"Lihat tuh si Tata. Nggak tahu malu sekali ya jalan dengan santainya di depan kita. Menjijikan, Aku sih nggak bakal punya muka kalau jadi dia yang lahir tanpa bapak apa itu sebutannya Jeng?"
"Anak haram, Bu Endang, "saut ibu-ibu lainnya.
Tata jelas saja mendengar semua gunjingan para ibu-ibu julid yang tengah berbelanja sayur itu.
Tetapi sekali lagi, Tata memilih bungkam dan terus berjalan tanpa sedikitpun menoleh ke arah para ibu-ibu itu.
"Terus jalan Ta, jangan hiraukan mereka,"batin Tata menguatkan dirinya sendiri.
Sayangnya si sial itu benar mendatangi hidup Tata. Dia sudah susah payah berjalan lurus. Namun tetap saja Bu Endang memanggil dirinya.
Si ibu bertubuh tambun itu yang hampir setiap hari gemar sekali memancing kesabaran Tata.
"Mau kemana Ta? sudah rapi bener, "tanya wanita itu.
Ingin sekali Tata tidak menjawab pertanyaan yang jelas hanya sebuah pancingan agar Tata mendapat cemoohan dari para ibu julid itu.
Tapi sialnya si Tata yang sulit sekali mengabaikan orang yang mengajaknya bicara itu pun berhenti lalu menoleh pada Bu Endang dan berkata dengan senyumannya.
"Saya mau kerja Bu, "ucap Tata.
"Kerja apa? Nggak nge-LC atau jadi simpanan om-om kan? "
Lihatkan, betapa tak tersaringnya bibir merah cabai Bu Endang itu. Seenaknya saja, dia mengejude pekerjaan seseorang.
Ingin sekali Tata menampar bibir yang teroles dengan lipstik merah terang itu dengan sepatu sneaker yang dikenakannya.
"Saya kerja di cafe Bu. Permisi Saya harus segera pergi Bu, mari... "
Ya, dan sudah menjadi kebiasann pula dari Tata yang akan menghindar dari pada melawan.
Bukannya apa? Hanya saja. Tata posisinya sendirian sedangkan para ibu-ibu itu ada enam orang dan semuanya bertubuh tambun.
Bayangkan saja, Tata si kurus harus melawan enam Wanita bertitle emak-emak itu. Sudah dipastikan dia akan kalah.
Daripada mati konyol, maka pergi adalah pilihan terbaik menurut gadis itu.
"Eh, sama orang tua tidak sopan sekali. Apa tidak pernah diajari sopan santun ya sama orang tuanya."
Mulut pedas Bu Endang itu masih saja berceloteh ria meski Tata telah melangkahkan kakinya menjauh.
"Kan dia nggak jelas bapaknya siapa, apalagi ibunya. Apa ya kerjaannya ibu-ibu, saya lupa.. "
"P*leacur,"saut ibu-ibu lainnya kompak.
Tata yang telah berjalan cukup jauh itu, sudah tidak bisa menahan diri lagi. Kakinya beputar haluan menuju gerombolan ibu-ibu yang menjadikan belanja sayur sebagai tameng dari acara pergunjingan mereka itu.
"Kenapa? Kamu marah ya, "ucap Bu Endang santai menatap Tata yang sudah sangat emosi.
Tata terdiam lalu netranya beralih menatap si tukang sayur yang sedari tadi hanya memilih diam karena sudah lelah mendengar ucapan pedas para iibu-ibu itu.
"Pak ini Saya beli sayurnya, "ucap Tata menyodorkan uang berwarna biru pada si tukang sayur.
"Iya Non, semuanya? "tanya tukang sayur itu yang mendapat anggukan dari Tata.
Sekarang di tangan Tata sudah ada sayuran hijau cukup banyak dan selanjutnya adalah? Dimana Tata yang menggila dengan memukuli para ibu-ibu julid itu dengan sayuran hijau itu.
"Hey apa-apaan kamu hah! Dasar anak haram, berhenti memukuli saya, "pekik Bu Endang.
"Iya, berhenti memukuli kami!"teriak ibu-ibu lainnya.
Tetapi Tata yang sudah kepalang emosi tidak menghiraukan teriakan mereka. Biarlah dia mendapat gelar tidak punya sopan santun.
Lagi pula wanita wanita julid itu memang tidak pantas mendapatkan sopan santun darinya.
Tidak hanya memukuli mereka dengan sayuran hijau itu, tetapi Tata juga sedikit meremas rambut Bu Endang dan mengacaknya dicampur dengan sayuran hijau itu.
"Aduh, ini kenapa jadi begini, "celetuk si tukang sayur melihat kekacauan itu. Tetapi mau bagaimana? Toh, ibu-ibu itu juga telah salah.
"Jangan terus menghina ibu Aku! Lebih baik ingat dosa kalian yang suka menggunjing itu daripada menghitung kesalahan dari ibu saya,"bentak Tata dengan nafas tersengalnya.
Setelah puas membalas kejulidan mereka, Tata gegas meraih tas kecil miliknya yang teka sengaja terlempar itu dan gegas meninggalkan ibu-ibu yang kini terlihat mengenaskan itu.
"Makanya ibu-ibu! Jangan terlalu julid ya, "ucap si tukang sayur.
"Heh! Kamu diam saja tidak perlu ikut campur, "teriak Bu Endang.
Dan akhirnya si tukang sayur itu hanya bisa membiarkan mereka dan memilih pergi untuk melanjutkan tugasnya berkeliling.
***
"Hey Ta! kamu kenapa sih, "sentak Liza, sahabatnya Tata.
"Kamu kalau mau ngagetin bilang kenapa si Liz, jantungan Aku ini, "sewot Tata yang benar-benar merasa kesal pada Liza.
Liza terkekeh mendengar celotehan kemarahan Tata. Lagipula mana ada orang yang mau ngagetin memberitahu lebih dulu pada si target.
"Sorry, sorry. Lagipula Kamu sedari tadi ngelamun terus. Ada apa sih? "tanya Liza.
Tata hanya menjawabnya dengan gelengan kepalanya. Liza memang tahu akan segalanya tentang Tata. Seperti siapa Tata yang sebenarnya.
Dan bersyukurnya Liza sama sekali tidak merasa jijik pada Tata. Itulah sebabnya Tata betah bekerja di cafe iru karena adanya sosok Liza yang baik padanya.
Disaat keduanya tengah asik mengobrol. Atensi Liza teralihkan pada pengunjung pria yang sudah beberapa hari ini terus mendatangi cafetaria.
"Dia datang lagi,"gumam Liza.
"Siapa? "tanya Tata penasaran.
Liza mengangkat dagunya menunjuk pria bertopi yang telah duduk di kursi itu.
"Kamu coba datangin dia dan tanya mau pesan apa ya Ta, Aku ke meja pengunjung lainnya, "pinta Tata.
"Iya~"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Daisyridone
start like nd coment
2021-09-14
0
Daisyridone
boleh nyimak dulu yaa
2021-09-14
0
Daisyridone
aku mampir dan melipir kesini
2021-09-14
0