Matahari sudah hampir tenggelam. Namun Nayla dan yang lainnya masih tidak menghentikan langkah mereka.
Saat ini mereka berada di hutan jati.Karena banyaknya pohon jati yang ada di daerah itu.
Senopati Arya sengaja mencari tempat yang dekat dengan sungai. Dia sudah sangat hafal dengan tempat itu.
Suara gemericik air terdengar di telinga Nayla. Wajahnya langsung berbinar Akhirnya ia bisa membasuh tubuhnya dengan air.
"Kita istirahat di sini saja, " ucap Senopati Arya dengan suara yang agak tinggi. Nayla dan para prajurit menyetujuinya tanpa pikir lagi.
Senopati Arya mencari tempat yang cocok untuk beristirahat. Nayla duduk agak jauh darinya. Para prajurit membagi tugas tanpa perlu disuruh lagi.
Ada yang mencari kayu bakar. Ada yang mengumpulkan daun buat alas mereka. beristirahat. Ada juga yang mencari sesuatu untuk dimakan. Entah itu binatang maupun tumbuhan.
Nayla dengan santai memasang tenda kecil kepunyaannya. Hal itu membuat Senopati Arya dan para prajurit terkejut.
"Benda apa ini? " tanya Senopati Arya tidak bisa menahan rasa penasarannya.
"Tenda, " jawab Nayla dengan jujur.
"Tenda ini bisa dipakai untuk tidur di ruang terbuka seperti ini. Jadi tidur tidak akan terganggu oleh nyamuk, " lanjutnya.
Senopati Arya dan yang lain tertarik dengan tenda milik Nayla. Meski mereka sering tidur di ruang terbuka, namun tidak pernah menggunakan tenda seperti ini. Belum lagi bahan yang dipakai untuk membuat tenda belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Banyak pertanyaan yang muncul di benak Senopati Arya. Dia menatap Nayla dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Natapnya biasa saja kali Tuan. Bisa-bisa aku colok nanti matanya, " tegur Nayla yang merasa tidak nyaman dengan tatapan Senopati Arya.
"Sebenarnya dari mana asal kedatangan Nona sebenarnya? "
"Dari Indonesia. "
"Dimana itu? "
"Entahlah bingung aku. Lebih baik makan, " ucap Nayla yang menolak secara halus .
Bagaimana mau menjawab kalau dia sendiri tidak mengetahui jawabannya. Senopati Arya tidak memaksanya. Dia kembali ke tempat yang ia duduki sebelumnya.
Malam itu Nayla tidur dengan nyenyak. Dia tidak khawatir dengan keselamatannya. Ia percaya Senopati Arya dan para prajuritnya tidak akan melakukan perbuatan yang tercela. Jika pun mereka berniat tidak baik, Ia juga sudah siap untuk melawan mereka.
Keesokan harinya mereka kembali melakukan perjalanan. Hingga hari ketiga mereka tiba di kediaman Senopati Arya.
Nayla salut dengan mereka. Meskipun hanya ia perempuan satu-satunya, namun mereka semua memperlakukannya dengan baik.
Kedatangan Nayla dan yang lainnya langsung disambut oleh istri Senopati Arya yang bernama Nyai Wulan. Nyai Wulan mempunyai wajah yang lembut dan cantik. Saat bertatap muka dengan Senopati Arya , terlihat jelas jika Nyai Wulan sangat mencintai suaminya.
"Akhirnya kakanda pulang. Senang bisa berjumpa dengan kakanda kembali, " ucap Nyai Wulan dengan tersenyum. Tutur katanya lembut dan menyenangkan.
Senopati Arya tanpa merasa malu mendekati Nyai Wulan dan memeluknya dengan erat. Hal seperti ini sudah sering ia lakukan di depan prajurit dan para pekerjanya.
Nayla tidak pernah melihat keromantisan seperti ini sebelumnya. Hari-harinya disibukkan di dalam rumah sakit dan mengobati pasien. Jadi dia agak merasa malu melihatnya. Wajahnya bertambah merah saat Senopati Arya tiba-tiba mencium kening Nyai Wulan.
"Malu , " cicit Nyai Wulan dengan muka memerah.
Senopati Arya gemas melihat tampilan sang istri yang menurutnya sangat menggoda. Apalagi sudah sebulan lebih ia tidak melihatnya. Kemudian ia membisikkan sesuatu yang membuat Nyai Wulan mencubit pinggangnya dengan malu.
"Jangan bercanda... Kalau boleh Dinda tahu, siapa Nona cantik yang bersama kakanda ini? " tanya Nyai Wulan sambil menatap Nayla penasaran. Apalagi melihat tampilan Nayla yang lain dari yang lain.
Tatapan Nyai Wulan terpaku pada bola mata Nayla. Mata itu mengingatkannya pada sosok sang ibu. Hatinya merasa sakit jika mengingat kondisi ibunya saat ini.
Nayla merasa canggung melihat tatapan Nyai Wulan. Namun ia merasakan kehangatan yang tak bisa ia ungkapkan.
"Dia.... "
Senopati Arya bingung menjawabnya. Nyai Wulan was-was akan jawaban Senopati Arya yang menggantung. Dia takut jika apa yang selama ini ia takutkan menjadi kenyataan.
Sudah hampir sepuluh tahun usia pernikahan mereka , namun belum juga mendapatkan momongan. Kebetulan Nyai Wulan menikah saat usianya masih enam belas tahun. Saat ini usia Nyai Wulan sudah menginjak dua puluh enam tahun. Sedangkan Senopati Arya sudah berusia tiga puluh tahun.
Ibu dari Senopati Arya sudah menekan Nyai Wulan untuk segera mendapatkan momongan. Bahkan sudah berulangkali mendesak Senopati Arya untuk menikah lagi. Beliau tidak ingin sampai keturunannya terputus.
Seolah mengerti kegundahan sang istri, Senopati Arya mengambil tangan Nyai Wulan. Kemudian menghapus air mata Nyai Wulan yang telah menetes.
"Jangan terlalu banyak berfikir Dinda. Kami berdua tidak ada hubungan apa-apa. Nanti akan aku ceritakan semuanya. Sekarang kita masuk dulu ke dalam, " bujuk Senopati Arya dengan lembut.
"Baiklah."
"Kamu bisa ikut pelayan ke kamar, " ucap Senopati Arya pada Nayla. Kemudian merangkul Nyai Wulan masuk kedalam rumah.
"Mari Nona, " ajak salah satu pelayan pada Nayla dengan sopan.
Nayla mengikuti pelayan itu ke rumah yang ada di samping rumah utama. Rumah itu memang sengaja di peruntukkan tamu yang datang.
Dibanding dengan rumah-rumah yang sudah ia lihat, rumah milik Senopati Arya merupakan rumah terbesar dan termewah. Meski bukan terbuat dari batu bata, namun rumah itu terbuat dari kayu pilihan yang nilainya tinggi.
Rumah utama khusus untuk Nyai Wulan dengan Senopati Arya. Khusus untuk para pelayan dan prajurit juga ada rumah sendiri.
"Nona bisa istirahat di dalam. Jika ada sesuatu yang Anda butuhkan, Anda bisa memanggil Saya atau yang lain, " ucap pelayan dengan ramah.
"Terimakasih."
"Kalau begitu Saya tinggal ke belakang dulu, " ucap pelayan undur diri.
"Silahkan."
Nayla masuk kedalam kamar. Kamar itu lebih luas dari kamar yang sudah ia tempati sebelumnya. Di dalam kamar sudah tersedia lampu teplok.
Meski lampu teplok itu belum dinyalakan, namun kamar itu juga tidak terlalu gelap. Jendela yang ada di kamar itu dalam kondisi terbuka.
Nayla meletakkan ransel yang ia bawah di sudut kamar. Kemudian mengistirahatkan tubuhnya di atas ranjang.
Nayla merasa nyaman saat merebahkan tubuhnya. Ranjang milik rakyat Pribumi dengan milik pejabat memang beda.
Kasur yang ia tempati sebelumnya terasa keras. Bahkan punggung Nayla merasa sakit ketika bangun tidur. Sekarang kasurnya terasa empuk. Membuatnya terasa nyaman.
"Nyamannya, " gumamnya dengan mata yang mulai terpejam.
Entah berapa lama Nayla tertidur. Dia terbangun saat pintu kamarnya diketuk dari luar. Dengan malas Nayla bangun dan berjalan kearah pintu untuk membukanya.
Ceklek
"Ada yang bisa saya bantu ? " tanya Nayla.
"Maaf Nona kami mau menyiapkan air buat Anda mandi, " jawab pelayan itu dengan sopan.
"Oh..silahkan." Nayla membiarkan pelayan itu masuk kedalam kamarnya.
Di dalam kamar memang ada bilik kecil yang di peruntukan untuk mandi. Tiga orang pelayan lelaki berada di belakang pelayan itu dengan membawa tiga kendi besar berisi air bersih.
"Sudah Nona. Maaf mengganggu waktu istirahatnya, " ucap pelayan tadi sebelum meninggalkan kamar.
"Tidak perlu minta maaf. Terimakasih atas airnya," tutur Nayla dengan lembut.
"Sama-sama Nona. Kami pamit undur diri dulu."
"Silahkan."
Setelah pelayan itu pergi, Nayla kembali menutup pintu kamarnya. Dia memutuskan untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu.
Saat malam tiba Nayla makan di dalam kamar. Pelayan yang membawakan untuknya. Nayla makan dengan lahap.
Selesai makan Nayla memutuskan untuk keluar dari dalam kamar. Ada taman kecil yang ada di samping rumah. Berbagai jenis bunga tumbuh di taman itu.
Suasananya cukup sunyi. Hanya ada prajurit yang berkeliling untuk menjaga keamanan.
"Apa aku masih bisa pulang ke rumah? " gumam Nayla sambil memandang bintang dilangit.
Nayla memikirkan banyak hal. Semua yang ia alami saat ini sangat jauh dari pemikirannya. Semua diluar akal sehatnya.
Cukup lama Nayla berdiri disana. Dia masuk kedalam kamar saat matanya tidak bisa diajak untuk berkompromi. Setibanya dikamar ia langsung merebahkan tubuhnya dan tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
🍃🦂 Nurliana 🦂🍃
Lanjuut baca
2024-12-25
0
Ajusani Dei Yanti
semangat thorrrr kuh
2024-07-02
0
Ririn Santi
boleh tambahin yg byk byk gak Thor? hehehe.......
2024-06-25
1