"Apa anda tuan Marco?" Tanya Ruby yang langsung duduk di sisi ranjang dengan memangku satu kakinya.
"Mengapa kamu ingin bertemu denganku secara langsung?" Tanya Marco tanpa basa basi.
"Bukankah barang yang bagus harus bertemu dengan tuanya secara langsung?" Bahkan Ruby berani meminum minuman milik Marco saat ini.
Marco terlihat kesal dengan sikap gadis di hadapannya ini, kalau saja bukan karena barang yang ia inginkan, mungkin Marco juga tidak sudi untuk bertemu.
"Cepat perlihatkan barang yang kau bawa. Karena aku tidak suka bertele-tele." Bahkan tatapan tajam Marco tak membuat Ruby sedikit pun bergetar.
Ruby mengambil sesuatu dari saku jaket kulitnya yang berwarna hitam, sebuah kantong kecil yang langsunh dapat Marco percaya bahwa itu adalah berlian yang hilang punya dirinya.
"Dari mana kau dapat barang sebagus itu?"
"Ohh.. bahkan aku belum memperlihatkan, mengapa tuan dapat tau isi di dalamnya?" Tanya Ruby menyelidik.
"Berapa yang kamu mau?" Marco tak suka basa basi.
"Bukankah kita baru saja bertemu? Mengapa ingin sekali langsung pergi." Entah mengapa tatapan tajam Marco semakin membuat Ruby ingin mendekat.
"Bukankan sudah saya katakan bahwa saya tidak suka bertele-tele." Marco mengeluarkan sebuah kartu hitam lalu memberikannya kepada Ruby.
"Pakailah sesuka hatimu, dan berikan barang itu kepada ku sekarang juga.!"
"Kau fikir aku miskin? Ketika kau memberiku uang aku langsung pergi begitu saja? Ciihh.! Aku jadi menyesal bertemu dengan mu." Ruby hendak melangkah keluar karena kesal dengan sikap Marco yang memandang dirinya rendah.
"Baiklah. Katakan apa yang kamu mau.!" Ucapan Marco menghentikan langkah Ruby yang baru saja akan membuka pintu.
"Saya sudah tidak berniat." Sarkas Ruby langsung membuka pintu dan melangkahkan kakinya keluar.
Suara sepatu bot nya membuat lorong yang sepi itu serasa menggema.
"Gadis sialan, berani-beraninya bermain dengan ku." Marco mengepalkan kedua tanganya lalu menegak wine yang Ruby tuang.
"Sialan. Bahkan aku meminum bekas bibirnya.!" Marco semakin murka.
"Berikan saya informasi tentang gadis yang baru saja menemui saya malam ini! Saya ingin secepatnya.!" Kata Marco kepada seseorang dalam sambungan panggilannya.
Ruby memakai helmnya dan langsung menyalakan mesin motornya lalu dengan diameter yang tinggi Ruby mengebut di jalanan agar cepat sampai di rumahnya lagi.
"Ruby.!" Panggil ayah Ruby yang tak lain adalah Yohanes Stine Grey.
Namun Ruby tak menggubris panggilan sang ayah dan langsung menaiki anak tangga menuju lantai dua, dimana kamarnya berada.
"Anak itu benar-benar membuatku pusing." Keluh Yohanes dengan memijit pelipisnya dengan tangannya sendiri.
"Sekarang kamu tau kan bagaimana nakalnya anak itu, aku sudah berusaha menjadi ibu yang baik untuk Ruby, tapi dia tak pernah menganggap diriku ada dalam rumah ini." Ucap ibu tiri Ruby yang bernama Melani Leimena.
"Sabarlah sedikit lagi sayang, mungkin dia masih terpuruk atas kepergian mendiang ibunya." Yohannes berusaha menghibur Melani.
"Aku selalu sabar selama ini asal kamu tau, tapi aku juga manusia biasa Yohanes." Melani juga meninggalkan Yohanes seorang diri.
Yohannes mengambil benda pipih dari dalam sakunya lalu mengeklik tombol memanggil kepada seseorang.
"Bolehkah saya meminta bantuan anda?"
"Boleh tuan. Dengan senang hati saya akan membantu, jika itu bisa saya lakukan." Sahut seseorang dengan suara khas beratnya.
Yohannes tersenyum lalu memutuskan panggilan tersebut.
Dengan menghembuskan nafasnya kasar Yohanes berjalan menuju kamarnya, menyusul sang istri kedua karena istri pertamanya sudah meninggal dunia, Yohanes menatap sekilas pintu kamar Ruby saat ia melewati kamar anak semata wayangnya itu.
Rubu melempar tubuhnya ke atas ranjang .
"Dia fikir dia siapa? Sampai memberiku begitu banyak uang, aku anak konglomerat dan sebenarnya tidak butuh uang juga, aku tinggal meminta kepada ayah ku jika aku mau." Monolog Ruby di dalam kamarnya.
Ruby melepaskan jaketnya, meninggal sport bra yang ia pakai berwarna hitam pada tubuh rampingnya, Gadis itu berjalan ke arah balkon dengan mengambil satu batang rokok untuk ia hisap.
"Lebih baik aku memikirkan pertandingan besok, hadiahnya juga lumayan banyak walau tidak sebanyak pria itu berikan." Ruby kembali ke dalam untuk merebahkan dirinya, ia merasa hari sangat lelah.
Di sisi lain Marco mendapatkan pesan yang memperlihatkan foto seorang gadis dengan perawakan kecil dan tinggi semampai.
Ya, itu adalah foto Ruby yang di kirim oleh ayahnya sendiri kepada Marco, karena Yohanes meminta Marco untuk mendekati anak semata wayangnya itu.
Tujuannya tak lain adalah ingin membuat Ruby sedikut berubah lagi menjadi gadis yang baik dan penurut, karena sejak ibu kandungnya meninggal dan ayahnya menikah lagi, Ruby menjadi anak yang seperti tak di ajarkan oleh orang tuanya. Hidup di jalanan seolah sudah menjadi hal biasa bagi Ruby saat ini karena beberapa geng motor yang ia punya.
"Ruby Grey.!" Marco mengucapkan nama Ruby dengan memperlihatkan senyum smirknya.
"Cukup menarik, ternyata saya tidak perlu repot-repot mencari yang bahkan ayahnya sendiri yang menyerahkannya kepada saya." Monolog Marco dengan masih menatap layar ponselnya.
Bahkan Yohanes memberikan nomer ponsel Ruby agar Marco dapat mudah untuk menghubungi Ruby.
Lagi-lagi Marco tersenyum saat melihat mangsanya ternyata dia serahkan sendiri oleh sang induk.
"Maka saya akan sedikit berbaik hati." Monolognya lagi lalu menggesek layar ponselnya untuk membuat panggilan kepada Ruby.
Namun saat panggilan tersambung, Marco hanya diam saja dan tak menjawab salam Ruby dari sebrang telepon.
"Apakah kau adalah orang yang tak punya pekerjaan? Menelepon orang malam-malam begini dan tak bersuara!? Dasar orang gila.!" Sahut rubuh kali mematikan ponselnya agar ia tak terganggu lagi di saat tidur.
Di sisi lain Marco tersenyum mendengar suara gadis itu yang terdengar indah dalam pendengarannya.
"Oh.. apa? Indah? Ada apa dengan saya? Bagaimana saya bisa memuji seorang gadis yang bahkan amsih kecil dan itu hanya dengan saya mendengar suaranya? Apa saya benar-benar sudah gila?" Monolog Marco lagi yang tak sadar bahwa dirinya bisa senyum-senyum sendiri.
***
Saat bangun dari tidurnya Ruby merasa sangat haus, karena tak ingin minum dingin dan air di gelasnya sudah habis, mau tak mau Ruby turun ke lantai bawah untuk mengambil air minum, dengan piyama yang sudah kucel karena ia terus bergerak saat tidur dan rambut yang tak di rapikan, Ruby turun dengan santainya berjalan ke arah dapur, yang tanpa ia sadari sedanga ada tamu yang ingin bertemu dengannya.
"Apakah dia tak punya rasa malu? Turun dengan pakaian yang berantakan dan rambut juga berantakan! Apakah dia tak tau jika dia seperti itu bisa membuat pria lain menjadi tergoda karena pakaian yang ia kenakan? Benar-benar gadis jalanan ya? Baiklah, mari kita lihat siapa yang dapat menaklukkan." Gumam Marco dalam hati.
"Maaf nak Marco, Ruby memang seperti itu sejak ibunya meninggal dunia." Marco hanya tersenyum saat Yohanes mengatakan sedemikian.
"Ruby. Kenapa turun dengan pakaian seperti itu? Hah.!" Tegas Yohanes.
Tapi kini netra Ruby malah salah fokus kepada pria yang tengah duduk dengan wibawanya dengan satu kaki yang di pangku yang berada di samping ayahnya.
"Anda...." Ruby tampak sedikit berfikir dan mengingat sosok yang kini di hadapannya itu.
Dan saat sudah mengingat, Ruby membulatkan kedua netranya laku berjalan menghampiri Marco. Bahkan Ruby tak segan menarik lengan Marco agar pria itu mengikuti dirinya ke suatu tempat dimana tak ada seorangpun di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments