Nayla benar-benar tersiksa dengan pakaian yang ia kenakan saat ini. Terakhir kali Ia memakainya saat prosesi wisudanya.
Nayla tidak begitu menyukai pakaian sejenis rok apalagi kebaya. Terlalu ribet menurutnya.Ia juga bisa bergerak bebas seperti yang Ia inginkan.
Profesinya sebagai seorang dokter, menuntutnya untuk bergerak aktif. Apalagi jika banyak pasien yang membutuhkan tenaganya.
Tampilan Nayla saat ini benar-benar mencolok. Meski tubunya berbalut kebaya, Namun sneaker yang ada dikakinya tidak ia tinggalkan. Jangan lupakan ransel dipunggungnya dan topi yang menutupi rambutnya.
Saat ini mereka berjalan di area perkampungan. Banyak yang penasaran dengan barang-barang yang dipakai oleh Nayla.
Nayla tidak memperdulikan rasa penasaran warga. Dia mencoba untuk mengimbangi langkah Senopati Arya dan para prajurit di depannya.
Senopati Arya berjalan paling depan. Dia berjalan dengan santai agar Nayla mampu mengimbangi langkahnya. Sangat melelahkan memang. Apalagi senopati Arya sudah terbiasa berjalan dengan cepat.
Prajurit lain banyak yang mengeluh secara diam-diam . Karena mereka berjalan dengan santai, beberapa dari mereka berjalan sambil mengobrol.
"Menurutku perjalanan kali ini merupakan perjalanan paling melelahkan dibanding perjalanan sebelumnya, " keluh salah satu prajurit dengan muka tertekuk.
"Kamu benar. Entah sampai kapan kita akan tiba di ibu kota, " sahut temannya yang berjalan disampingnya.
"Kalau Aku lebih suka jalan begini. Santai dan tidak terburu-buru, " lanjut yang lain.
"Kita sama. Aku juga lebih suka santai begini."
"Entahlah... "
Entah mereka sadari atau tidak, Nayla mendengar keluhan mereka. Nayla mencibir mereka dalam hati. Siapa suruh membawanya dalam perjalanan.
Setelah melakukan perjalanan selama setengah hari,Senopati Arya mengajak mereka beristirahat di sebuah warung makan.
"Istirahat dulu, " ucap Senopati Arya sembari menghentikan langkahnya. Kemudian dengan santai masuk kedalam warung.
Nayla mengikutinya dengan langkah lebar. Dia bahkan tidak memperdulikan tatapan orang disekitarnya.
Makanan yang dijual di warung itu sangat sederhana. Ada singkong rebus, pisang yang ditanak dalam kukusan, nasi pecel , ikan asin, sambal. sayur lodeh.
Nayla tidak menyangka jika dia bisa menyantap nasi pecel disini. Dengan semangat ia memesannya.
"Peselnya satu Bu," kata Nayla.
"Kami juga Bu. "
Penjual itu menatap mereka satu persatu. Wanita paru baya itu tidak terlalu terkejut setelah melihat Senopati Arya dan yang lain memakai baju keprajuritan.
Warung makan miliknya memang sering di datangi para prajurit yang lewat. Apalagi tidak ada Warung lainya yang berjualan.
"Tunggu sebentar Tuan...Nona. Silahkan duduk dulu, " ucap penjual itu dengan ramah.
Nayla dan para prajurit menuruti permintaannya. Hanya ada beberapa kursi yang sedang kosong. Nayla segera duduk di salah satu kursi yang masih kosong.
Tidak semua prajurit bisa langsung duduk. Sebagian dari mereka kembali keluar dan berdiri di depan warung dengan posisi siaga. Padahal masih ada beberapa kursi yang masih kosong.
"Kenapa mereka semua berdiri di depan. Masih ada empat kursi kosong yang bisa mereka tempati? " tanya Nayla heran.
Senopati Arya yang duduk di sampingnya hanya menghendikkan bahunya acuh.
Nayla kesal dengan sikap acuh Senopati Arya. Padahal ia sudah bertanya baik-baik. Apa salahnya jika dia juga menjawabnya dengan baik. Untungnya makanan yang ia pesan datang.
Nasi dengan sayur yang disiram dengan bumbu kacang membuatnya tak sabar untuk untuk menyantapnya. Meski tidak ada tambahan tempe goreng maupun rempeyek, namun tidak mengurangi nafsu makannya.
"Selamat makan, " ucap Nayla dengan semangat. Sebelum memasukkan makannya kedalam mulut Nayla tidak lupa untuk berdoa terlebih dulu.
Masakan ibu itu benar-benar nikmat. Meski isinya tidak se komplit saat di zaman modern, namun Nayla akui jika makanan yang saat ini sedang ia makan rasanya sangat enak.
Nayla makan dengan lahap. Tidak memperdulikan Senopati Arya yang sedari tadi menatapnya.
Tiba-tiba datanglah empat orang pemuda yang masuk kedalam Warung. Wajah mereka tampan-tampan. Namun ada satu yang paling tampan.
Senopati Arya langsung berdiri begitu melihatnya. Kemudian berjalan menghampirinya.
"Apa kabar Raden, " sapa Senopati Arya dengan ramah. Orang dipanggil Raden tadi langsung menoleh kearahnya.
"Baik Senopati. kebetulan kita bertemu disini, " jawabnya dengan ramah.
"Kami baru pulang dari bertugas. Sengaja beristirahat disini untuk menghilangkan lelah dan dahaga kami."
"Mau bergabung disini? " tawar Raden Athaya.
"Tidak perlu Raden. Terimakasih tawarannya. "
Yang dipanggil Raden oleh Senopati Arya merupakan putra dari Prabu Abi Rama dengan dengan Ratu Dwi Hapsari. Namanya Raden Athaya.
Setelah berbasa-basi sejenak, Senopati Arya kembali ke tempatnya semula. Raden Athaya menatap kepergian senopati Arya hingga duduk di samping Nayla. Kedua mata Raden Athaya langsug melotot begitu melihatnya.
Sebenarnya Senopati Arya sudah memiliki seorang istri. Keduanya menikah karena saling mencintai. Tidak satu dua orang yang bilang jika keduanya cocok. Namun pemandangan di depannya, membuat pangeran Athaya bertanya-tanya dalam hati.
"Ada apa Raden? " tanya salah satu teman Raden Athaya.
"Kalian mengenal orang tadi kan? " tanya Raden Athaya dengan lirih. Dia juga mengalihkan pandangannya dari Senopati Arya.
"Tentu saja, " jawab dua orang temannya dengan serempak.
"Baru kali ini saya melihatnya Raden. "
"Saya juga baru kali ini melihatnya. Memangnya kenapa Raden? "
"Tidak papa. "
Raden Athaya tidak mengatakan apa yang ada dalam benaknya. Rasanya tidak etis membicarakan sesuatu yang belum tentu kebenarannya. Lagi pula semua tidak ada hubungan dengannya.
Pesanan yang Raden Athaya pesan akhirnya datang. Sama seperti Nayla, Raden Athaya juga memesan nasi pecel.
"Mari makan, " ucap Raden Athaya
Raden Athaya bersama ketiga temannya makan dengan lahap. Tidak ada pembicaraan sama sekali saat makan.
Nayla sebenarnya penasaran dengan identitas Raden Athaya. Apalagi senopati Arya bersikap sopan padanya. Namun tidak ada niatan sama sekali untuk menanyakannya.
Setelah selesai makan, Nayla keluar dari Warung. Bergantian dengan Prajurit yang masih belum mengisi perutnya. Untuk pembayaran semua ditanggung senopati Arya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Rasni Saldi
waduh senapati Arya uda punya istri to.
2025-02-03
0
🍃🦂 Nurliana 🦂🍃
Sebenarna mereka ini bangsa manusia kan
2024-12-25
0
Ayu Dani
wah kayaknya Jodohnya Nayla Raden ataya dech
2024-07-23
0