"Zahra kau.. " Alwi seakan kehabisan kata-kata untuk membalas ucapan Zahra "Sudahlah, kau pikirkan saja mengenai masalah perjodohanmu, Aku yakin orang yang di jodohkan denganmu adalah orang yang hebat, tidak seperti diriku yang sekarang. Lagipula dari awal ikhtiar, kita sepakat tidak akan merasa berat melepas satu sama lain jika memang tidak di takdirkan. Semoga ke depannya kau bahagia" ucap Alwi kemudian dengan perasaan yang begitu kecewa. Ia beranjak berdiri dan pergi dari sana meninggalkan Zahra yang masih menatapnya merasa frustasi dengan keadaan saat ini. Ia juga tidak habis pikir, lelaki yang ia temani berikhtiar dan sudah dua tahun menunggunya malah akan melepasnya semudah ini bukannya berusaha memperjuangkannya
Zahra masih duduk termenung di tempatnya tidak berniat untuk memindah posisinya dari sana. Dirinya di liputi berbagai macam pikiran sehingga rasa kesal yang memupuk di dalam dirinya sejak pagi kini semakin bertumbuh hingga tidak bisa ia bendung, air matanya keluar begitu saja saat di hadapkan dengan berbagai keadaan maupun kenyataan yang tidak di sangkanya. Gadis itu bahkan tidak percaya, orang yang mengajaknya ikhtiar selama hampir lebih dua tahun itu kini melepasnya dengan mudah, bukannya berusaha untuk memberinya saran ataupun mempertahankannya.
"Setiap hari aku berdoa agar ihktiar kita bisa berbuah manis Alwi, tapi hanya karena hal yang belum pasti ini kau menyerah begitu saja. Lalu untuk apa aku menunggu mu selama dua tahun ini" ucapnya seraya menyeka air mata yang mengalir membasahi wajahnya
***
Siang harinya di kantor milik Rafif, lelaki itu terlihat sedang mengerjakan beberapa berkas yang berserakan di atas meja kerjanya. Ia terlihat begitu serius memindai dan membaca berkas-berkas tersebut, suara ketukan pintu dari luar tidak menghentikan aktivitasnya. Rafif mempersilahkan siapapun yang mengetuk pintu tersebut untuk masuk ke dalam ruangannya, setelah pintu terbuka nampaklah kakaknya Daffa yang kini melangkah masuk menghampirinya
"Kak Dafa, senang melihatmu datang datang ke kantorku" sapa Rafif yang kini menghentikan aktivitasnya dan menyambut sang kakak yang kini sudah duduk di sofa dalam ruangan tersebut tanpa di suruh oleh yang punya
"Aku tidak punya tujuan lain Rafif, aku sangat pusing sekarang ini" ucapnya dengan wajah yang tertekuk murung
"Kau ada masalah apa kak?" tanya Rafif yang kini sudah duduk di sofa lain yang berhadapan dengan kakaknya dan meninggalkan pekerjaannya yang masih terlihat menumpuk itu
"Aku hanya masih memikirkan masalah ta'aruf itu" jawab Dafa dengan wajah lesu
"Kau bisa mencobanya terlebih dahulu kak, jika tidak cocok kalian bisa membatalkannya. Ku lihat Zahra juga gadis yang baik, kenapa tidak kau jalani saja dulu?" usul Rafif memberi saran pada kakaknya yang baru pulang dari Luar Negeri bersama kedua orangtuanya
"Kau sendiri kenapa tidak mencari pendamping lebih awal? atau kau juga menunggu di jodohkan sepertiku?" ledek Daffa berusaha menakuti adik kandungnya itu
"Aku terlalu sibuk sekarang untuk hal itu kak, aku masih ingin mengembangkan perusahaanku" jawabnya dengan begitu santai seakan benar-benar malas untuk memikirkan masalah pernikahan
"Dasar kau ini selalu saja masalah bisnis, bahkan orangtua dan kakakmu baru pulang dari luar Negeri kau masih sibuk di kantor bukannya menebus waktu yang terbuang saat berpisah dengan kami beberapa tahun" ucap Daffa mengeluhkan waktu Rafif yang tidak pernah senggang semenjak ia dan kedua orangtuanya kembali ke negara asalnya, Rafif hanya tersenyum menanggapi keluhan dari sang kakak
Setidaknya Daffa sedikit tenang bisa berbagi cerita dan keluh kesahnya dengan adiknya. Sebenarnya ia pun berpikir Zahra gadis yang baik, tapi ia memiliki masalah lain yang tidak memungkinkannya menikah dengan gadis itu.
***
Zahra yang baru saja pulang dari kampusnya menjelang sore itu terlihat begitu murung tidak seperti biasanya. Ia melempar tasnya ke sembarang arah di atas tempat tidur dan mulai membaringkan tubuhnya tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu
Suara ketukan pintu dari luar kamarnya yang tak ia hiraukan kini terbuka dengan sendirinya, begitu pintu dibuka terlihat sosok Uminya yang baru saja masuk tanpa izin dari Zahra. Uminya menghampiri Zahra yang tidak berniat memindah posisinya
"Zahra.. "Panggil Uminya dengan lembut pada putri kesayangannya itu sembari duduk di tepi tempat tidurnya
"Ada apa Umi?" jawab Zahra malas-malasan menanggapi panggilan Uminya
"Apa kau sudah memutuskan masalah yang tadi pagi sayang?" tanya Uminya yang membuat Zahra langsung memindah posisinya dengan duduk di hadapan Uminya
"Umi, keputusan besar seperti itu tidak bisa di pikirkan hanya dalam sehari Umi. Zahra masih ragu dengan hal ini, Zahra juga belum mengenal kak Daffa dengan baik"
"Itulah kenapa ada ta'aruf nak, kau bisa saling mengenal dulu dengan nak Daffa. Latar belakang keluarga mereka sangat baik sayang, Abi dan Umi merasa aman dan lega jika harus melepasmu pada keluarga om Syabani nak" kata Uminya penuh harap
"Beri waktu tiga hari lagi untuk Zahra Umi, biar Zahra pikirkan dengan baik dan meminta petunjuk pada Allah" pintanya agar Uminya berhenti mendesaknya
"Baiklah sayang, Umi tinggal dulu yah. Jangan melewatkan waktu makan malam nanti" ucap Uminya sembari tersenyum dan mengelus pelan kepala putrinya yang masih terbalut dengan hijab
"Iya Umi" Umi Zahra pun beranjak keluar dari kamar putrinya, meninggalkan Zahra yang semakin kalut akan hal ini
***
Malam harinya di tempat yang berbeda, terlihat Daffa sedang sibuk memeriksa laporan keuangan untuk salah satu cabang anak perusahaan Papanya yang ada Indonesia. Ia dengan teliti memeriksa semua data-data yang sudah di berikan oleh sekretaris Papanya sore tadi setelah pulang dari kantor adiknya
Daffa dan Rafif sama-sama terjun ke dunia bisnis mengikuti jejak orangtuanya, mereka berdua belajar memulai bisnisnya di perusahaan orangtuanya dan perlahan-lahan mulai berjalan di jalannya masing-masing seiring dengan perputaran waktu. Daffa tidak memiliki pilihan lain selain terus bekerja untuk perusahaan orangtuanya karena ia merupakan putra sulung yang juga calon pengganti untuk posisi Papanya kelak, sedangkan Rafif ia lebih memilih untuk membangun perusahaannya sendiri dari nol dan hasilnya sangatlah memuaskan. Perusahaannya kini juga sudah bersaing dengan perusahaan besar lainnya tetapi tetap bekerja sama dengan perusahaan Papanya sebagai salah satu penanam saham di perusahaannya. Itulah mengapa keduanya terpisah cukup lama saat kedua orangtuanya harus menetap di Arab beberapa tahun lamanya bersama Daffa karena tuntutan pekerjaan sedangkan Rafif tetap di Indonesia dengan pekerjaannya sendiri
Di tengah kesibukan Daffa, satu notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Ia segera membuka pesan itu dan mulai membacanya
"Daffa, Aku baru saja tiba di Indonesia. Aku merindukanmu, aku harap kau bisa menemuiku secepatnya. Ada hal penting yang harus ku katakan padamu
Zeline"
Fokus Daffa seketika terganggu setelah membaca pesan singkat dari wanita bernama Zeline itu. Ia lalu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kerjanya yang di duduki saat ini lalu memijat kasar keningnya berusaha menghilangkan rasa frustasinya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Amanah Amanah
berrti Zahra pasnya SMA Rafif kn Dafa dh punya pacar
2022-06-27
0
Noer Anisa Noerma
masih menyimaks
2022-06-18
0
Liwang Liwang
semangat thor
2021-08-03
1