(Author Pov)
Mumbai , maharasthrian india selatan
Terlihat mulut seorang wanita yang tak henti mengumpat kecil ketika bolamatanya melirik pada sebuah wrishwatch cantik bertengger pada pergelangan tangan kirinya, jarum jam menunjukan angka pukul 07-30.
Waktu masih pagi Sangat tidak pantas untuk dikatakan karena sang mentari sudah sempurna menampakan wujudnya diatas sana.
"Ugh.. kenapa aku bisa setelat ini." bibirnya terus menggerutu merutuki kesialannya pagi ini.
Sesampainya didepan Halte Bus, wanita berkemeja biru itu merogohkan tangannya kedalam tas setelah bunyi notifikasi terdengar nyaring didalam sana.
Dan benar saja dua pesan masuk dan lima panggilan tak terjawab terpampang jelas pada layar ponsel saat dinyalakan.
"Oke ! baiklah, sepertinya aku harus menyiapkan alasan yang lebih masuk akal, thank's honey." sungutnya kecut saat berdialog dengan benda pipih ditangannya, seakan benda itu mengerti semua umpatannya.
Kini senyumnya melebar binar ketika bus yang dinantikan sudah terlihat didepan sana, buru-buru ia memasukan ponselnya kembali kedalam tas dan mulai menaiki tangga bus saat pintu bus terbuka lebar.
"Masih ada waktu 30 menit sebelum bos besar lebih dulu sampai dicafe." ujarnya menenangkan diri sendiri.
25 minutes later
~ Leopold Cafe and Bar ~
"Kau hampir terlambat Harleen!" ketus Nasya tatkala Harleen menghampirinya dengan nafas terengah-engah.
"Apakah si kepala botak itu sudah tiba ?" tanya Harleen masih dengan nafas memburu naik turun.
Nasya hanya mengangkat bahunya acuh.
"Ahh.. syukurlah" tangan harleen terangkat mengelus dadanya, sekarang ia merasa lega karena tidak akan menyiapkan alasan konyol seperti minggu lalu yang mengatakan bahwa pada saat itu dikira tanggal merah padahal hanyalah coretan lipstik pengingat jadwal datang bulanannya.
"Memalukan !" pekiknya tertahan.
"Apanya yang memalukan, Harleen Gueen ?" sarkas Nasya melihat sahabat baiknya itu bergumam sendiri.
"Ayolah Nasya kau sungguh berlebihan." sahut Harleen seraya mengapit kedua daun telinganya isyarat meminta maaf.
"Hmm.. untuk kali ini kau aku maafkan tapi jangan mengulanginya lagi aku hanya kasihan padamu jika sampai dipecat dari cafe ini !" seru Nasya.
"Terima kasih, mari kita ke depan sepertinya pengunjung mulai ramai." ajak Harleen.
* *
~ Reliance Industries Limited ~
Tok..tok..tok..
"Masuk." suara bariton dari dalam terdengar samar mempersilakan.
Sesaat pintu ruangan terbuka menampakan seorang pria berwajah bayi berdiri diambang sana, "Kau menerapkan sopan santunmu hari ini, mengagumkan" ejek pria bermanik hijau ketika tahu siapa yang berkunjung menemuinya.
Pria baby face itu berdecak seraya menghampiri pria bermanik hijau yang terlihat masih asyik berkutat dengan beberapa kertas berserak diatas meja kebesarannya.
"Ck.. aku hanya tidak ingin mengotori mataku sampai menyaksikan aksi gilamu lagi Rexi." serunya setelah berhasil mendudukan tubuhnya diatas sofa.
Rexi tak menanggapi ocehan teman sekaligus bawahannya itu, lebih baik dirinya segera menuntaskan pekerjaannya.
Aryan memutuskan untuk membuat teh dipantry pojok sana, "Kau ingin kubuatkan juga ?" tawarnya tanpa mengalihkan pandangannya dari gelas cangkir berwarna putih.
"Tidak !" jawab singkat dari sang empu.
Kemudian Aryan kembali menghampiri setelah selelai mengocek minumannya. kini ia mendudukan dirinya dikursi yang ada dihadapan Rexi.
Menyimpan satu gelas berisikan teh India diatas meja berwarna cokelat dengan aksen gold yang mengitari sudut-sudut sisi meja.
Kedua bolamatnya berpendar seolah sedang mengabsen seperti takut ada yang berubah.
Tidak, tidak ada yang aneh. Justru sekarang otaknya sedang berfikir bahwa ruangan bernuansa putih ini telah disulap menjadi sebuah apartement mewah.
Ya, kantor ini sangat wow dilengkapi berbagai perabotan hmm rumahtangga misalnya, kalian bisa menyimpulkannya sendiri, disana tepat dibelakang Rexi terdapat tempat tidur dibalik lukisan besar yang menempel sempurna pada sekatan dinding.
Seketika sekelebat bayangan aksi ranjang Rexi membuat Aryan berdesir geli merutuki kebodohannya. Sangat lancang memergoki kegiatan panas yang dilakukan oleh atasannya itu.
Ohh ayolah Aryan juga sering melakukannya tapi ia tahu tempat yang cocok untuk melepaskan gairah seksualismenya, Dia masih waras tidak mengharuskan melakukan 'itu' dikantor apalagi disaat masih jam kerja.
"Apa kau kesini hanya untuk melamun dan terus memandangiku ? aku masih normal Aryan !" suara bariton itu sedikit menyentak Aryan, membuat pria itu tersadar dari lamunannya dan kembali memusatkan pandangan kearah Rexi.
"Tidak perlu kau memperjelasnya Rex, karena aku sempat menyaksikan permainanmu bahkan mataku yang suci ini sudah terkontaminasi karenanya." ejeknya diiringi tawa renyah yang langsung mendapati lemparan kertas dari sang empu.
Rexi bangkit berdiri, ia tidak ingin membuang waktu dengan mendengar gurauan temannya yang dirasa sangat tidak bermutu.
"Kau mau kemana ?" tanya Aryan ketika melihat Rexi melangkah keluar.
Rexi terus berjalan menuju lift tanpa niat menanggapi teriakan Aryan dari belakang.
Pria bermanik hijau itu mendudukan tubuhnya dikursi belakang kemudi, kakinya terhenti saat akan menginjak pedal gas.
"Tunggu.. aku ikut !" teriak Aryan sebelum membuka pintu penumpang.
Tak lama mobil yang mereka tumpangi memasuki jalan raya bergabung dengan kendaraan lainnya.
Tampaknya hari ini sangat ramai melihat banyak pejalan kaki yang memadati trotoar, memang sudah biasa pemandangan diakhir pekan seperti ini.
Saat dirasa ada yang mengikuti mobilnya, tiba-tiba Rexi menamcap pedal gas guna menambah kecepatan laju kendaraan membuat Aryan terlonjak kaget kebelakang.
"Sial.." Rexi menggeram kecil namun jelas terdengar oleh Aryan.
Aryan menoleh kebelakang melihat apa yang terjadi disana, "Siapa mereka ?" tanyanya disertai kening yang berkerut dalam.
Tak menjawab, kali ini Rexi semakin mengebut diatas rata-rata, bahkan ia tak menghiraukan amukan serta rancauan klakson dari kendaraan lain.
Rexi membelokan mobilnya tepat dipertigaan jalan, lalu ia membuka seltbeat sebelum membuka pintu dan keluar dari sana.
"Aku akan berlari untuk mengecohnya, kau bawa mobilku, aku yakin si tua bangka itu sudah mulai menyadarinya !" ucapnya sebelum ia benar-benar pergi.
Aryan menganggukan kepala tanda ia menyetujui dan segera mengambil alih kemudi.
Kedua pria itupun melesat berbeda arah tujuan.
"Tembak dia !" teriak seseorang yang diyakini telah berkomplot untuk mengejar Rexi yang terlihat semakin menjauh dari pandangannya.
Rexi berlari memasuki sebuah Cafe yang berada dipertigaan jalan raya tepat disamping bangunan Sekolah Menengah Mumbai.
Brakk..
Terdengar meja yang terguling akibat dorongan keras dari seseorang, membuat Harleen si wanita berkemeja biru itu terkejut mendengar kerusuhan yang berasal dari depan sana.
Seorang pria yang diyakini biang keladinya nampak tengah berlari menghampiri dirinya.
Rexi membungkuk sebelum tubuhnya sempurna masuk kedalam meja cafe untuk bersembunyi justru mengundang kerutan dalam menghiasi kening wanita itu.
Namun Harleen lebih terbelalak mendapati para pria berfostur tinggi nan besar begitu kompak berpakaian serba hitam bahkan dilengkapi dengan senjata masing-masing ditangan mereka.
Terlihat sangat menyeramkan.
Berbagai pertanyaan kini muncul pada benak gadis itu.
Siapa mereka ?
Apa tujuan mereka ?
Merampokkah, menculik, membunuh atau ?
"Permisi Nona, apa kau melihat seseorang masuk kesini ?" tanya salah seorang berpakaian serba hitam dengan nada tegas membuat Harleen buyar akan lamunannya.
Harleen melirikan matanya kebawah meja, mendapati pemuda itu menempelkan jari telunjuk tepat pada bibirnya seperti mengisyaratkan bahwa jangan memberitahu aku ada disini.
Harleen menarik matanya kembali mengalihkan pada para pria seram didepan sana.
Harleen menundukan kepala seraya menggeleng pelan, "Ti-dak ada siapapun karena sebentar lagi cafe akan tutup." Harleen menjawab dengan sedikit gugup.
Kemudian segerombolan pria seram itu pergi setelah meminta maaf pada Harleen.
Braakk..
Harleen menggebrak meja dengan sangat keras menggunakan telapak tangannya membuat pemuda yang sedang bersembunyi dibawahnya sedikit kaget.
Dengan Emosi yang membuncah Harleen membungkukan tubuhnya, menarik bahu lengan pemuda itu agar keluar dari kolong meja.
"Dasar kau pria gila, pembuat onar ! Setelah kau membuat kekacauan ditempat ini dengan beraninya kau juga menyuruhku untuk berbohong ?" amarah Harleen semakin meledak.
Ia takut jika bosnya tahu pasti akan berdampak buruk pada masa depannya, lalu bagaimana cara ia menjelaskan kepada bosnya yang garang itu, bagaimana jika bosnya memotong gaji untuk mengganti semua kerusakan ini, sungguh ini badai besar untuknya.
"Aku akan mengganti rugi ini semua." ujarnya santai seolah tau apa yang sedang difikirkan wanita dihadapannya.
Kemudian Rexi merogoh saku, mengeluarkan beberapa lembar uang dan menyimpannya diatas meja kemudian berlalu meninggalkan Harleen yang masih tak berpindah dari tempatnya.
"Harleenn.. " lengkingan suara Nasya terdengar jelas dari arah kasir.
.
.
.
.
Tolong tinggalkan like dan jejak komentar kalian Rhe harap kalian suka dengan imajinasiku yang norak ini 😂😂
Ini memang aseli novel pertamaku setelah beberapa judul yang Rhe baca akhirnya Rhe memutuskan untuk menulis dan berimajinasi sendiri meskipun yang ada di otak Rhe cuma setoran dan gibahan tetangga 😩😩 tapi Rhe harap kalian dapat menghargai cerita ini 😚😚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Martini
kalimatku bagus Thor 👍
2020-12-29
0
💞Arshi💞
bagus ceritanya thor...
2020-12-18
0
Zidni Wayau
aku gk suka rhitik aku sukanya aksay kumar,jadi y aku ngbayanginnya aksay aja y thor klo ma visual cewenya mh aku jg suka banget
2020-11-15
1