"Saya seorang dokter, " ucap Nayla jujur.
Meski Mantri dan dokter sama-sama sebagai tenaga kesehatan namun keduanya memiliki perbedaan. Seorang dokter merupakan lulusan kedokteran. Sedangkan Mantri bisa juga dari lulusan perawat.
"Apa Dokter itu semacam Mantri ? " tanya Nyai Wulan ingin tahu.
Di Kerajaan Pandan wangi memang tidak ada dokter. Orang berobat biasanya mendatangi Mantri dan juga dukun yang ada di daerah masing-masing. Jika memang memang tidak sembuh, mereka menyerahkan semuanya pada takdir.
"Bisa dibilang seperti itu, " jawab Nayla dengan tak yakin.
"Apa dokter bisa menyembuhkan orang sakit? " tanya Nyai Wulan dengan penuh harap.
"Tentu! " jawab Nayla dengan tegas. Tidak ada keraguan sama sekali dalam ucapannya.
"Maukah dek Nayla menolong ibuku, " pinta Nyai Wulan dengan sendu.
"Nyai bicara apa sih. Bukankah tadi sudah jelas jika Nona Nayla harus pergi ke istana, " tegur Nyai Ayu tidak suka.
Bukannya Nyai Ayu tidak kasihan dengan kondisi besannya. Bahkan ia juga turut mengupayakan kesembuhannya.
Nyai Ayu berharap Senopati Arya makin dekat dengan Nayla. Setidaknya perjalanan menuju istana membutuhkan waktu hingga dua sampai tiga hari perjalanan. Mungkin saja di perjalanan itu Senopati Arya merasakan ketertarikan dengan Nayla.
Rencananya ia dan sang suami akan ikut dalam perjalanan. Jadi dia akan mengupayakan agar Senopati Arya dan Nayla menjadi dekat.
Mendapat teguran dari Nyai Ayu, Nyai Wulan langsung terisak. Apa salahnya ia berusaha. Dia hanya ingin ibunya sembuh.
Senopati Arya ikut sedih melihat Nyai Wulan bersedih. Dengan lembut ia usap air mata yang mengalir di wajahnya.
"Dinda jangan khawatir. Saya akan membawa Dokter Nayla untuk melihat kondisi ibu mertua. Betulkan Dokter? "
"Tentu saja."
Sebagai seorang dokter sudah menjadi kewajibannya menolong orang sakit. Apalagi melihat Nyai Wulan yang bersedih seperti itu. Tidak ada alasan untuk menolaknya.
Nyai Wulan yang mendengar Nayla berkenan mengobati penyakit sang ibu mengucapkan rasa terima kasihnya pada Nayla.
"Terimakasih Dek, " ucapnya dengan tulus.
"Sama-sama."
"Kalau begitu kita harus segera berangkat, " ucap Senopati Arya.
"Kami juga ingin ikut, " kata Tumenggung Aji Saka.
Senopati Arya menatap kedua orang tuanya sebelum menyetujuinya. Tidak ada salahnya membawa mereka berkunjung ke rumah sang mertua.
"Baik.Sekarang kita bersiap."
Tumenggung Aji Saka dan nyai Ayu bergegas kembali ke rumahnya. Begitupun dengan Nayla, nyai Wulan dan Senopati Arya. ketiganya kembali ke kamarnya masing-masing.
Nayla mempersiapkan semua barangnya. Pakaian yang terlanjur basah tetap ia bawah. Ia masukkan semuanya kedalam ransel. Untungnya Ia menyimpan kantong plastik.
Sekitar satu jam kemudian mereka pun berangkat. Ada empat tandu yang dipersiapkan. Setiap tandu akan diisi seorang wanita. Nayla, Nyai Ayu dan Nyai Wulan akan menaiki tandu tersebut. Sedangkan satu tandu terakhir digunakan untuk menyimpan barang serta perbekalan mereka selama perjalanan.
Senopati Arya dan Tumenggung Aji Saka naik kuda. Sedangkan para prajurit dan pelayan mengiringi perjalanan mereka dengan berjalan kaki.
Untuk pertama kalinya Nayla naik di atas tandu. Sebenarnya agak tidak nyaman. Di lebih suka berjalan bersama para prajurit. Namun karena pakaian yang ia pakai, Nayla dengan patuh naik diatas tandu.
Setiap tandu diangkat oleh empat orang prajurit. Setiap prajurit yang lelah akan diganti oleh prajurit lainnya.
Selama perjalanan Nayla melihat pemandangan yang ada di kanan kirinya. Mulutnya tak henti berdecak melihat gubuk-gubuk kecil yang dikelilingi oleh berbagai jenis sayuran. Pemandangan yang baru pertama kali ini ia lihat.
Sebagian besar rakyat pribumi bekerja sebagai seorang petani. Setiap enam bulan sekali mereka harus menyerahkan upeti pada pemerintah.
Setiap keluarga diharuskan membayar upeti sesuai kemampuan mereka. Boleh berupa koin, beras, gandum, dan apapun hasil pertanian mereka.
Senopati Arya menghentikan perjalanan saat matahari terik-teriknya. Selain untuk berteduh mereka juga harus mengisi perutnya.
Selesai makan mereka masih beristirahat sejenak.
Nyai Ayu berusaha untuk mendekati Nayla. Dia duduk di samping Nayla di bawah pohon.
"Apa Nona Nayla sudah punya kekasih? " tanya Nyai Ayu. Nayla yang saat itu ingin memejamkan matanya sejenak langsung kaget.
"Sudah, " jawab dengan berbohong. Padahal dia belum pernah berpacaran sama sekali. Bukan karena tidak ingin, tapi belum ada lelaki yang ia sukai.
Nayla sebenarnya orang yang ramah. Temannya juga banyak. Dia tidak pilih-pilih dalam berteman. Namun untuk sahabat ia hanya memiliki dua orang.
Mendengar jawaban Nayla, wajah Nyai Ayu langsung murung. Sepertinya keinginannya kali ini belum bisa terwujud. Namun ia belum menyerah. Selama kesempatan masih ada.
"Oh... kapan pernikahannya?"
"Setahun lagi , " jawab Nayla dengan asal. Entah kenapa ia sudah merasa firasat tidak enak sejak Nyai Ayu mendekatinya. Seperti ada motif yang tersembunyi
"Apa Nona Nayla tidak punya keinginan untuk menjadi istri seorang senopati? "
"Ha???? "
"Jangan terkejut. Sebenarnya saya ingin meminta Nona Nayla untuk menikah dengan senopati Arya, " jelas Nyai Ayu dengan jujur. Nayla sampai shock mendengarnya.
"Bukannya Senopati Arya sudah menikah dengan Mbak Wulan? " tanya Nayla dengan tak habis pikir dengan pemikiran wanita parubaya di sampingnya.
Nayla melirik Nyai Wulan yang sedang duduk bersanding dengan Senopati Arya di di bawah pohon lainnya.
"Ha_"
"Diusia kami yang sudah tua ini , sebenarnya sudah tidak sabar untuk menggendong seorang cucu. Saya dan Tumenggung Aji Saka hanya memiliki seorang putra yang tak lain Senopati Arya.
Seperti yang sudah kamu lihat mereka masih belum memiliki anak . Padahal usia pernikahan mereka sudah lebih dari sepuluh tahun, " keluh Nyai Ayu mencoba mendapatkan simpati dari Nayla.
"Apa sudah memeriksa keadaannya? "
"Sudah beberapa Mantri dan juga dukun yang kami datangi. Tapi tidak ada kemajuan sama sekali. Untuk itulah aku ingin Senopati Arya menikah kembali."
"Kalau begitu tunggu sebentar."
Setelah mengatakan itu, Nayla berdiri dan berjalan kearah Senopati Arya dan Nyai Wulan. Jantung Nyai Ayu langsung berdebar. Dia berusaha untuk menghentikannya.
"Tunggu dulu. Mau kemana? "
"Nyai jangan khawatir. Doakan saja semoga masih ada kesempatan."
"Tapi_"
Nyai Ayu tidak lagi melanjutkan ucapannya. Saat ini Nayla sudah berada di depan Nyai Wulan dan Senopati Arya. Keduanya menatap Nayla dengan kebingungan.
"Apa ada yang bisa kami bantu? " tanya Nyai Wulan dengan lembut.
"Bolehkah saya memeriksa denyut nadi Mbak Wulan dan Senopati ? "
"Buat apa? "
"Untuk memeriksa kondisi Anda berdua, " jawab Nayla dengan jujur.
Senopati Arya ingin menolaknya, namun Nyai Wulan dengan santai mengulurkan tangannya.
"Silahkan."
"Sayang_"
"Kanda tidak perlu khawatir," bujuk Nyai Wulan dengan lembut.
Nayla segera menyambut tangan itu dan memeriksanya. Ada sesuatu yang menghambat kehamilannya.
"Maaf, bolehkah saya menanyakan hal pribadi pada Nyai Wulan? "
"Apa tubuhku dalam bahaya? "
"Tidak.Hanya saja ada sesuatu yang menyebabkan Nyai belum memiliki anak. *
"Apa? !!!! "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
🍃🦂 Nurliana 🦂🍃
Bagus ceritana
2024-12-25
0
Alisha Chanel
Zaman dulu kayaknya blm ada mantri, adanya tabib
2024-08-28
0
Nur Farisyah
tambah lg donk up nya biar puas bacanya /Whimper//Whimper/
2024-07-01
0