerimisnya.

"Pengapunten Ndoro Putri, kalau Ndoro mengizinkan menjawab, Ndoro Putri mau bepergian kemana Ndoro?"

Pramodawardhani menghembuskan napasnya kesal, sudah berulang kali ia bilang kepada Abdi Dalem_pelayan tangan kanan nya_itu untuk tidak begitu formal jika sedang berdua seperti ini. Wanita itu 5 tahun lebih tua darinya, tentu saja ia merasa tidak enak.

"Saya sudah bilang bukan, jika jangan terlalu kaku seperti ini... Saya ingin berkunjung ke tempat Adimas" Pramodawardhani melanjutkan langkah keluar dari pendopo kamarnya, di luar sudah banyak dayang yang menunggu tidak lupa mengucapkan salam.

"Kalian semua tetap disini, saya akan bersama Ni Arjani. Kalau ada yang mencari katakan saja saya sedang berkunjung di pendopo barat Adimas, mengerti?"

"Mengerti Ndoro Putri"

Gadis itu melanjutkan langkahnya dengan cepat diikuti oleh Ni Arjani di belakangnya.

"Ndoro yakin tidak mengirim surat terlebih dahulu?" bisik wanita itu agar tidak di dengar oleh Abdi Dalem lainnya.

"Saya yakin"

Ucapan dari Ndoronya itu membuat wanita itu berpasrah saja. Ia selalu merasa takjub dengan Ndoronya ini, gadis cantik ini bisa begitu keras kepala dan begitu lembut disaat yang bersamaan. Ia sangat yakin jika Ndoronya di masa depan nanti tidak akan terpengaruh kalau misalkan ada orang yang memiliki niat jahat kepada Ndoronya. Karena Ndoronya itu tidak mudah menyerah bahkan memiliki aura yang sangat mendominasi lawannya.

"Nyuwun pengapunten Ndoro Putri, Pangeran sedang berlatih memanah di belakang. Jadi beliau tidak sedang ada di kamarnya Ndoro" ucap seorang Abdi Dalem barat itu sambil menunduk hormat.

"Baiklah, saya yang akan kesana" tanpa mendengar balasan bawahan nya itu, gadis itu terus berjalan menuju belakang Dalem barat yang sangat luas seperti sebuah lapangan.

"Adimas"

Remaja yang sedang menarik busurnya itu urung mendengar suara lembut yang sangat ia kenali, reflek ia berbalik lalu menunduk hormat kepada Putri Pramodawardhani di hadapan nya.

Pramodawardhani tersenyum lalu mengulurkan tangan adiknya yang di sambut hangat.

"Ndoro Putri kenapa tidak memanggil hamba untuk berkunjung? Mari duduk terlebih dahulu, Ndoro Putri tidak ada yang terluka 'kan?"

Gadis itu tersenyum geli mendengar penuturan adiknya, ia merangkul lelaki yang 3 tahun lebih muda darinya itu. Membuat empunya merasa tidak enak, dan memohon untuk di lepaskan.

"Adimas, sudah berapa kali Yunda mu ini beritahu? Kenapa memanggil Yunda dengan sebutan Ndoro Putri disini? Yunda tidak suka!" gadis itu bersedekap dada juga memalingkan wajahnya, ia berniat mengerjai adiknya.

"Maafkan Adimas Y-yunda, hanya saja Adimas...hanya mengikuti tata krama Keraton"

"Sejak kapan kamu patuh pada aturan disini?" tatapan mereka beradu beberapa detik sampai tawa dari mereka melambung begitu lembut.

Balaputradewa membawa Yunda nya untuk kembali pada pendopo tempat menerima tamu, Abdi Dalem yang ada langsung menyuguhkan teh hangat serta camilan untuk kedua Ndoronya.

"Bukankah melakukan hal-hal yang begitu kaku sangat menyenangkan Yunda? Rasanya perut Adimas seperti menggelitik hingga takut jika sampai tertawa lepas"

Gadis itu terkekeh sambil menutup mulutnya mendengar penuturan adiknya. Kedekatan serta kekompakan mereka di dalam maupun di luar Keraton patut di apresiasi, kecuali tingkah mereka yang sering kali menyelinap keluar dari Dalem untuk menuju pasar maupun hutan tanpa izin.

"Adimas sangat benar, kadang aku merasa lucu sekali melihat semua orang begitu kaku" gadis itu mengela napas lalu menyeruput teh nya. "Yunda ingin sekali hidup bebas seperti yang Yunda dengar dari cerita pedagang asing yang hidup berkelana" ia melirihkan ucapan nya sehingga hanya bisa di dengar oleh mereka berdua.

"Yunda dengar darimana?" lelaki itu ikut berbisik, ia mencondongkan tubuhnya kedepan.

"Yunda dengar dari pedagang kain di pasar kala itu, Yunda juga melihat ada beberapa orang dengan pakaian yang berbeda dan tubuh mereka sangat putih dengan garis mata kecil_sipit_yang begitu indah"

Balaputradewa menegakkan tubuhnya kembali lalu berdehem. "Apa Yunda tidak takut jika mereka itu bukan manusia?" gumamnya lalu menyuapkan jajanan manis kedalam mulutnya.

"Apa maksud Adimas?"

"Adimas pernah mendengar suatu rumor..." ia kembali mengkode Yunda nya untuk mencondongkan diri. "Apakah Yunda tidak penasaran?"

"Ekhem!"

Suara deheman yang begitu maskulin itu masuk ke indra pendengaran kedua remaja itu. Reflek mereka menegakkan tubuh lalu bersimpuh hormat pada pria paruh baya yang tidak lain adalah Ayahanda sekaligus Raja mereka.

"Selamat petang Ayahanda, semoga berkat serta kesejahteraan Sang Hyang Adi Buddha selalu menyertai Ayahanda"

Pria itu tersenyum hangat melihat putra-putrinya yang tampak akur, disaat kedua remaja itu mencoba mendongak ia langsung mengubah ekspresinya menjadi datar.

"Apa yang dilakukan Putri Pramodawardhani disini? Lalu Pangeran Balapurtradewa, bukankah sore ini jadwalmu untuk memanah?"

Kedua remaja itu meneguk salivanya kasar mendengar nada dingin dari Ayahanda nya, mereka menunduk tidak berani dengan Pramodawardhani yang mencengkam pinggiran jariknya kuat.

"Nyuwun pengapunten Ayahanda, ini semua adalah salah Pramoda yang mengganggu waktu sibuk Adimas. Hamba mohon jangan hukum Adimas.. Ayah, bisa menghukum Pramoda saja" ia bersimpuh di bawah kaki Ayahanda nya. Kalau ada pertanyaan tentang 'Siapa yang paling kamu takuti di muka bumi ini?' makan Pramodawardhani dengan tegas akan menjawab 'Ayahanda serta Ibundanya yang tersayang'.

"Tidak Ayahanda, hamba yang salah karena tidak memenuhi undangan untuk datang ke Dalem Kaputren untuk menemui Yunda. Mohon hukum hamba saja Ayahanda, Yunda tidak bersalah"

Raja Samaratungga tidak dapat lagi menahan tawanya yang terpendam, dengan lembut ia menyentuh bahu masing-masing anak-anaknya menyuruh mereka untuk kembali berdiri. Ia duduk di kursi dan ia mengintrupsi anak-anaknya juga untuk kembali duduk.

"Ayahanda hanya bertanya saja anak-anakku, Ayah tidak berkata akan menghukum kalian bukan?"

Kedua remaja itu menghela napas lega mendengarnya.

....

Manik mata coklat seperti madu itu terbuka di sertai kening yang mengerut, peluh membasahi pelipisnya. Gadis itu bangun dari pembaringannya lalu mengurut pangkal hidungnya, sudah beberapa hari ini setelah ulang tahunnya yang ke-19 tahun, ia jadi sering memimpikan hal-hal yang aneh. Yang membuatnya bertanya-tanya karena pagi harinya ia seakan samar-samar lupa, hanya diingatkan dengan panggilan kepada seseorang.

"Adimas? Siapa itu Adimas?"

Setelah mengacak rambutnya yang sudah berantakan_seperti singa_gadis itu beranjak menuju kamar mandi. Ia harus kembali ke realita sebagai seorang perantauan.

Fajar belum menampakan dirinya, tersisa embun-embun lembab yang akan membuat tubuh mahluk hidup merasa kedinginan. Ia masukan kedua tangan pada masing-masing kantung hoodienya, waktu masih menunjukan pukul 05.20 pagi hari. Akhir-akhir ini gadis itu bekerja shift pagi, membuatnya sesekali menguap karena masing merasakan kantuk.

"Good Morning" sapanya kepada orang-orang yang berpapasan di tempatnya kerja itu.

"Morning Gen, nanti kalau keluar tolong ambilkan buah-buahan potong dari anak kitchen ya?"

Seorang gadis yang di panggil dengan sebutan 'Gen' lebih tepatnya 'Gentari' itu mengacungkan jempolnya keatas. Ia lalu kembali berjalan menuju ruangan staf untuk ber-uniform lengkap, setelah itu ia meminta buah-buahan segar yang sudah di potong lalu menatanya diantara buffet barisan hidangan pembuka.

"Hari ini sudah dibuat section nya belum?"

Gadis bernama Alma yang sedang sibuk menyiapkan aneka juice itu menoleh. "Sudah kok, coba lihat di white board.. Kalo ngga salah kamu jadi greeter deh.. Iya Pak!" Alma menepuk bahu Gentari sekilas lalu berjalan cepat menuju orang yang memanggilnya.

Gentari mengendus melihat sectionnya pagi ini, lagi ia mendapati posisi greeter. Siap-siap saja giginya kering karena harus tersenyum sepanjang pagi ini. Kaki jenjangnya melangkah menuju department front office untuk meminta data-data customer yang akan meramaikan breakfast.

Ia tercengang melihat data-data pagi ini, ternyata terdapat sekitar 315 pax yang akan mereka keluarkan, belum lagi tambahan anak kecil biasanya yang tidak terhitung di data tersebut.

"Oke, Gentari lo harus semangat!" mengepalkan tangan sekilas lalu kembali berdiri di area depan pintu masuk restauran yang nampak elegan sesuai dengan tema restauran ini, western.

...♠︎♠︎◇♠︎♠︎...

Jangan lupa like, vote, favorite atau gift nya hehe

Terpopuler

Comments

Nanashlee

Nanashlee

halo kak!! saya harap karya mu bisa berkembang terus ya sampai tamat^^!!!, ayok saling support dan mempromosikan karya masing-masing, agar yang lain bisa mengenal karya kita^^!!

2024-06-25

2

lihat semua
Episodes
1 Prolog 0. Darah Tanah Leluhur
2 Bab 1. Keresahan Gentari
3 Bab 2. Janji Liburan Bersama Alma
4 Bab 3. Bisikan yang Selalu Hadir
5 Bab 4. Apakah Dia Orang yang Sama?
6 Bab 5. Liburan Bersama Alma
7 Bab 6. Waktunya Sahabat
8 Bab 7. Candi Plaosan dan Panggilan Takdir
9 Bab 8. Pasraman dan Kitab Misterius
10 Bab 9. Luka dan Pelajaran Pertama
11 Bab 10. Bayangan Masalalu dan Rasa yang Asing
12 Bab 11. Rakai dan Ketegasan yang Menyejukkan
13 Bab 12. Perintah Resi Mahabala
14 Bab 13. Gadis Beraroma Mawar
15 Bab 14. Dara Sakit dan Padma
16 Bab 15. Latihan dan Goresan di Tangan
17 Bab 16. Kemarahan Rakai
18 Bab 17. Sebutir Ingatan dalam Nyeri
19 Bab 18. Bisikan Angin dan Jejak Tak Terlihat
20 Bab 19. Cahaya di Balik Kelam
21 Bab 20. Misi Dalam Hening
22 Bab 21. Senandung yang Tak Pernah Selesai
23 Bab 22. Malam yang Berbicara Pelan
24 Bab 23. Napas Dalam Senyap
25 Bab 24. Anak Panah yang Melayang, dan Tatapan yang Diam
26 Bab 25. Jejak Tanpa Nama
27 Bab 26. Gerbang Awal Mata Batin Gentari
28 Bab 27. Cahaya dalam Ingatan yang Redup
29 Bab 28. Bayang-Bayang dalam Diri dan Takdir yang Menyala
30 Bab 29. Dua Bayangan, Satu Takdir
31 Bab 30. Ketika Jiwa Diuji, Keteguhan Ditempa
32 Bab 31. Hilangnya Sang Putri: Gaung yang Mengguncang Negeri
33 Bab 32. Suara Hati Di Bawah Langit Biru
34 Bab 33. Jalan yang Telah Di Pilih
35 Bab 34. Tanah yang Mengingat Namaku
36 Bab 35. Bayangan Takhta dan Suara Rumah Lama
37 Bab 36. Sorot Mata dari Balairung Timur
38 Bab 37. Wajah dari Masa Lalu
39 Bab 38. Sambutan di Istana Syailendra
40 Bab 39. Jejak Bayang di Balik Mahkota
Episodes

Updated 40 Episodes

1
Prolog 0. Darah Tanah Leluhur
2
Bab 1. Keresahan Gentari
3
Bab 2. Janji Liburan Bersama Alma
4
Bab 3. Bisikan yang Selalu Hadir
5
Bab 4. Apakah Dia Orang yang Sama?
6
Bab 5. Liburan Bersama Alma
7
Bab 6. Waktunya Sahabat
8
Bab 7. Candi Plaosan dan Panggilan Takdir
9
Bab 8. Pasraman dan Kitab Misterius
10
Bab 9. Luka dan Pelajaran Pertama
11
Bab 10. Bayangan Masalalu dan Rasa yang Asing
12
Bab 11. Rakai dan Ketegasan yang Menyejukkan
13
Bab 12. Perintah Resi Mahabala
14
Bab 13. Gadis Beraroma Mawar
15
Bab 14. Dara Sakit dan Padma
16
Bab 15. Latihan dan Goresan di Tangan
17
Bab 16. Kemarahan Rakai
18
Bab 17. Sebutir Ingatan dalam Nyeri
19
Bab 18. Bisikan Angin dan Jejak Tak Terlihat
20
Bab 19. Cahaya di Balik Kelam
21
Bab 20. Misi Dalam Hening
22
Bab 21. Senandung yang Tak Pernah Selesai
23
Bab 22. Malam yang Berbicara Pelan
24
Bab 23. Napas Dalam Senyap
25
Bab 24. Anak Panah yang Melayang, dan Tatapan yang Diam
26
Bab 25. Jejak Tanpa Nama
27
Bab 26. Gerbang Awal Mata Batin Gentari
28
Bab 27. Cahaya dalam Ingatan yang Redup
29
Bab 28. Bayang-Bayang dalam Diri dan Takdir yang Menyala
30
Bab 29. Dua Bayangan, Satu Takdir
31
Bab 30. Ketika Jiwa Diuji, Keteguhan Ditempa
32
Bab 31. Hilangnya Sang Putri: Gaung yang Mengguncang Negeri
33
Bab 32. Suara Hati Di Bawah Langit Biru
34
Bab 33. Jalan yang Telah Di Pilih
35
Bab 34. Tanah yang Mengingat Namaku
36
Bab 35. Bayangan Takhta dan Suara Rumah Lama
37
Bab 36. Sorot Mata dari Balairung Timur
38
Bab 37. Wajah dari Masa Lalu
39
Bab 38. Sambutan di Istana Syailendra
40
Bab 39. Jejak Bayang di Balik Mahkota

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!