bab 4

"Sedang apa anda di rumah saya?" Tanya Ruby sedikit mendongak karena tinggi Marco yang hampir mencapai dua meter.

"Menurut mu?" Marco bahkan berani menggoda Ruby saat saat ini dengan mengerlingkan satu matanya.

"Apa anda seorang penguntit? Oh, saya tahu. Anda sangat menginginkan barang yang saya bawa kemarin kan? Hingga akhirnya anda mencari tau tentang saya dan menemukan alamat rumah saya. Hanya saja aku masih tidak percaya bahwa sepagi ini anda berkunjung yang bahkan hanya untuk barang sekecil itu?"

"Nona muda, anda terlalu pede bukan?" Kini Marco menarik pinggang Ruby yang alhasil keduanya kini sangat tidak berjarak.

"Ini rumah saya, maka anda jangan kurang ajar, karena saya bisa saja langsung berteriak." Ruby mencoba mengancam Marco, namun sepertinya Marco tak takut sama sekali dengan ancaman Ruby.

"Teriak saja nona, walau aku sedang berada di kediaman mu, saya rasa ayah anda akan setuju jika langsung menikahkan kita saat ini juga." Ruby membelalakkan kedua matanya dna mendorong tubuh Marco yang menghimpit dirinya.

"Cih.. anda yang terlalu pede! Karena saya tidak akan sudi menikah dengan orang yang sudah merendahkan saya." Ruby mencoba membalikan tubuhnya dan akan berjalan meninggalkan Marco. Namun satu tarikan tangan Marco pada lengan Ruby. Mampu membuat tubuh kecil itu kini sukses kembali menempel pada dirinya.

"Anda yakin tidak ingin menikah dengan saya? Saya rasa anda akan berubah fikiran kala anda tau keuntungan apa saja jika anda menikah dengan saya." Entah mengapa kali ini Marco sangat tertarik dengan Ruby.

Bahkan Marco semakin mendekatkan wajahnya hingga kembali mengikis jarak di antara wajah mereka berdua, membuat Ruby dapat merasakan hembusan nafas Marco yang menimpa wajahnya.

Marco mengusap bibir Ruby yang nampak ranum dan menggoda itu dengan pelan. Marco pun merasa bingung pada dirinya sendiri mengapa ia dapat tergoda dengan gadis kecil di hadapannya itu yang bahkan dia sangat berani pada Marco.

"Jangan coba-coba berani mencium ku atau aku akan..." Ucapan Ruby terhenti karena Marco benar-benar menciumnya kali ini, memberikan hisapan kecil lalu menggigit bibir bawah Ruby hingga meninggalkan bekas disana.

Ruby mendorong tubuh Marco agar segera menjauh dari laki-laki yang Ruby anggap mesum itu, Ruby mengacungkan jari tengahnya sebelum ia pergi meninggalkan Marco seorang diri dengan rasa kesal di hatinya, Marco hanya tersenyum dan menghapus darah Ruby yang menempel pada bibirnya.

Bagaimana tidak, walau Ruby sering berada di lingkupan jalanan, tapi tak ada satupun yang berani menyentuh secuil pun dari tubuh Ruby dan bahkan mencium bibirnya.

"Ruby. Dimana tuan Marco?" Tanya Yohanes kepada Ruby saat anaknya itu melintas di hadapannya, Ruby menoleh sebentar dan Yohanes pun dapat melihat ada bercak darah yang mengalir dari bibir Ruby. Hingga membuat Yohanes mengerti dalam sekejap, hanya saja Yohanes tak menyangka jika putrinya bisa langsung sedekat itu dengan Marco. Gadis itu berlalu dan tak mengatakan sepatah katapun lalu melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Brakk.

Ruby menutup pintu kamar dengan sangat kencang hingga membuat suara dentumanya begitu nyaring di rumah yang besar itu. Melani pun terkejut karena ia juga baru saja keluar dari kamarnya.

"Maafkan Ruby jika dia bersikap tidak sopan kepada anda. begtulah sikapnya saat ini setelah ia banyak bergaul dengan anak jalanan." Ucap Yohanes kepada Marco.

Yohanes dapat melihat masih ada bekas drah yang menemprl di bibir Marco.

"Apa benar mereka sudah sedekat itu?" Gumam Yohanes dalam hatinya yang tampak masih bigung.

"Tidak apa-apa tuan, saya yang berterimakasih kepada tuan Yohanes. Karena sudah memperkenalkan putri anda kepada saya." Bahkan untuk pertama kalinya Yohanes melihat senyum terukir di bibir Marco.

"Sayang, kenapa lagi dengan Ruby? Mengapa dia tampak marah sampai menutup pintu kamarnya sekencang itu?" Tanya Melani yang baru saja sampai di ruang tamu.

"Biarkan saja Ma, sudah biasa dia seperti itu bukan?" Melani pun mengangguk.

"Kalau begitu saya pamit undur diri dulu tuan." Marco berpamitan kepadamu Yohanes dan Melani.

Dan akhirnya Marco pergi dari kediaman Yohanes.

Ruby berkaca dan melihat bibirnya yang nampak sedikt kebab berwarna keunguan karena ulah Marco.

"Dasar Marco sialan!! Berani beraninya dia mencuri ciuman pertama ku!! Aarggghhh!!" Ruby benar-benar di buay kesal pagi ini.

Ruby mencoba menutupi luka tersebut dengan plester, ia tak mau menjadi bahan ejekan teman-temannya jika nanti ia datang ke tempat geng motornya.

"Aku akan merobek bibirnya jika aku bertemu dengannya lagi.!" Ucap Ruby sebelum ia membersihkan diri ke kamar mandi.

***

"Bagaimana dengan pertemuan mu kemarin?" Tanya Stive yang kini sudah berada di ruangan kerja Marco.

"Cukup menarik." Stive heran dengan sikap Marco pagi ini yang tak seperti biasanya.

"Apa kau salah minum obat hari ini?" Akhirnya Stive memberanikan diri untuk bertanya.

Marco menyipitkan pandanganya, seolah bingung dengan pertanyaan sahabatnya itu.

"Kau belum mendapatkan barangnya tapi kau lihat dirimu saat ini! Kau tampak aneh dengan ukuran senyum di bibir mu."

"Apa kau sudah bosan hidup?" Kini marco kembali ke setelan pabriknya, dingin, datar dan killer. Itulah Marco yang sebenarnya.

"Aku rasa gadis itu sedikit menarik untukmu, tapi dia juga begitu licik, kau harus sedikit berhati-hati dengannya." Ucap Stive yang tahu jika gerak gerik Marco mulai tertarik dengan seorang gadis.

"Aku bukanlah anak kecil yang harus terus kau nasehati, dari pada menasehati ku, lebih baik kau urus kehidupan mu sendiri yang tampak mengenaskan itu." Sarkas Marco tanpa basa basi.

"Mengenaskan? Hidupku bahkan jauh lebih berwarna dari hidupmu tuan Marco."

"Kau sebut dengan bergonta-ganti wanita itu berwarna? Jangan meminta bantuan ku saat kau terjangkit virus yang mematikan itu akibat ulah mu sendiri." Sarkas Marco lalu menitah Stive untuk keluar dari ruangan nya.

"Lihatlah bagaimana rasanya ketika kau mulai terjatuh pada gadis kecil itu suatu saat nanti." Sahut Stive lalu berjalan keluar dari ruangan Marco.

***

Setelah Ruby selesai mandi, seperti biasa gadis itu hanya mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam lalu di lapisi oleh jaket hitamnya, ia mengambil kunci motornya dan keluar dari kamarnya dan akan menuju tempat biasa ia akan nongkrong bersama teman geng motornya.

"Ruby.!!" Panggil melani kepada anak tirinya itu yang sebenarnya sudah ia anggap sebagai anak kandungnya sendiri.

"Ada yang penting?" Tanya Ruby sesantai mungkin.

"Mau kemana kamu nak? Lebih baik kamu ke perusahaan ayahmu dan membantu ayahmu mengembangkan bisnisnya." Sahut Melani selembut mungkin.

"Anda siapa? Berani mengatur saya?" Ucap Ruby yang tak lagi menggubris perkataan ibu tirinya itu lalu pergi dengan motor trailnya.

"Harus seperti apa lagi aku agar Ruby tau jika aku benar-benar menyayanginya." Guman Melani lemah karena sedih,

Saat berada di lampu merah di tengah jalan motor Ruby berhenti, yang tak di sangka adalah ia akan bertemu lagi dengan Marco untuk ketiga kalinyadi waktu yang sangat cepat.

Marco melihat ke arah samping kacanya yang memperlihatkan seorang gadis dengan motor trailnya, yang mencuri perhatiannya adakah jaket yang di kenakan Ruby sama persis dengan gadis yang ia temui malam itu di kamar 2001 hotel King.

Senyum smirk terukir di bibir Marco. Ia pun menurunkan kaca mobilnya untuk menyapa gadis yang mampu membuat senyum terukir di wajahnya pagi ini.

"Haii baby." Kata Marco kala kaca mobilnya sudah turun, seketika Ruby menoleh ke arah suara tersebut. Betapa syoknya dia kala melihat Marco lagi saat ini.

Rubu memutar bola matanya malas, walau dalam balutan helm yang full face, Marco dapat melihat siratan tajam dalam pandangan Ruby terhadap dirinya.

Sebelum akhirnya lampu lalu lintas berganti menjadi warna hijau, Ruby kembali mengacungkan jari tengahnya ke arah Marco sebelum ia menggeber motor dan dengan cepat menjauh dari mobil yang Marco tumpangi.

Stive hanya dapat tersenyum saat melihat Marco memanggil gadis itu dengan sebutan baby. Itu hak yang luar biasa bagi Stive, karena untuk pertama kalinya Marco tidak alergi kepada wanita yang biasanya tak mau di sentuh oleh sosok berjenis kelamin wanita,

"Apa yang sedang kamu hayalkan Stive? Jangan sampai hari ini aku menodongkan senjata apiku ke kepala mu saat ini juga !" Sarkas Marco kala ia sadar sejak tadi Stive terus tersenyum.

"Cih. Mengapa bisa langsung berubah secepat itu, bahkan dia baru saja memanggil seorang gadis yang sepertinya sudah menjadi kekasihnya." Gumam Stive dalam hati, ia tak berani lagi berucap ketika Marco dalam mode normal.

Ruby sampai dimana tempat biasanya mereka nongkrong, sebuah basecamp dengan nuansa yang sederhana tapi Ruby merasa nyaman berada disini.

"Aku sangat lapar." Ucap Ruby kepada salah satu temanya yang berada disana.

"Makanlah punyaku." Seorang pria yang tak kalah tampan dari Marco, yaitu Daniel. Salah satu member geng motor yang selalu perhatian kepada Ruby. Pria itu menyodorkan nasi goreng dengan telor ceplok di atasnya.

"Terimakasih. Apa kau sendiri sudah makan?" Daniel pun mengangguk.

"Mengapa kau selalu bohong padaku? Jika yang berada di piring ini untukku, maka apa yang kamu makan tadi?" Pertanyaan Ruby membuat pria itu tersenyum hingga membuat kedua mata sipitnya hampir menghilang.

"Aku sudah di rumah tadi, paka kamu belum sarapan sama sekali sebelum kesini?" Tanya Daniel dan Ruby pun menggeleng.

"Aku malas makan di rumah, suasana hangat rumahku yang dulu kini tak pernah ku dapatkan lagi setelah ibuku meninggal dunia." Ruby tampak murung.

"Bukankah ibu tirimu sangat baik? Aku pernah bertemu denganya beberapa hari lalu di salah satu swalayan, dan saat itu aku membantu membawakan barang belanjaannya, dia tampak ramah dan baik dan baik."

"Itulah dia saat bersikap kepada orang lain, dia akan seramah mungkin. Tapi saat denganku dia berubah menjadi seperti monster." Ucapan Ruby membuat Daniel kembali tertawa.

"Kamu kenapa kamu tertawa lagi?" Tanya Ruby yang mulai menyendokan sesuap nasi ke dalam mulutnya.

"Bagaimana bisa seseorang yang sudah hampir beruban menjadi seorang monster?" Ujar Daniel dengan mengacak rambut Ruby.

"Mengapa kau suka sekali mengacak rambutku?" Keluh Ruby protes kala Daniel selalu mengacak rambutnya ketika ia merasa gemas kepada dirinya.

"Apa kau menyukai diriku?" Pertanyaan Ruby membuat detak jantung Daniel tiba-tiba berhenti dan Daniel pun tiba-tiba berdiam diri.

"Halooo." Ruby mencoba menggoyahkan lamunan Daniel dengan melambaikan satu tanganya.

"Bagaimana jika aku benar menyukai dirimu?" Sahut Daniel seolah serius dengan ucapannya.

"Ohh.. benarkah? Jika itu memang benar, maka lupakanlah aku. Karena aku tidak sama sekali menyukai dirimu." Sahut Ruby berterus terang .

"Haisshhh... Kenapa cepat sekali menolak? Bagaimana kalau kita coba duku beberapa hari?"

"Memangnya aku ini barang? Yang bisa kau coba begtu saja, dan saat menurut mu aku tidak cocok untukmu maka kamu akan mengembalikan diriku ada tuanku? Menyebalkan sekali.!" Ketus Ruby yang malah membuat Daniel kembali tertawa.

"Tertawa Lah sepuas mu, aku akan pergi sebentar ke perusahaan ayah ku."

Daniel sedikit terkejut saat Ruby mukai tertarik datang ke perusahaan ayahnya.

"Apa kau akan bekerja disana mulai hari ini?"

"Apanya yang bekerja? Aku hanya ingin menanyakan sesuatu kepada pak tua itu." Ruby mulai memakai helmnya.

"Begitu juga dia adalah ayahmu. Janganlah bersikap seperti dia adalah musuh mu."

Ruby hanya mengangkat jempolnya sebelum ia menggeber motornya lalu menghilang dari pandangan Daniel.

Terpopuler

Comments

☠ᵏᵋᶜᶟ🍾⃝ͩ⏤͟͟͞Rᴇᷞᴛͧɴᷠᴏͣ🔵W⃠🦈

☠ᵏᵋᶜᶟ🍾⃝ͩ⏤͟͟͞Rᴇᷞᴛͧɴᷠᴏͣ🔵W⃠🦈

haadeeh Ruby...paling gak sedikit sopan lah menyebut ayahmu dengan sebutan ayah dan jangan pakai istilah pak tua kayak gitu

2024-08-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!